"buahaha muka lo raf." tawa ketiga sahabatnya pecah kala melihat sebelah pipi rafa merah dengan bentuk telapak tangan lengkap lima jari.
Rafa mendengus sebal, ia ambil bantal sofa di belakang punggungnya dan melempar ke depan yang mengenai nino karna berada tepat di tengah.
Tawa ketiganya mereda di gantikan wajah nino yang sebal, olin di sebelah kiri nino berpindah duduk ke kursi di samping nya. "lagian main bawa bawa anak orang, ya pasti di gampar." kata olin masih menahan tawa dengan senyum tengilnya hingga gigi ginsul miliknya terlihat.
"kalo di cium, ke enakan rafa nya." timpal regi langsung di sambut tatapan maut dari rafa.
"biasa aja kali raf, salah lo juga, mana pake bilang tunangan lagi." ujar nino sambil meraih toples cemilan di meja tepat di tengah mereka.
"lain kali kalo ngomong di pikir dulu mangkanya." seru galio berjalan mendekat setelah tadi selesai membuat air minum nya sendiri di meja bar kecil yang berada di ujung pojok ruangan. Bokong nya mendarat tepat di sebelah rafa yang masih menekuk kesal wajahnya.
Rafa diam tak membalas, walau wajahnya terlihat kesal tapi berbeda dengan pikiran dan hatinya. Pikirannya terus memikirkan wanita itu apalagi saat teringat ketika ia yang di tampar di depan kos setelah ikut turun mengantarnya.
Walau marah tapi ia tak bisa untuk sekedar berkata pada wanita itu apalagi membentak nya, bahkan ia malah tersenyum saat di tampar.
"ah sial!" umpat rafa tiba tiba mengusap wajahnya kasar.
"dari pada bahas tu cewek, mending atur balapan entar malem." ucap regi memecah keheningan. Olin yang tadinya sibuk bertukar pesan dengan pacar kini melirik teman temannya.
"inget anak SMA utara yang ngajak duel waktu itu gak?" tanyanya yang kini menjadi pusat perhatian teman temannya.
Nino nampak berfikir dengan kerutan di keningnya, "yang rambut mulet sama ada tato uler di tangannya itu bukan?" tanya nino menerka yang di jawab anggukan oleh olin.
"apa untungnya balapan ama curut?" tanya rafa yang kini sudah memejamkan mata menengadah ke atas. Tubuhnya yang bersandar ke sofa, kedua tangannya terbuka ke sisi kiri dan kanan sofa sedangkan kakinya berada di atas meja kaca.
"tapi motor mereka lumayan kalo menang taruhan, setidaknya cukup lah buat party seminggu." seru nino bersemangat.
"masalahnya anak kampung kayak mereka takut curang aja, gak mungkin dengan berani taruhan motor." kata regi, galio nampak menimang sebelum akhirnya buka suara.
"atur aja jam nya," katanya kini sudah berdiri di susul ponselnya yang berdering. "hmm...iya aku pulang." setelah memutus sambungan, ia pamit pada teman temannya untuk meninggalkan bascamp mereka.
"sekalinya ngomong langsung cabut." ucap nino menatap sekilas punggung galio yang sudah menghilang di balik pintu keluar.
"kayak nya kita juga harus balik, udah jam 5 sore." ujar olin mengambil jaket nya di atas sofa sebelahnya.
"kelamaan curhat, otw ceramah ini mah." dumel nino ikut bergegas meninggalkan bascamp di ikuti rafa, olin dan regi.
~
"bagus ya jam 6 baru pulang! Dari mana aja kamu!"
"mi ampun aduh sakit! Pap tolongin dong." rafa meringis bukan main kala telinganya di tarik oleh wanita yang adalah mami nya, sedangkan sang papi hanya menatap kasihan tanpa berniat menolong karna pikirnya pasti percuma dan ia akan ikut di salahkan.
"ck, mandi! Habis itu makan." titah wanita itu yang sudah melepas jeweran di telinga sang anak.
Rafa merenggut cemberut, ia usap telinganya yang tadi di jewer terasa panas. Dengan langkah gontai ia dekati sang papi di meja makan tengah menyeruput kopi di sore hari dengan tap di tangan kanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
married my teacher ( LuRah )
Fiksi Remaja"jadi guru, berhemat, menabung dan yang paling penting kehidupan tenang setelah di bantai perkuliahan." setidaknya itulah list sabila lulu sebelum dirinya di pertemukan lima murid wajah polos yang menyimpan sejuta rahasia. ketenangan nya yang terusi...