"Nin," panggil Sakya. "Ninnn," panggil Sakya lagi karena yang dipanggil malah melamun.
"Hmm?"
"Kita nikah aja yuk," celetuk Sakya polos.
Anindya melotot. "Ngajak nikah kayak lagi ngajak jajan seblak, enteng banget."
"Abis gue gamau kalo elo sama yang lain, gamau gue kalo keduluan cowo lain."
"Lagian siapa cowo lainnya?"
"Asal lo tau, bujang-bujang di sini pada demen sama lo. Tapi gue kalo pun bersaing, gue ladenin sih."
"Iya serah deh,"
"Ih jadi gimana?"
"Apanya?"
"Kita?" ujar Sakya sambil menaik turunkan alisnya.
"Apanya sih? orang elo cuma bilang cinta aja."
"Oh, kurang ya?" tanya Sakya polos
Anindya mengangkat bahu. "Gatau deh."
"Nin ih, gue belum pernah pacaran, jadi gue gatau. Tutor dong suhuu."
"Gamau ah kalo dipanggil-panggil suhu begitu." Ketus Anindya.
"Yaudah kasih tau gue, plissss."
Anindya menatap Sakya yakin. "Begini nih, yang biasa-biasa aja ya."
Sakya mengangguk.
"Nah pas udah ngungkapin cinta, lo harus tanya tuh cewenya, mau gak jadi pacar gue?"
Sakya mengangguk lagi. "Mau!" jawabnya penuh semangat. "Yes! kita udah pacaran berarti!"
Anindya melongo. Sial! Aku dikibulin.
"Empat belas agustus, jam sepuluh lebih lima belas."
Anindya menepuk keningnya pusing. Spesies langka seperti ini bisa-bisanya dilepasliarkan.
"Manggilnya bubub yuk!"
"Kita belum resmi!" sanggah Anindya.
"Tadi kan udah nembak." Timpal Sakya sambil cengengesan.
"Lo, sengaja ya?" Anindya melotot sambil menunjuk Sakya.
Sakya tertawa. "Lucu banget anjirr!" ia berdeham lalu menyuruh Anindya tenang. "Nin, lo mau jadi pacar gue?"
Diam. Anindya diam dan hanya menatap kedua bola mata Sakya. Dirinya teringat lagi mantan kekasih yang baru saja memutuskannya. Walau sudah disakiti dan di putuskan begitu saja, tetapi 5 tahun adalah waktu yang lumayan lama.
"Gue tau lo pasti kepikiran hubungan lo yang sebelumnya, tapi gue janji akan bahagiain lo, gue gak akan buat lo kesepian, gak akan buat lo sedih, gak akan buat lo nunggu-nunggu kabar dari gue. Gue janji."
"Janji?" Anindya mengangkat jari kelingkingnya.
Dengan senyum yang cerah Sakya menyambut jari tersebut. "Janji."
"Iya, gue mau."
"Yessss!!" Sakya berdiri lalu ia melakukan selebrasi. "Mau peluk?"
Anindya menggeleng. "Gak ah, makasih."
"Ih kok gitu?"
"Udah gak usah deket-deket, nanti lo makin cinta sama gue."
"Loh, biarin dong." Sakya duduk menempel dengan Anindya.
"Agghh, paha gue kejepit!"
"Maaf bubub!" Sakya langsung bergeser. "Mau aku usap?"
Anindya melempar bantal kursi tepat ke wajah Sakya. "Iya kemauan lo itu mah."
Sakya nyengir.
"Gue mau pulang ah."
"Masih ujan ih bubub," ucap Sakya sambil malu-malu.
Anindya tertawa. "Gue geli banget denger bubub-bubub."
"Belum biasa aja itu, nanti juga ketagihan."
Anindya memutar bola mata jengah. "Ayo anterin pulang,"
"Mau pulang sekarang aja? gamau nginep?"
"Iya. Gak."
"Jutek amat Neng,"
Anindya cemberut.
"Yaudah, ayo-ayo bidadariku," Sakya beranjak lalu membawa dua payung.
****
Sesampainya dirumah Anindya melamun di depan meja riasnya. Kejadian yang begitu tiba-tiba serta sangat diluar perkiraan itu membuat kedua pipinya panas dan memerah seperti tomat matang. "Gila ya,"
Sementara itu ditempat yang berbeda, Sakya berjongkok sambil memegang kedua pipinya. Ekspresinya sudah mirip seperti lukisan The Scream karya Edvard Munch.
Saat sedang mematung seperti itu, ponsel Sakya berdering. Harsa, sepupu beda nenek meneleponnya.
"Halo Bang?"
"Iya Sa, ada apa?"
"Gue ada berita buat lo,"
"Berita apaan tuh?"
"Gue udah liat bini lo di mimpi."
Sakya diam, dadanya bergemuruh, ia takut bukan Anindya yang akan menjadi pasangan hidupnya kelak.
"Bang? Halo?"
"Eh iya, serius lo? Gimana ciri-cirinya? Lo liatnya gue udah nikah atau masih pacaran?"
"Kan gue tadi bilang bini, jadi ya udah nikah lah, bego bat sih."
"Anjir lo, ngatain gue bego. Gue bilangin Mbak Hana."
"Yeu elo mah apa-apa ngadunya ke Mbak Hana, kagak seru. Mau ceritanya kagak?"
"Mau, buru lanjutin."
"Lo dateng ke nikahan gue sama istri lo yang lagi hamil, terus lo manggil dia bubub. Tapi ya Bang, gue geli denger lo ngomong bubub."
"Namanya Anindya bukan?" tanya Sakya memastikan.
"Gue gatau, tapi kalo dari yang gue liat, dia rambutnya pendek, sama di tangan kanannya ada bekas luka. Gue gatau sih bekas apaan, kecil tapi keliatan pas kita lagi salaman."
Sakya berpikir keras. Anindya sekarang rambutnya panjang, tangannya juga mulus tanpa bekas luka. Apa jangan-jangan bukan Anin? tapi gue manggil dia bubub sih, tapi bisa aja ke yang lain juga gue manggilnya gitu.
"Udah ah, gue sibuk." Harsa mematikan sambungan telepon.
"Manusia kampret, udah buat orang lain overthinking malah pergi gitu aja." Gerutu Sakya kesal.
Sakyaa : bub
Sakyaa : kamu kalo udah nikah ada rencana mendekin rambut?Anindya menganga membaca pesan teks tersebut.
Anindya : gatau atuh
Anindya : belum kepikiran sampe sana
Anindya : kenapa?
Anindya : gausah aneh-aneh, cepet tidur
Anindya : udah malemSakyaa : 🥺😫😞😭
Anindya : tidur
Sakyaa : kamu jangan berpaling dari aku ya
Sakyaa : wopyuuAnindya : iyaa, wopyu more
Anindya : udah jangan ovt
Anindya : baru aja jadianSakyaa : 😃😃
Sakyaa : wkwkwk
Sakyaa : selamat beristirahat bub🥰Anindya : iyaaa, bubub juga yaa
Sakya langsung melupakan apa yang tadi seliweran terus di kepalanya saat Anindya mengetik bubub untuk dirinya. Tiba-tiba ia senang bukan main.
Sedangkan Anindya, ia nyengir setelah mengetik kata keramat tersebut.
****
#kimsoohyun #kimjiwon #soowon #nabastala
KAMU SEDANG MEMBACA
NABASTALA
De TodoLangit dengan segala cuacanya, Anindya dengan segudang masalahnya, dan Sakya sebagai salah satu penghuni gudang masalah tersebut. Kisah perempuan yang harus keluar dari zona nyamannya dan memulai kehidupan baru, serta kisah laki-laki pekerja yang ho...