14❤️‍🩹

12 0 0
                                    

》》Hari Baru Sifat Baru 《《

Tanpa butuh waktu lama keesokan harinya Jehan mengajak Danika untuk bertemu dengan kedua orang tuanya di rumah.

Jehan tidak main-main soal pernikahan, meski sudah pernah gagal sebelumnya.

"Nika, Mama pangling banget lihat kamu. Cantik," puji Mama Jehan.

Danika yang duduk dihadapannya tak kuasa menahan senyum. "Terima kasih Mah," jawab Danika malu-malu.

"Sebenarnya Papa kaget Jehan bilang mau nikah lagi, tapi pas dibawa ternyata calonnya kamu Papa udah nggak perlu ngasih wejangan panjang lebar karena kalian kan udah kenal lama." Papa Jehan diam sejenak sambil tersenyum ke arah Danika. Jauh di dalam hatinya pria paruh baya itu bahagia anak sulungnya kembali mendapat pasangan, tapi tetap ada rasa khawatir yang terbersit.

"Danika kan sudah tau ya pengalaman Jehan seperti apa, jadi kalau memang mau ke jenjang yang serius kalian harus benar-benar saling memahami dulu. Tidak ada orang yang mau tercebur ke lubang yang sama. Kalian paham kan maksud Papa?"

Danika menganggukan kepala. "Paham Pah."

"Jehan juga nggak akan gegabah soal pernikahan Pah, Mah. Biar Jehan sama Danika saling mengenal lagi," ucap Jehan.

"Ya sudah Papa Mama pamit dulu ya, kalian lanjut lagi ngobrolnya."
Mama Jehan mengajak suaminya untuk bangkit setelah berpamitan dengan putra sulung serta calon mantunya.

Setelah orang tua Jehan pergi keadaan menjadi sepi. Untuk mengusir rasa canggung, Danika beranjak dari tempat duduknya.

"Rumah kamu nggak banyak berubah ya Je." Danika berucap sambil memperhatikan setiap sudut ruang tamu rumah Jehan. Danika tidak asing dengan tempat itu karena dulu hampir setiap hari ia berkunjung. Entah itu membahas pelajaran dengan Jehan atau hanya sekedar main-main saja.

Jehan yang berada di belakang Danika pun mengangguk. "Cuma ganti beberapa perabotannya aja."

"Iya bener, dulu kan disini ada meja kecil ya." Danika tunjuk sudut ruangan dekat meja televisi.

"Dipindahin ke kamar Winy."

Danika antusias berbalik badan mendengar nama Winy.
"Eh iya Je, gimana kabar Winy? Udah lulus belum? Cantik banget pasti sekarang."

Winy adik perempuan Jehan satu-satunya. Tidak hanya dengan Jehan, Danika juga sangat dekat denga Winy. Danika bahkan sering mengajaknya menginap jika hari libur sekolah.

"Sebentar lagi wisuda dia."

"Udah punya pacar belum?"

Jehan angkat kedua bahunya. "Nggak jelas, gonta ganti mulu. Pernah ada beberapa cowok yang diajak kesini, tapi jarang awet."

Danika lanjutkan lagi langkahnya menelusuri ruangan.
"Biarin, dia mungkin lagi seleksi. Daripada nanti udah nikah taunya salah pilih orang."

"Nyindir aku nih?" Jehan micingkan mata.

Danika meringis sedikit lalu cubit pipi Jehan sepintas. "Maaf ya, aku nggak maksud gitu. Apa aku jodohin aja ya Winy sama temen kantor?"

"Ngapain? Biar dia cari sendiri pasangannya."

"Ish aku mau kenalin juga nggak sembarangan. Sama yang udah stabil ekonominya, punya rumah sama kendaraan pribadi. Plus jabatan yang enak di kantor."

"Sepenting itu jabatan sampe kamu sebut juga?"

Danika anggukan kepala dengan yakin. "Ekonomi mapan itu harus. Jabatan juga terkadang ngaruh lho di kehidupan."
Senyum miring Danika berikan pada Jehan. "Dulu kamu pernah bilang gitu kan ke aku?"

Jehan DanikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang