Bab 8

681 99 19
                                    

Ini pertama kalinya Winter masuk ke kamar Summer. Nyaris semua warna didominasi oleh putih, sebagian krem dan sebagian lagi cokelat tua dengan corak kayu berserat. Sangat aesthetic. Langit-langitnya didesain simple, tapi cantik dengan tambahan lampu pada spot-spot yang tepat. Bagian belakang kasur terdapat foto close-up Summer yang amat sangat cantik.

Summer ke luar dari kamar mandi mengenakan robe dan lilitan handuk di kepala. Dia bersandar di samping pintu sambil melipat tangan, matanya mengamati setiap gerak-gerik Winter yang sedang melihat deretan fotonya bersama sahabatnya di bingkai kecil atas kabinet.

"Who let you in, sir?" tanya Summer.

Winter menarik tangan Summer dan memeluk pinggangnya. "Sejak kapan aku membutuhkan izin untuk masuk ke areaku sendiri?" tanyanya.

"Areamu?" Alis Summer terangkat.

"Yes, you. I am your owner, jadi segala sesuatu yang berkaitan denganmu juga merupakan milikku."

"Posesif," cibir Summer.

"Kamu harus terbiasa dari sekarang." Winter memerintahkan.

Selanjutnya, Winter mencium bibir Summer. Melumatnya dalam-dalam. Handuk di kepala wanita itu terlepas dan jatuh di antara kaki mereka. Kini, rambut Summer yang basah menutup sebagian wajahnya.

Tiba-tiba, terdengar suara seseorang membuka pintu apartemen Summer. Disertai langkah kasar yang makin dekat.

"Sayang ..."

Summer tersentak. Itu suara Tommy. "Kamu harus sembunyi," suruhnya sambil matanya mencari tempat yang aman.

"Ngapain dia ke sini?"

Summer tidak peka terhadap ekspresi kelam di wajah Winter, malah dengan santai mendorong pria itu ke kamar mandi. "Kamu sembunyi di sini dulu, jangan bersuara sedikitpun," ucapnya memerintah.

Summer menggeser pintu kaca itu, tepat sebelum Tommy masuk.

"Sayang." Tommy tersenyum begitu melihat Summer.

Pria itu berjalan mendekat, namun langkahnya sempoyongan. Sepertinya dia mabuk. "Kamu ke mana aja? Aku kangen banget sama kamu," ucapnya melantur.

"Kamu minum lagi?"

"Sedikit." Tommy cengengesan. "Aku cuma minum segini, sayang. Sedikit." Dia menggunakan ujung jari untuk menggambarkan seberapa sedikit dia minum.

"Kamu sama siapa ke sini?"

"Dianter Ramzi."

Summer kenal dengan Ramzi. Salah satu teman dekat Tommy yang sangat suka party, tapi anehnya tidak pernah mau menyentuh alkohol. Makanya si Ramzi selalu dimanfaatkan untuk jadi sopir teman-temannya yang teler agar bisa pulang dengan selamat.

"Kalau gitu kamu telepon lagi Ramzi, suruh dia anterin kamu pulang."

Tommy menggeleng. "Aku mau di sini aja," ucapnya sambil tersenyum lebar. Dia melangkah ke tempat tidur, lantas duduk dengan kepala tertunduk.

"Nggak, kamu harus pulang." Summer mendekati Tommy dan mengambil ponselnya, hendak menelepon Ramzi.

Tiba-tiba saja, Tommy menarik ponsel itu dan juga tangan Summer hingga terbaring. Meski sedang mabuk berat, pria itu masih cukup bertenaga untuk mengunci Summer di bawahnya.

"Tommy, lepas ..." Summer berupaya melepaskan diri, namun cekalan pria itu begitu kuat.

"Kenapa akhir-akhir ini aku merasa kamu berubah? Kamu mulai jarang angkat telepon aku. Nggak bales chat aku sama sekali. Susah diajak ketemu dan selalu menghindar," cerocos Tommy.

"Kamu juga udah nggak mau diajakin ML. Udah lama banget kita nggak itu, aku pengen sayang ..."

Summer tersentak saat tanpa aba-aba Tommy mencium bibirnya. Dia sudah berusaha memalingkan wajah, akan tetapi pria itu malah menciumi lehernya. Di saat terdesak seperti ini, ada kekuatan yang tiba-tiba membuat Summer mampu mendorong Tommy hingga pria itu berbaring di sisinya.

Summer langsung turun dari ranjang.

Tommy mengoceh tidak jelas, namun energinya sudah mulai habis. Pria itu memejamkan mata dan tertidur pada akhirnya.

Sreekk.

Terdengar suara pintu yang digeser. Winter ke luar dari persembunyian dengan wajah yang teramat masam.

Summer cemas bukan main.

"Dia ..."

Belum sempat Summer mengatakan apa-apa, Winter sudah melangkah lebar mendekatinya, menariknya ke dalam ciuman yang penuh emosi.

Summer bisa merasakan amarah yang begitu besar dari sentuhan yang Winter paksakan. Tubuhnya mungkin akan remuk bila pria itu tidak segera mengendalikan diri.

Emosi Winter masih berlanjut sampai Ia menjatuhkan Summer ke tempat tidur dan menindihnya. Dia mencium kembali bibir wanita itu, makin kasar dan liar. Hal ini dilakukannya dengan sengaja di samping Tommy, sebagai bentuk kemarahan karena pria itu mencium Summer tadi.

Meski merasa sakit di bibirnya, juga di pergelangan tangan yang dicekal terlalu kuat, Summer memilih untuk diam. Dia membiarkan Winter puas melampiaskan emosinya, sekalipun harus melakukan itu dengan Tommy berbaring di sampingnya.

***

Kira-kira gimana ini selanjutnya?

Mereka gituan di samping Tommy?

Kalau penasaran, silakan baca Additional Bab 8 ini di Karyakarsa.

Muraahhh cuma 2000 aja, udah bisa lihat ugal-ugalannya Winter yang lagi cemburu.

Pssstt, ada adegan di dapur segala, pake es batu lagi, wkwkwk.

Pssstt, ada adegan di dapur segala, pake es batu lagi, wkwkwk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kiss Me DangerousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang