Ketika hampir sampai di depan area halaman rumah pharita, pharita meminta ahjussi yang mengemudikan taksi untuk berhenti di sini saja.
"Ahjussi, disini saja." Pinta pharita.
"Eoh??" Ruka tampak bingung, namun pharita tampak seperti terburu buru.
"Gwenchana disini saja.. aku pergi dulu, ruka ssi" ujar pharita kemudian menampakan senyumannya pada ruka. Namun ruka dapat melihat jika raut wajah pharita terlihat pucat.
Ia sempat khawatir namun karena pharita terburu buru pergi akhirnya ruka hanya menyimpan kekhawatiran itu dibenaknya dan berharap jika ia hanya salah lihat karena lampu taksi yang lumayan remang remang.
* * *
Pharita membuka pintu rumahnya dengan sangat perlahan, ia merasa lega ketika lampu rumahnya sudah remang remang gelap, yang bertanda jika keluarganya sudah tidur. kemudian Ia melangkahkan kakinya dengan perlahan dan menaiki tangga diam diam namun...
*klek* tiba tiba lampu di ruang keluarga itu menyala sehingga langkah pharita ditangga terhenti dan berdiri mematung.
"Ini peringatan pertama dan terakhir kalinya kamu bersikap jauh diluar batas seperti ini, pharita" ucap sang appa yang sedang duduk di kursi bacanya, dimana sebelumnya pharita tidak menyadari keberadaanya.
"Kamu pergi tanpa sepengetahuan appa, bahkan kamu tidak bisa dihubungi sama sekali, pharita dengar.." ujar ayah pharita kemudian ia berpindah ke tempat duduk di ruang keluarga.
"Pharita.." belum sempat ayah pharita berbicara, pharita memotong pembicaraannya.
"Justru jika pharita meminta izin, appa pasti tidak memberikannya" ujar pharita dan ia memutuskan untuk duduk di kursi yang berhadapan dengan ayahnya.
*disisi lain, chiquita ternyata mendengarkan pembicaraan antara pharita dan ayahnya dari lantai atas dimana mereka tidak melihatnya. Ia bahkan belum tidur, dimana sejak tadi ia juga sibuk mengkhawatirkan pharita yang tak kunjung pulang.*
"Pharita, kalau terjadi sesuatu dengamu.." ujar sang appa namun kembali di bantah oleh pharita.
"Appa.. apa appa pernah memberi pharita kepercayaan?" Tanya pharita.
"Appa memberi kepercayaan padamu, appa memberikan kepercayaan kepadamu untuk bisa bersekolah di sekolah umum, tapi ternyata beginilah hasilnya.. kamu pulang larut malam, kamu mulai berani membangkang, kamu.." jawab ayah pharita.
"mengapa hakku berbeda dengan chiquita? Appa, aku kakak chiquita.. tapi mengapa appa memperlakukanku seperti anak kecil !!" Pinta pharita menaikan nada tingginya.
"Pharita kamu sadar tidak kondisi kamu seperti apa!!!" Sang ayah merasa tersulut karena pharita sangat keras kepala.
Emosi ayahnya seketika membuat pharita tertunduk. Sepertinya ini pertama kalinya ia dibentak oleh appanya. Bahkan chiquita yang menguping pembicaraannya itu pun ikut terkejut.
Melihat putrinya yang tertunduk dan melihat tetesan air matanya membuat sang ayah mulai khawatir.
"Pharita.." panggil sang ayah mencoba memastikan putrinya yang sedang terisak.
"Appa hanya.." sang ayah mulai terlihat khawatir.
"Appa, aku hanya ingin hidup seperti anak normal lainnya, aku juga ingin bermain bersama teman teman sebayaku, aku juga ingin bersenang senang melihat dunia luar bersama chiquita." Ujar pharita dengan suara yang tampak parau.
"Pharita ssi..." sang ayah menjadi merenung ketika mendengar ucapan pharita.
"Appa, hidupku seperti burung yang terkurung dalam sangkar, aku tidak bisa apa apa. Yang bisa aku lakukan disaat terkurung hanyalah merenungi takdirku.. bahkan aku merasa tak layak menjadi kakak, aku merasa bersalah karena tak pernah berkontribusi apapun pada chiquita, chiquita pasti sedih karena ia pasti merasa tak punya sandaran karena aku tak tahu dengan dunianya..appa.. jebbal.. uhuk uhuk"
KAMU SEDANG MEMBACA
We Are Neighbors, Friends and Family
Teen FictionCerita sederhana ini menceritakan tentang kehidupan tujuh gadis remaja yang berasal dari 3 latar belakang negara yang berbeda dengan karakter yang berbeda pula yang kemudian saling mengenal dikarenakan mereka hidup bertetangga di salah satu komplek...