Plak!Tamparan keras mendarat di pipi kiri regi hingga kepalanya tertoleh. Pria di hadapannya mengepal keras tinjunya menatap regi penuh emosional. "kamu mau jadi apa sebenarnya?! Apa tempat tinggal yang nyaman dan hidup kaya tidak cukup untuk kamu nurut jadi anak baik? Jawab!"
Regi hanya diam menunduk, dua tangannya terkepal kuat, rahang nya mengeras dengan jantung nya yang sudah berdegup tak karuan dan raupan nafas kasar, berusaha tetap diam meski perkataan pria di depannya begitu menyakiti hati dan perasaannya.
"kamu tidak bisa mencontoh kakak mu sedikit saja? Setidaknya jika tidak bisa jangan membuat ulah! Apa enak luka mu itu hah!"
Regi akan diam jika saja pria yang bersetatus ayah nya itu tidak membahas sang kakak, tapi sepertinya setiap kesalahan yang ia lakukan akan selalu menyangkut kakak nya.
Kepala regi terangkat menatap ayah nya dengan kecewa, bukan lagi amarah seperti tadi. "satu hal yang ayah gak kasih ke aku, kasih sayang sebagaimana kalian yang selalu membanggakan kak levi." ucap regi bergetar, bahkan bibirnya tak dapat bohong. Ia ingin menangis, hanya saja terlihat lemah di depan ayah nya hanya akan menambah masalah baru untuk nya.
"sudah berani menjawab berarti sudah jago ya?" tanya pria itu meremehkan sembari melepas ikat pinggang nya.
Ruangan luas kosong yang hanya di isi keduanya kini senyap berganti suara pukulan dan ringisan dari mulut regi, dan jauh dari ruangan tersebut, di atas tepatnya ruang makan ada levi dan ibu nya sedang makan dengan hikmat.
Mulut levi berhenti mengunyah dengan pandangan menatap perempuan di sebrang nya. "ayah mana mom?" tanya levi mengalihkan pandangan perempuan yang tadinya menatap piring kini menatap dirinya.
"mungkin lagi kasih adek kamu hukuman."
Kerutan jelas tercetak di dahi levi dengan wajah heran. Mengapa orang tuanya selalu saja membeda bedakan tentang didikan, dan soal bodoh maupun pintar bukan lah keinginan setiap anak. "emang regi buat masalah apalagi? Perasaan nilai dia udah lumayan di semester ini."
"ketahuan berantem. Udah ya, kamu abisin makanan kamu abis itu berangkat ke sekolah."
Levi mendadak tak berselera makan, ia menyudahi kegiatan nya dan langsung pergi begitu saja tanpa pamit.
~
"lama amat!" protes rafa menatap tiga orang di depannya bergantian dengan wajah kesal.
"eh kampret! Gua harus diem diem keluar rumah cuma buat jemput lo sepagi ini!" balas nino lebih kesal lagi, pemuda itu membuka masker nya dengan kasar dan hanya menyisakan topi serta hoodie berwarna putih.
"istri lo mana?" tanya olin yang hanya mendapati rafa berdiri di luar pagar rumahnya dengan boxer putih dan kaos polos abu abu.
"ngambil barang nya." jawab rafa mengalihkan tatapan kesal nya pada nino yang kini duduk di atas motornya.
"tujuan kalian kemana?" tanya galio yang di balas gedikan bahu oleh rafa. "kemana aja asal jauh dari sini." jawabnya terlihat bingung. Tak lama dari itu, lulu keluar dengan membincing tas nya setelah tadi berpamitan pada kedua mertuanya.
Lulu menatap ke empat pemuda yang benar benar masih labil di matanya, "ayok kak." suara rafa menyadarkan lulu untuk menoleh menatap remaja labil yang bersetatus suaminya. Entah harus sedih atau marah tapi nampak tak ada gunanya.
"kemana?" pertanyaan lulu menghentikan langkah rafa yang berjalan menuju mobil galio. Ia berbalik menatap lulu kikuk, "em kos kakak." jawab rafa spontan tanpa berfikir karna hanya itu saat ini tempat yang ia ingat.
Lulu menghela nafas sebelum akhirnya berjalan menuju mobil galio dengan si pemiliknya sudah lebih dulu berada di dalam.
~

KAMU SEDANG MEMBACA
married my teacher ( LuRah )
Teen Fiction"jadi guru, berhemat, menabung dan yang paling penting kehidupan tenang setelah di bantai perkuliahan." setidaknya itulah list sabila lulu sebelum dirinya di pertemukan lima murid wajah polos yang menyimpan sejuta rahasia. ketenangan nya yang terusi...