🏫 Chapter 3

28 4 0
                                    

‼️️Typo(s) everywhere

Chapter 3

Sekarang, tidak ada lagi satupun mahasiswa baru yang tidak menganggap serius aturan kampus. Beberapa dari mereka mengeluarkan ponsel mereka dan mencoba untuk menghubungi dunia luar, tetapi akhirnya mereka semua meletakkan ponsel mereka dengan ngeri dan memegangi kepala mereka dengan putus asa.

Ponsel mereka tidak memiliki sinyal di sini.

"Se-Senior, apa yang sebenarnya terjadi di sini..."

Mahasiswa baru yang memberanikan diri untuk bertanya itu mendapatkan tatapan simpati sebagai balasan, "Kamu akan tahu setelah selesai mendaftar. Jika kamu takut, ingat saja satu hal — jangan melanggar aturan."

Hal itu disebutkan dalam surat penerimaan bahwa mereka seharusnya tidak datang lebih awal; datang terlambat atau tidak datang sama sekali.

Para mahasiswa baru tidak berani datang terlambat atau tidak datang, jadi mereka hanya bisa meninggalkan penginapan dengan ketakutan dan menuju ke universitas yang berjarak dua ratus meter dari situ untuk menyelesaikan pendaftaran mereka.

Lin Yi, yang pergi bersama kerumunan, menoleh ke belakang setelah berjalan beberapa jauh.

Penginapan itu adalah rumah dengan dua lantai dan tidak terlihat jauh berbeda dari penginapan di kota kecil lainnya. Penginapan itu tidak memiliki papan nama tetapi ada sebuah papan pemberitahuan yang didirikan di depan pintu: Penginapan khusus mahasiswa, dosen, dan staff di Universitas Teknik Tidak Wajar.

Dibandingkan dengan mahasiswa baru yang terlihat pucat, para senior tampaknya sudah terbiasa dengan kematian. Alih-alih melaporkannya ke polisi, mereka secara metodis memasukkan mayat-mayat itu ke dalam kantong jenazah.

Lin Yi melirik mereka. Ada enam atau tujuh kantong jenazah dan orang-orang itu terus menyeret semua mayat keluar dari penginapan.

Banyaknya kantong jenazah menunjukkan jumlah orang yang meninggal pada malam sebelumnya.

Senior dengan social bull itu sedang berjongkok di depan kantong jenazah, dengan kaki disilangkan dan rokok yang terselip di bibirnya. Sepertinya dia memiliki sedikit kecanduan merokok. Tidak semua orang bisa membuka kantong jenazah, melihat mayat yang hancur, dan masih ingat untuk menjentikkan abu rokok ke tanah.

"Masih ada lagi?" tanya Qin Zhou.

"Tidak, semuanya sudah ada disini." Seseorang di sebelahnya menjawab. Meskipun dia sudah terbiasa dengan orang mati, dia masih tidak sanggup untuk menatap ke arah kantong jenazah.

"Tujuh." Qin Zhou menutup resleting kantong jenazah dan berkata dengan nada yang sulit diartikan, "Banyak sekali mahasiswa baru yang tidak patuh di angkatan ini."

Tiba-tiba, Qin Zhou teringat sesuatu dan bertanya, "Anak menyebalkan yang aku minta kamu bawa kemarin."

Sambil berbicara, dia melirik ke arah kantong jenazah, "Apakah dia ada di antara mereka?"

"Dia masih hidup." Orang yang menjawab mencoba mengingat-ingat: "Dia sangat patuh. Ketika dia bersama kami, dia tidak bertanya apapun. Kami menyuruhnya untuk tinggal di sini semalam dan dia bekerja sama tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dibandingkan dengan semua mahasiswa baru yang berisik, dia adalah yang paling pendiam. Dia tidak terlihat begitu menyebalkan."

Qin Zhou menatapnya. "Siapa menurutmu yang lebih normal? Mahasiswa baru yang berteriak-teriak, menyebut kita orang sakit atau seseorang seperti dia?"

Orang yang menjawab itu terdiam.

Qin Zhou berdiri. "Kopernya penuh dengan pisau."

"Hah?"

"Kamu pikir aku bercanda saat aku bilang untuk mengancamnya dengan melaporkannya ke polisi?" kata Qin Zhou, "Jelas dia datang kesini dengan persiapan. Dia mengetahui situasi di sini."

BL | Aku Membongkar Satu Lagi Urban Legend KampusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang