04 | ASISTEN MAGANG

840 40 1
                                    

Aku selalu kepo sama demografi para pembacaku. Yang aku tahu paling jauh baru Malaysia sama Taiwan. Se-kota sama aku juga ada. Nah, kalau kalian?


***

"Kontak kamu kok nggak ada foto profilnya?"

Ullie bangkit berdiri sambil menunjukkan senyum terbaiknya, lalu mengeluarkan ponsel dan menyimpan kontak Fabian dengan nama PAK BOS. Semuanya huruf kapital.

"Ternyata belum kamu simpan," gumaman Fabian terdengar cukup keras. "Chat salah sambung yang nggak sopan tadi memang mau kamu kirim ke mana?"

"Ke temen saya." Ullie bersiap-siap pulang. "Saya udah dimaafin kan, Pak?"

Fabian menaikkan sebelah alisnya tinggi-tinggi. "Jadi kamu ke sini karena mau nyogok saya?"

Ullie mendesah lesu. "Saya khawatir Pak Bian pecat saya. Saya banyak melakukan kesalahan belakangan ini."

"Saya nggak pernah pecat orang sembarangan."

Ullie tak percaya. Rumor yang selama ini didengarnya mengatakan sebaliknya. "Banyak yang bilang kalau Bapak sering pecat orang. Dalam setahun terakhir, Bapak sudah pecat empat orang."

"Kamu tahu alasannya?"

Ullie menggeleng.

"Tiga orang dari mereka saya pecat karena menjual informasi rahasia perusahaan. Sisanya dipecat oleh Andrea karena nggak becus bekerja. Asal tahu saja, Andrea adalah orang yang paling disiplin di perusahaan."

Ullie baru tahu tentang ini.

"Kamu ke sini naik apa?" tanya Fabian.

"Ojek."

"Tunggu di sini, saya ambil kunci dulu."

"Saya bisa pulang sendiri. Pak Bian pasti capek, mending istirahat di rumah," ucap Ullie saat Fabian kembali dengan kunci mobil di tangannya.

"Terlalu malam buat cewek pulang sendirian." Fabian melihat ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 22.30. "Saya lakukan ini demi ketenangan saya sendiri. Sudahlah, cepat ambil tasmu!"

Ullie menurut saja karena terlalu lelah untuk berdebat. Hitung-hitung dia bisa hemat ongkos dan curi-curi waktu untuk tidur di perjalanan.

"Kalau tidur, saya lempar kamu ke jalan!"

Ullie cemberut. Ternyata Fabian bisa membaca pikirannya.

Selama di perjalanan, Fabian tak menyalakan radio ataupun lagu di mobilnya. Suasana sangat hening. Ullie jadi bingung harus melakukan apa. Apalagi jalanan masih saja macet padahal sudah larut malam.

"Pak, ajak saya ngobrol, dong!"

Fabian menoleh sekilas, agak terkejut dengan nada Ullie yang terdengar kelewat santai. "Kamu mau diajak ngobrol tentang apa?"

"Apa aja. Asal jangan masalah kerjaan. Pusing kepala saya entar."

Fabian tersenyum simpul. Mungkin ini kebiasaan Ullie saat terlalu mengantuk. Tidak sopan. Dan tidak ada takut-takutnya.

"Kamu tinggal di rumah bareng keluarga?"

Ullie menggeleng. "Sama temen. Dia lagi koas di RS Bunda. Calon dokter."

"Kalian nyewa rumah? Ngontrak?"

Lagi-lagi Ullie menggeleng. "Itu rumah Mas Anton. Kakak saya. Sekarang dia tinggal sama Mama buat jagain Mama. Mumpung belum nikah, saya disuruh tinggal di rumah lain biar belajar mandiri." Ullie memberengut setengah menggerutu.

"Memangnya papa kamu ke mana?"

"Papa sama Mama cerai waktu saya umur enam tahun."

Fabian menoleh lagi. Kali ini menatap agak lama sebelum fokusnya kembali ke jalan. "Oh, maaf."

"Nggak apa-apa, Pak. Bukan rahasia, kok." Kedua mata Ullie setengah menutup. "Saya mau nanya dong, Pak."

"Tanya aja."

"Pak Bian batal tunangan sama Cici Regina?"

Fabian menurunkan satu tangannya dari kemudi, lalu menggaruk pelipis yang tak gatal. "Iya," jawabnya singkat.

Ullie geleng-geleng, kasihan. "Padahal Pak Bian sama Cici Regina kelihatan serasi banget. Nggak sayang sama biaya acara yang udah dikeluarin, Pak?"

"Maksudnya?" ulang Fabian tak mengerti.

"Acara pertunangan orang kaya biasanya mewah dan gede-gedean. Pasti biayanya besar."

Fabian tak menyahut.

Ullie tak menyerah. "Kenapa, Pak?"

"Ullie, kamu boleh tidur."

Setelah mendapat izin untuk tidur, Ullie akhirnya memejamkan mata dan tak sampai semenit dia sudah mendengkur pelan.

Fabian mengembuskan napas berat, mulai memikirkan ulang alasan mengapa dia bersedia mengantarkan cewek ini pulang.


***

Maafin Ullie, ya, Pak Bos 😩 Doi pelor banget!Salah Pak Bos juga, ngapain nganter cewek pelor

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Maafin Ullie, ya, Pak Bos 😩 Doi pelor banget!
Salah Pak Bos juga, ngapain nganter cewek pelor.

Hei, Intern!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang