22. Gamang

50 8 3
                                    

Sampai dirumah, Lessa menengok ke arah garasi, dan melihat mobil dan motor Riki sudah terparkir disana. Menghela nafas panjang, Lessa mecoba menguatkan dirinya untuk berbicara dengan Riki.

2 hari yang lalu berakhir dengan begitu saja setelah Riki melepaskannya meski ada perdebatan diantara mereka.

"Lo udah kelewat batas, Rik. Sampai kapanpun, gue cuman adik lo, gak lebih. Tolong, jangan persulit hubungan keluarga kita."

Lessa masih berada dalam pelukan Riki. Bahkan ia tak beranjak seinci pun dari pelukan erat itu. Saling menatap satu sama lain, Riki dengan pandangan putus asanya, dan Lessa dengan amarah yang mulai tersulut dalam dirinya.

"Semua nya udah rumit sejak papi bilang akan nikahin mimi."

"Rumit buat lo, jangan salahin papi atas perasaan lo itu."

Riki terdiam dengan yang Lessa katakan. Ia semakin putus asa saat bagaimana Lessa terlihat enggan membalas perasaannya. Ya, Riki tau bahwa Lessa saat ini masih memiliki perasaan pada Jerico, maka dari itu pastilah gadis itu tak akan membuka hati untuknya.

Perlahan, keningnya mendarat di pundak kecil Lessa dengan lengan yang kembali mengeratkan pelukannya pada tubuh kecil adiknya itu.

"Rik-"

"Biarin gini bentar, Ssa. Gue butuh bahu lo."

Lessa terdiam sesaat mendengar suara Riki yang terdengar berat. Hingga akhirnya, gadis itu membiarkan Riki memeluk tubuhnya, membiarkan bahu nya menjadi tempat Riki bersandar.

Memikirkan hal itu, membuat pikiran Lessa rasanya buntu. Kenapa Riki menyalahkan pernikahan kedua orang tua mereka? Apa hal yang sebenarnya terjadi dan sejak kapan Riki menyukainya. Semua nya menjadi pertanyaan yang tak mendapat jawaban saat ini bagi Lessa, dan dirinya harus menyelesaikan masalah ini dengan Riki sebelum kedua orangtua mereka kembali.

Tapi begitu mengamati keadaan rumah, Lessa memilih membersihkan diri terlebih dahulu. Hampir 1 jam Lessa sibuk dengan rutinitas pribadinya.

Mengambil ponsel, dirinya mencoba untuk menghubungi Riki terlwbih dahulu. Entahlah, Lessa rasa ia tak berani untul sekedar mengetuk pintu kamar Riki saat ini.

Tak ada jawaban dari panggilan tersebut, bahkan mencoba mengulang sebanyak 3 kali pun, Riki tak menjawabnya. Apa lelaki itu marah padanya? Entahlah.

Mungkin saat ini memang bukan waktu yang tepat untuk bicara dengan Riki. Dan tidur adalah jalan satu-satunya bagi Lessa untuk menjernihkan pikirannya saat ini.

***

"Lessa?"

Joshua mengangguk sebagai respon saat Jerico menyebut nama yang akan menjadi seksi humas nanti ketika makrab besok.

"Katanya anaknya suka bolos kalau pertemuan, makanya pada disaranin ni anak biar punya job dan gak bolosan lagi."

"Kalau tau anaknya malasan begitu, harusnya lo pada gak nekat jadiin dia humas, ntar kalau gak tanggung jawab, gimana?"

"Anak-anak dari divisi dia yang milih. Si Anton juga iya-iya aja temen-temen nya nyaranin nama si Lessa ini. Btw ni ya, katanya ni cewek cantik tapi sayangnya galak. Trus alasan mereka milih, biar mastiin kalau ni cewek ikut makrab ntar."

Jerico tersenyum kecil mendengar alasan anggotanya untuk menjadikan gadis bernama Lessa ini sebagai anggota humas, dengan alasan yang receh.

"Yang penting pastiin anaknya gak lalai. Kalau sampai dia lalai, sanksi tetap berlaku."

"Yoi, pasti."

Setelahnya Jerico kembali fokus melanjutkan tugas kuliahnya. Meskipun aktif organisasi, Jerico termasuk mahasiwa yang gercep soal agenda kuliahnya. Sekiranya ia memiliki waktu senggang, Jerico lebih mentingin tugas dulu ketimbang nongki, ntar kalau udah selesai, baru tuh mau di bar ampe subuh juga diladenin sama dia.

Annoying step brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang