BAB [11]

4 2 0
                                    

Sudah berapa lama Serena sibuk mencari keberadaan Senja. Namun, satupun tanda kehilangan anak itu tidak ada.

Ia terus berusaha mencari keberadaan Senja hingga ia lupa untuk tidur nyenyak dan makan hingga kenyang.
Senja bagaikan matahari untuk bumi. Namun, matahari itu tidak muncul untuk kali ini, yang ada hanyalah mendung dan angin yang dingin.

Matahari muncullah sebentar dan beriman kehangatan pada bumimu ini.

"Aku berdoa agar Pak Asta berada di bebatuan laut." Serena terus berdoa, Asta adalah satu-satunya orang yang sering ditemui Senja, dan satu-satunya orang yang menolong Senja dalam bahaya beberapa bulan yang lalu.

Keberadaan Serena berada dijalanan mendekati tempat yang biasanya Asta tempati.

Samar-samar mata gadis itu melihat seseorang yang duduk memandangi indahnya lautan.

Serena menghentikan motornya, turun tergesa-gesa dan berlari ke arah orang tersebut. "Pak Asta?!"

Pria yang berada di bebatuan tersebut berbalik karena mendengar teriakan namanya. "Pak!"

Asta berdiri menyambut Serena yang sudah berada di hadapannya. Rasanya ngos-ngosan.

Serena menatap Asta yang nampak kebingungan. "Pak, maaf tidak sopan. Bisakah saya meminta bantuan?"

Tidak ada jawaban dari Asta, pria itu hanya menunggu jawaban pasti dari Serena. "Beberapa hari kemarin Senja di culik Pak, apakah bapak tahu dimana dia?"

"Dia diculik, tidak mungkin saya tahu," jawab Asta.

"Bapak kalau menemukan jejak Senja, bisa laporkan ke saya? Saya benar-benar minta tolong." Wajah Serena terlihat sangat khawatir, dari raut wajahnya dapat dilihat dengan jelas.

Asta mengangguk. Senyum Serena mengembang lalu berterimakasih kepada Asta, dan berlalu pergi dari sana. Ada sedikit rasa kekecewaan dalam hati Serena, bahwasanya Asta tidak khawatir selebihnya tidak tahu keberadaan Senja dimana.

"Aku harus mencari mu kemana lagi, Senja." Motor yang dikendarai Serena berlaku cepat menuju rumah Senja. Ia memilih untuk berehat sejenak, lalu melanjutkan kasus Senja yang hilang.

.
.
.

Disisi lain, Ainun nampak lesu di teras kamarnya, ia menikmati angin yang berhembus dingin di seluruh badannya.

"Senja, bagaimana kabarmu," gumam Ainun.

Seorang ibu itu sangat memperhatikan anaknya, Senja. Mereka berpisah 15 tahun yang lalu, terkadang mereka bertemu di tempat sepi agar John tidak tahu. Mereka berpisah karena seorang pria yang menjadi kepala keluarga.

Ainun sepertinya ingin mati saja, rasanya kepada John hanya sedikit, namun rasa sepenuhnya ada pada anaknya yaitu, Senja.

Mengandungnya selama 9 bulan bukanlah waktu yang sebentar, ia harus berjuang antara hidup dan mati saat mengerang kesakitan mengeluarkan anaknya itu dari dalam perutnya.

Namun, perjuangannya itu tidak di anggap sama sekali, hanya karena ia melahirkan seorang anak berjenis perempuan.

"Dunia tidak adil kepada gadis cantik sepertimu." Ainun memeluk dirinya sendiri menggunakan kedua lengannya.

"Di Kehidupan selanjutnya, bertemulah dengan keluarga yang menyayangimu, tidak seperti ibumu ini yang tidak berdaya saat kamu di hina oleh ayahmu sendiri." Air mata berhasil menetes di benak wanita itu.

KALASTA [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang