SABRINA 2 - BAB 6

8 4 4
                                    

Sesampainya di rumah kembali, terlihat hanya tinggal beberapa orang saja yang masih berada di sini. Aku melewati beberapa orang-orang yang masih menunggu di teras rumah. Ada seorang pria yang terlihat tidak jauh usianya denganku. Dia menggodaku saat ingin masuk ke dalam rumah.

"Ternyata istri-Nya cantik juga ya, bolehlah ya," ujar pria ini kepada salah satu pria di samping kanannya. Aku mencoba menghiraukan dan tetap berjalan untuk masuk ke dalam rumah, tetapi dia mencoba menyentuh pergelangan tanganku. "Jangan buru-burulah!"

Seketika aku mengkibaskan tangan yang dia sentuh, pria itu terlempar hingga membentur dinding teras rumah ini. Aku melihat ke arah jemari, aku sangat bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Aku merasa tidak layaknya orang normal pada umumnya. Revan keluar dari dalam rumah dan melihat orang-orang ramai membantu pria itu untuk bangkit. Seorang ibu seketika cetus kepadaku dengan menunjuk-nunjuk wajahku.

"Kamu punya ilmu hitam ya, dasar perempuan nggak benar!" cetus ibu itu.

Aku menggeleng-gelengkan kepala cepat sambil mengigit jemari. Aku sangat kebingungan dan cemas sekarang. Aku tidak bisa mengontrol pikiranku saat ini. Aku tidak bisa berada di situasi yang seperti ini, aku trauma.

"Udah, ayuk, kita pergi! Pasti di sini pakai ilmu nggak benar!" teriak ibu itu dan mengajak semua untuk pergi meninggalkan rumah ini.

Aku masuk ke dalam rumah sambil menangis tersedu-sedu. Semua karena ulahku usaha Revan selama ini menjadi sia-sia. Bibi menanyakan keadaanku, aku mengabaikannya, dan tetap berjalan menuju kamar. Aku duduk di tepi tempat tidur, badanku gemetar, aku tidak tahu harus berbuat apa, aku hanya bisa menangisi keadaan saja.

"Sab," sapa Revan dari pintu masuk kamar yang menyusul langkahku.

"Udah kamu di situ saja, jangan dekat-dekat sama aku. Nanti kamu bisa celaka, Revan!" Aku menangis tersedu-sedu saat menjelaskannya.

Revan tetap mendekati dan duduk di belakangku. Dia hanya diam tanpa sepatah kata terucap dari mulutnya. Aku masih meneteskan air mata, rasanya tidak percaya aku bisa melakukan semua itu, sungguh di luar kendaliku.

Sekitar sepuluh menit, aku saling diam tanpa ada pembicaraan yang dimulai baik dari pihak Revan mau pun dariku. Aku berinisiatif untuk memulai pembicaraan dengannya.

"Van," sapaku sambil menghapus air mata.

"Iya," sahutnya lemas.

"Aku minta maaf, Van. Tolong jangan diemin aku. Aku butuh kamu," ujarku yang masih membelakanginya.

Revan langsung memelukku dari belakang. "Aku di sini."

Aku mengelus kedua tangannya yang memeluk pinggangku dari belakang. Aku sangat yakin banyak pikiran yang menghantamnya kali ini, pasti dia berpikir bahwa usahanya untuk membantu orang akan sirna begitu saja karena kehadiranku di kehidupannya. Aku mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, agar menjadi tidak serumit ini.

"Orang tadi godain aku, Van. Dia nyentuh pergelangan tanganku dan aku coba melawan. Aku hanya ingin menghindar tetapi dengan satu kibasan tanga dia terlempar. Kamu sampai dipikir pakai ilmu nggak benar sama ibu tadi hanya karena aku, Van. Aku emang nggak ada gunanya di hidup kamu." Aku meneteskan air mata.

Revan membalikkan tubuhku ke arahnya. "Ssshhh, udah lupain, ya. Kalau kita ikhlas, pasti ada jalan kok. Jangan dipikirin lagi ya. Maaf udah diemin kamu tadi." Aku hanya mengangguk. Dia meraih tubuhku dan mendekapku erat.

Aku tiba-tiba merasa mual saat ini. "Uweeee!" Aku langsung bergegas ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutku.

Revan menyusulku. "Kamu kenapa, Sab?" Revan menggosok-gosok punggungku.

Aku membersihkan muntahanku. "Aku nggak apa-apa kok, Van. Hanya agak mual aja."

Revan membantuku berjalan ke tempat tidur dan merebahkan tubuhku di kasur. "Sayang," panggilnya setelah itu.

"Iya, Van?"

"Kamu nggak mau nyoba tes kehamilan?" tanya Revan ragu.

"Hemm, boleh, Van. Tolong belikan di supermarket ya. Aku nggak kuat jalan, kepalaku pusing," jelasku lemas.

"Ya sudah, sebentar ya, kamu nggak apa-apa kan, aku tinggal sebentar?" tanyanya dengan senyum semringah.

Aku mengangguk. "Iya, nggak apa-apa, Van."

Dia bergegas pergi dengan semangat. Aku sangat yakin, dia sangat berharap untuk memiliki seorang anak. Di satu sisi, aku merasa senang melihat semangat Revan, tetapi di sisi lain, aku menjadi takut jika mengecewakannya dengan hasil yang tidak sesuai harapan.

Setelah Revan kembali dari supermarket, aku langsung melakukan tes kehamilan di kamar mandi. Revan senantiasa menunggu di depan. Aku sangat yakin, dia mengharapkan hasil positif. Jantungku berdebar sangat kencang. Aku duduk di kloset yang tertutup. Aku menunggu hasil yang akurat sekitar beberapa menit dan ternyata garis hanya satu. Aku meneteskan air mata, entah bagaimana aku bisa menjelaskan kepadanya yang menunggu kabar baik di luar sana. Aku mencoba memberanikan diri untuk keluar dari kamar mandi untuk bertemunya.

"Gimana, Sab?" tanyanya semangat. Aku hanya menunduk dan menggeleng pelan. Dia sudah mengerti apa maksudku. Dia memegang kedua pipiku agar dapat menatapnya. "Nggak apa-apa, Sayang, mungkin belum rejeki." Dia melontarkan senyuman. Aku hanya mengangguk dan tersenyum ragu. "Kamu istirahat ya, sepertinya kamu udah kelelahan sama kegiatan sehari-hari. Mau aku bikinin, apa? Teh manis hangat, mau?"

Aku menggeleng dan tersenyum. "Nggak, aku hanya mau kamu temenin aku di kamar. Boleh, nggak?" tanyaku ragu.

"Ya boleh dong!" Dia langsung merangkulku berjalan ke kamar dan mendekapku di atas tempat tidur. Rasanya sangat nyaman berada di dekapan Revan.

***********************************************************************************************

Jadi sebenarnya Sabrina punya kekuatan apa, ya? Apakah kalian penasaran juga? 

Follow aku dulu yuk, agar kalian dapat notifikasi untuk cerita terbarunya. Jangan lupa untuk vote dan berikan komentar setelah membaca karena support kalian sangat berharga. Tunggu kelanjutan cerita SABRINA 2: CIRCLE OF DARKNESS NEW VER. yang akan di-upload setiap Sabtu pukul 15:00 WIB. Stay tune!

See you and thank you, everyone!


Warm Regards,

INDRI HELWINA

SABRINA 2: CIRCLE OF DARKNESS (New Ver.) - ON GOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang