mantan

203 37 6
                                    

Anindya menenteng satu kantong kecil berisi es lilin untuk tetangga barunya, hari ini langit sedang panas-panasnya.

"Sakya!" panggil Anindya dari gerbang. Karena mereka belum bertukar nomor maka mau tak mau jika ada sesuatu harus saling mengunjungi. Seperti yang terjadi pada Sakya, setiap ada perlu pasti orang pertama yang dicarinya adalah Anindya, kini perempuan itu sudah seperti pak Bisma kedua. Begitu juga Anindya, setiap punya sesuatu ia akan berbagi dengan Sakya.

Sakya keluar dengan masih mengenakan pakaian tidur, sedangkan Anindya sudah cantik dengan rok indahnya.

"Baru bangun?"

Sakya membuka pintu pagar sambil mengangguk. "Ayo masuk, tadi nenek juga kesini."

"Ngapain?"

"Nanyain ada nasi enggaknya,"

Anindya mengangguk. "Tapi udah makan nasi? saya bawa es soalnya."

"Tadi pagi pak RT kesini ngajak sarapan bareng, aku makan nasi kuning."

"Ow begitu, bagus deh kalo udah makan. Ini esnya kalo gak di makan sekarang jangan lupa taruh kulkas."

"Kamu mau kemana? jaga toko? kok rapih banget?"

Anindya menggeleng senang. "Saya mau ketemu mantan."

Sakya mengerutkan keningnya. "Ketemu mantan kok seneng sih?"

"Gatau, soalnya saya udah kangen banget."

"Pasti diputusin," cibir lelaki yang tak pernah pacaran itu sambil menahan tawa.

Anindya mendelik. "Gak usah ngejek, kita belum akrab."

"Kalo udah akrab berarti boleh." Sakya mengangguk. "Sini hp kamu."

Anindya memberikannya tanpa bertanya, karena ia tahu apa yang akan Sakya lakukan.

Sakya mengetikkan nomornya di ponsel Anindya lalu mengetikkan nomor Anindya di ponselnya. "Sekarang udah akrab. Nih,"

Anindya menerima ponselnya, lalu berpamitan.

****

Anindya rela menempuh 2 jam demi bertemu mantan kekasih yang menyudahi hubungan sepihak itu, ia berangkat dengan hati senang.

Tiba-tiba saja lelaki tersebut mengirim pesan meminta untuk bertemu karena kebetulan dirinya sedang ada pekerjaan.

"Aku gak bisa lama-lama, satu jam lagi udah harus berangkat."

Anindya mengangguk.

"Pertama, aku minta maaf karena selama kamu terluka aku gak bisa nemenin kamu. Aku juga minta maaf karena gak bisa dateng ke pemakaman ibu. Kamu tau, bisnis aku waktu itu lagi naik jadi aku harus berangkat ke luar negeri. Kedua, aku sengaja memutus hubungan kita dengan cara seperti itu."

"Aku maafin alasan pertama kamu. Tapi untuk yang kedua? aku gak ngerti apa yang aku perbuat atau apa yang menjadi alasan kamu memutuskan hubungan begitu? kamu gak mikirin dari sisi aku kah? aku udah terpuruk masa kamu pojokin juga sih,"

"Ini," lelaki tersebut membenarkan posisi duduknya, ia melihat sekeliling Cafe yang sepi. "Ini yang gak aku suka dari kamu. Kamu terlalu heboh, gak bisa kalem."

"Menurut kamu kalo diposisi aku masih bisa kalem?" Anindya geleng-geleng kepala.

"Kamu terlalu mengejar list-list hidupmu itu, kamu egois. Kamu acuhin aku disaat aku butuh kamu buat sandaran. Dimana kamu pas bisnis aku lagi turun? kamu malah dinas perusahaan ke Bali."

Anindya meremas roknya kencang. "Mas, kalo kamu permasalahin itu, aku juga bisa ungkit masalah aku kemarin. Mas kemana? Mas juga dinas kan ke Korea? Mau aku balikin begitu? kalo kamu maunya kita saling mengungkapkan, aku yang bakal kasih penjelasan lebih banyak. Selama lima tahun ini yang paling berjuang itu aku, sabarnya, tenaganya, semuanya aku. Fokus kamu itu cuma sama bisnis kamu, ada waktu buat aku? enggak kan? Gak usah membalikkan fakta begitu."

"Yaudah, gimana lagi, kan udah terjadi." celetuknya dengan wajah polos tanpa merasa bersalah.

"Padahal aku dateng kesini dengan hati seneng, aku kira kita bisa memulai lagi semuanya."

Lelaki itu menggeleng. "Gak bisa."

"Iya, setelah lihat dan dengar penjelasan kamu, aku juga menolak. Tapi terima kasih atas lima tahun sebelas bulan ini, aku berharap kamu tetap hidup begitu-begitu aja dan dapat pasangan yang satu sifat sama kamu. Semoga bisnisnya lancar terus ya, Mas." Anindya beranjak lalu mengangkat gelas jusnya.

Lelaki yang duduk di depannya itu kaget lalu menutupi wajahnya.

"Aku gak akan siram kamu, gak usah panik."

****

Sesampainya di Kampung hanya Sakya yang terlintas dipikiran Anindya, hanya lelaki kaya raya dan muda itu yang bisa Anindya jadikan tempat curhat. Masa bodoh dengan hubungan pertemanan yang baru 3 hari.

Anindya : Sakya
Anindya : urgent
Anindya : tolong jemput saya di lapang

Sakya yang sedang merebahkan diri sambil bermain ponsel langsung pergi setelah membaca pesan tersebut.

Sakya yang sedang merebahkan diri sambil bermain ponsel langsung pergi setelah membaca pesan tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"KENAPA?" tanya Sakya dari kejauhan.

Anindya hanya berdiri menatap lelaki kucel itu sedih. "Kamu dari tadi masih belum mandi?"

Sakya berlari lalu berdiri di depan Anindya. "Tapi masih wangi kan?"

Anindya meringis sambil mengangguk. "Iya sih,"

"Kamu abis nangis? pasti gak balikan ya?"

"Nyebelin."

"Ih, aku nanya."

"Nanya yang lain kek, jangan nanya balikan atau enggaknya!"

"Yaudah aku ralat." Sakya berdeham. "Kamu bawa oleh-oleh gak?"

Anindya mendelik dengan mata sembapnya.

"Serius, aku lapar nih,"

"Hmmm,"

"Jangan kelamaan mikirnya, aku keburu pingsan nih."

Anindya mendelik lagi. "Kita makan pecel yuk ke Kecamatan. Mau gak?"

Sakya mengangguk. "Boleh, jauh gak?"

"Satu jam kayaknya,"

"HAH?!" Sakya berjalan ke samping Anindya, "Aku heran kok bisa orang sini pada betah?"

"Mungkin karena udah dari dulu tinggal di sini, jadi mereka biasa aja."

"Bisa jadi sih,"

"Mau gak nih?"

"Mau ih, pasti rame kan di sana?"

Anindya mengangguk. "Rame banget, nanti kita kulineran. Tapi kamu mandi dulu sana!"

"Asikkkk!"

"AHH!!" pekik Anindya sambil memegang kedua pipinya. "Tadi parkir mobil di mana ya?"

"Loh???"

****

#kimsoohyun #kimjiwon #soowon #nabastala

NABASTALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang