Bab 8: Dermaga

32 13 2
                                    

-🦖-

Sesuai rencana mereka sore ini mereka akan memancing di dermaga, Bunda Raina juga dengan semangat sudah menyiapkan cemilan sekalian piknik.

Berat langkah Anna menyusul sahabat-sahabatnya yang sudah berlarian menuju dermaga, setiap langkahnya memutar kembali memori indahnya dengan Stevan didermaga ini.

"Ayo Na, sini!" ajak Roy melambaikan tangannya.

"Sinii!" teriak Alda memanggil Anna.

"Tante! Ruben haus" ucapnya.

"Apaan sih ben baru nyampe juga" sahut Alda kesal.

"sebentar ya Tante ambilin" ucap Raina telaten mengurus mereka berempat yang sudah asik duduk ditepi dermaga, menunggu pancingnya disambar ikan.

"Da lo tau ga ikan, ikan apa yang bisa membaca" tanya Ruben sambil menatap pancingannya

"ikan apaan?" sahut Alda.

"ya mana ada ikan bisa baca makanya gue nanya ke lo" ucap Ruben.

"Bangke lo ya" ucapnya geram lalu mencubit perut Ruben.

"aduh sakit nyet, lo emang mikir apaan? Ya gue nanya doang"

"Lah bisa jadi aja kan ikan ada yang bisa membaca tapi pake bahasa ikan"sahut Alda

Melihat keduanya membuat Anna dan Roy ikut tertawa terbahak-bahak.

"e-eh pancingan gue" teriak Anna mengalihkan atensi mereka.

"Eh tarik Na tarik" sahut Roy.

"Gede ni gede" ucap Ruben dan Alda yang melompat kegirangan ikut heboh.

Dengan sigap Anna pun menarik pancingannya, Raina yang melihat kehebohan mereka juga ikut panik penasaran.
Namun tak sesuai dengan harapan ikan yang Anna dapat sangat kecil.

"Apa-apaan nih" ucap Anna kesal mentap anak ikan yang ia dapat.

"kunti bogel?" sahut Ruben heran melihat ikan yang begitu kecil

"Eh kasian banget ini belum legal, mama mu mana? Kami butuhnya mama mu" Ujar Alda.

"Tolol jangan mamanya kan kasian entar ga bisa berkembang biak lagi, mending bapaknya aja" ucap Ruben

"Eh kalau bapaknya entar gada yang nyari nafkah Bego"

"Bisa udahan ga? Ikan aja didebat emang lo berdua bisa bedain mana jantan sama betina?" ucap Roy yang mulai kesal dengan pola pikir Alda dan Ruben yang sudah diluar nalar.

"Yaudah ga usah mancing" tutur Alda.

Bunda Raina dan Anna hanya bisa tertawa, perutnya keram melihat ketiga manusia konyol di hadapannya. Yang selalu bertingkah aneh tidak kenal tempat.

"Yaudah kita makan aja yuk?" ajak Bunda Raina.

"Nah gini aja ni enak...Ayo Tante" ucap Ruben.

"Giliran makan laju lo" sahut Roy.

Dengan begitu mereka berlima menghabiskan waktu didermaga sore itu, menikmati makanan yang sudah Raina siapkan dari rumah dengan pemandangan matahari yang perlahan bersembunyi menyisakan warna indah dihadapan mereka.

Sore itu menjadi awal kebahagian Anna, perlahan dihatinya tumbuh semangat untuk bangkit lagi, Stevan harus tahu bahwa dia sudah belajar pulih dan mencari kebahagiaannya lagi.

***

Malam ini usai menghabiskan sore bersama sahabatnya, Anna memutuskan menemui Raina dikamarnya, malam ini ia ingin menghabiskan waktu bersama Bundanya, jika difiki-fikir sudah lama sejak terakhir kali ia bermanja-manja dengan Raina.

Raina duduk di atas ranjangnya, sedari tadi ia terus melamun entah apa yang ada didalam fikirannya sekarang hingga suara ketukan pintu dari luar menghentikan lamunannya. Ia tahu itu Anna.

"Masuk Na" ucapnya.

Perlahan pintu terbuka dan benar itu Anna mendekat ke arahnya.

"Bunda malam ini Anna tidur bareng bunda ya?" tanya Anna.

"tumben Na, kangen yaa" jawab Raina dengan nada mengejek.

"ih bunda kegeeran, Anna gini tu nemenin bunda aja"

Tak menjawab Raina hanya membentangkan tangannya, mengisyaratkan Anna untuk segera memeluknya. Anna paham dan langsung memeluk Raina setelah itu berbaring dipangkuan Bundanya.

"Bunda" panggilnya. "Bunda sehat terus ya?, temenin Anna terus ya?"

Mendengar itu membuat Raina meneteskan air matanya. Ia terkejut Anna seakan-akan sudah tahu fakta yang disembunyikan selama ini.

"Bunda kenapa nangis?"

"Gapapa Na, Bunda janji temenin kamu terus sayang" ucap Raina sembari mengusap kepala putrinya.

"Anna ga mau Bunda janji, Anna pengennya Bunda buktiin nanti, cukup Evan aja yang janjiin itu ke Anna bun"

"Anna, umur itu salah satu rahasia besar Tuhan dan kita hambanya ga akan tahu kapan batas umur itu, kita hanya bisa mengikuti takdir dari-Nya saja Na" jelas Raina.

Anna hanya fokus mendengarkan setiap kalimat penjelasan dari Bundanya.

"Kamu tahu apa yang bisa buat kita menerima takdir perpisahan  itu?" tanya Raina pada putrinya

Mendengar pertanyaan Raina, Anna menoleh menatap Bundanya dengan tatapan penuh pertanyaan

"Menghargai setiap moment Na" sambung Raina.

"Menghargai Moment?"

"iya, Kamu harus hargai setiap moment kebersamaan kamu dengan orang-orang terkasihmu, terkadang ga setiap moment itu perlu kita abadikan lewat kamera tapi cukup dengan hati kita saja" jelas Raina, menunjuk ke arah hati Anna.

"Hargai momentmu selama ini dengan Stevan Na, simpan baik-baik ingatan itu dihati dan fikiranmu, jadikan itu semangat untuk terus hidup, percaya bahwa ini semua bukan perpisahan selamanya" sambungnya

"Makasih Bunda" tutur Anna lirih menatap Raina dengan penuh rasa bahagia bahwa wanita dihadapannya ini ternyata menjadi Bundanya selama ini.

"Sama-sama sayang"

"Na, Bunda mau bicara hal penting ke kamu"

"silahkan Bunda" jawab Anna

"kadang orang yang menurut kamu jahat ke kamu itu bisa jadi itu salah satu cara dia untuk ngelindungin kamu Na"

"Bunda ngomong apa sih"

"Bunda lagi bahas Ayah mu"

Mata Anna membulat mendengar kata itu, sudah bertahuan-tahun lamanya Raina tidak lagi membahas tentang hal ini, tapi mengapa hari ini tiba-tiba saja ia membicarakan Ayahnya.

"Bunda mau kamu bisa menerima Ayahmu lagi suatu hari Na"

"Maksud Bunda apa sih tiba-tiba banget bun?, Anna ngantuk pengen tidur" ucapnya menarik selimut berbaring membelakangi Raina.

Raina paham betul mengapa putrinya menjadi seperti ini.

-🦖-





See you chapter berikurnya mungggs...🖐

Jangan lupa VOTE dan comment biar Author semangat....

Salam Dino🦖

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

REVANNA Best Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang