yh

68 6 0
                                    

"Ini bukan jebakan?" Yunho melirik Seonghwa dengan ekspresi was-was sambil menyedot cappuccino-nya. Mereka duduk di pojokan sebuah kafe kecil yang pencahayaannya cukup remang untuk bikin suasana kayak di film noir.

"Apaan sih, jebakan?" Seonghwa mendengus sambil aduk-aduk Americano-nya yang udah dingin. "Hongjoong dan Mingi tuh temen kita. Mereka gak bakal tiba-tiba jadi detektif dadakan terus nginterogasi lu."

"Iya, tapi kalau tiba-tiba mereka bikin acara roast gue pake jokes aneh gimana? Gue gak siap mental, Hwa. Gue sensitif."

Seonghwa melirik Yunho sambil narik napas panjang. "Lu pikir semua orang peduli banget sama kita? Hongjoong ama Mingi itu lebih sibuk debat soal siapa yang lebih ganteng di grup chat mereka. Chill."

Tapi di balik sarkasme itu, Seonghwa sebenernya gak sepede kelihatannya. Malam sebelumnya dia tidur sambil muter otak, bayangin segala kemungkinan buruk yang bisa terjadi kalau dua temen deket mereka tahu hubungan ini. Apa mereka bakal jadi dramatis kayak adegan sinetron? Atau lebih parah, ngeluarin komentar-komentar yang bakal bikin mereka awkward seumur hidup?

Hari itu tiba. Seonghwa dapat pesan WhatsApp dari Hongjoong, isinya cuma satu kalimat yang bikin dia ngerasa kayak ada polisi dateng ngetok pintu: "Hwa, ke studio sekarang. Gue tau semuanya."

Seonghwa baca pesan itu tiga kali. Napasnya tersendat. Segala teori konspirasi langsung muncul di kepalanya. Apa Hongjoong nemu foto mereka pas lagi mesra? Atau jangan-jangan Yunho keceplosan waktu main game bareng Mingi?

Yunho yang lagi main game di sofa, ngelirik ke arah Seonghwa. "Kenapa muka lu kayak habis ditilang polisi korup?"

"Hongjoong tau, Yun."

Yunho langsung berhenti main dan duduk tegak. "Gue udah bilang, kan! Ini pasti jebakan! Gue udah feeling!"

"Jangan panik dulu, oke? Mungkin dia cuma nebak-nebak." Tapi suara Seonghwa gak kedengeran meyakinkan, bahkan buat dirinya sendiri.

Ketika Seonghwa sampai di studio, suasana di sana terlalu tenang. Hongjoong duduk di depan layar komputer, matanya serius menatap grafik editing lagu.

"Hwa, gue udah lama curiga. Tapi baru sekarang gue mau ngomong langsung."

Seonghwa ngerasa kayak lagi duduk di kursi panas. "Lu curiga apa?" dia nanya, pura-pura bego.

"Lu sama Yunho. Gue tau lu dua-duanya lebih dari sekedar 'temen'. Mingi yang liat langsung, terus cerita ke gue."

Seonghwa diem beberapa detik, terus akhirnya ngomong pelan. "Ya udah, Joong. Iya, gue sama Yunho udah dua tahun bareng."

Hongjoong gak langsung ngomong. Dia berdiri, jalan pelan-pelan ke arah Seonghwa.

"Gue cuma mau bilang, lu gak usah takut. Gue sama Mingi dukung apa pun keputusan lu."

Seonghwa kaget setengah mati. "Serius? Lu gak—"

"Hwa, gue lebih peduli lu bahagia atau gak. Asal lu bahagia, gue gak bakal ambil pusing siapa yang lu cinta."

Seonghwa ngerasa beban yang selama ini dia pikul langsung lepas begitu aja.

Malamnya, dia ketemu Yunho di taman kecil yang biasanya jadi tempat mereka ngobrol santai. Seonghwa cerita semua yang terjadi di studio. "Mereka dukung kita. Mereka bahkan gak drama sama sekali."

Yunho senyum lebar, terus narik Seonghwa ke pelukan. "Liat kan, Hwa? Gak semua hal di dunia ini perlu lu pikirin sampe stres."

Seonghwa ngedongak, ngetawain komentar itu. "Iya, tapi lu inget gak siapa yang pagi tadi hampir nangis gara-gara panik?"

Yunho ketawa, suaranya pelan tapi penuh kelegaan. Dia nunduk, nempelin keningnya ke kening Seonghwa.

Seonghwa diem sebentar, ngerasain kehangatan dari napas Yunho. "Kita udah sejauh ini. Dan gue gak mau ke mana-mana."

Waktu makin malam, mereka pindah ke apartemen Yunho. Mereka duduk di sofa, ngobrol ngalor-ngidul sambil makan pizza yang dibeli di jalan. Tapi suasana berubah pelan-pelan. Percakapan mulai sepi, dan tatapan Yunho ke Seonghwa berubah jadi lebih dalam.

"Hwa..." suara Yunho pelan, nyaris berbisik.

"Hmm?"

"Gue cinta lu. Tapi gue yakin lu udah tau itu." Yunho nunduk sedikit, bibirnya nyaris nyentuh telinga Seonghwa.

Seonghwa ketawa kecil, tapi dia bisa ngerasain degup jantungnya sendiri yang makin cepet. "Gue gak buta. Tapi tetep enak denger lu bilang itu."

Yunho narik Seonghwa mendekat, tangannya nyentuh pinggang Seonghwa dengan lembut. Seonghwa gak nolak, malah nempelin tubuhnya lebih rapat.

Ciuman pertama malam itu pelan, kayak sapuan kuas di atas kanvas. Tapi makin lama, intensitasnya naik. Seonghwa ngerasain tangan Yunho bergerak naik, sementara dia sendiri mulai lupa dengan semua beban yang tadi siang sempet bikin dia stres.

Lampu di ruang tamu mati otomatis, nyisain cahaya bulan dari jendela besar apartemen. Suara mereka cuma desahan pelan yang terputus-putus di tengah keheningan malam. Seonghwa gak perlu nutupin apa pun lagi. Malam itu adalah milik mereka berdua, tanpa rahasia, tanpa beban.

Exquisite Episode • All × SeonghwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang