bertemu

291 39 6
                                    

Selama tinggal bersama Nenek kegiatan Anindya adalah menjadi kasir di toko dan sesekali ia ikut berkebun. Neneknya di Kampung merupakan pemilik toko grosir terbesar dan menjadi satu-satunya toko di daerah itu. Tak heran jika tokonya selalu ramai setiap harinya, ini adalah kegiatan yang baik bagi Anindya karena dirinya bisa berpikir dan bergerak.

Melupakan sesuatu itu harus didampingi dengan sebuah kegiatan, bukan hanya diam dan melamun saja.

Hari ini Anindya libur dulu menjadi kasir karena sang Nenek sedang panen jagung, ia baru mengetahui kalo ternyata Ibu dari ibunya ini adalah pengusaha sukses di Kampung.

Hari ini Anindya libur dulu menjadi kasir karena sang Nenek sedang panen jagung, ia baru mengetahui kalo ternyata Ibu dari ibunya ini adalah pengusaha sukses di Kampung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Anin, kamu istirahat aja dulu, ini udah terlalu panas." Tina beranjak lalu melepas topi dan sepatu bootnya. "Nenek mau ke Toko dulu, ada barang datang."

Anindya mengangguk lalu berpindah ke tempat yang sepi, ia duduk dibawah pohon. Angin sepoi-sepoi membuatnya mengantuk.

"Ssssttt,"

Anindya mengucek matanya, ia terbangun karena seseorang. "Iya?" Pria bertubuh tinggi lengkap dengan jas dan koper sedang berdiri di depannya.

"Mau tanya, maaf mengganggu istirahatnya."

Anindya mengangguk. "Tidak apa."

Pria tersebut menunjukkan sebuah foto rumah. "Tau rumah ini?"

Anindya mengangguk lagi. "Tau."

"Dari sini kearah mana ya?"

"Ayo saya antar, kebetulan rumah itu sampingan dengan rumah nenek saya."

Di perjalanan si pria tersebut sibuk menelpon sambil misuh-misuh, Anindya diam saja sebagai penunjuk jalan.

"Rumahnya itu rumah berisi atau kosong?" tanya pria tersebut.

"Kosong sih kayaknya, soalnya saya gak pernah liat ada orang buka pagar."

"Kamu udah lama tinggal disini?"

Anindya mengangguk. "Sudah mau satu tahun,"

"Nyaman?"

"Iya,"

****

Perjalanan 8 jam ini membuat Sakya semakin marah kepada Riksa, bisa-bisanya lelaki itu merekam obrolan mereka sehingga Sakya tak bisa menarik ucapannya yang sudah sampai pada Ayahnya.

Ibunya menentang anak bungsunya di asingkan ke Desa, karena dari kelima anaknya itu Sakya yang paling tidak bisa hidup sendiri. Tapi apalah daya, jika Pak Ketua yang memutuskan mau tak mau walau terpaksa harus diiyakan.

"Pak Bis, tinggal aja sama aku ya? ya?"

Lelaki paruh baya yang sedang menyetir tersebut menggeleng. "Tidak bisa, saya ditugaskan hanya mengantar sampai di Desa saja."

"Tapi janji ya, mau jenguk aku sambil bawa makanan dari Mami."

Bisma mengangguk. "Baik."

Sampai di gapura Desa, Sakya menarik kedua kopernya lesu.

Bagaimana mungkin sekretaris pribadinya yang sangat menyayangi dirinya ini rela menurunkannya sebelum sampai ke rumah? Memang si Riksa setan, iblis dan tidak berbelas kasihan.

Begitulah suara hati Sakya.

Sampai di sebuah tempat yang rindang, Sakya melihat seorang perempuan sedang tertidur. Ia mendekatinya, lalu menepuk pundak perempuan tersebut. ""Ssssttt,"

"Iya?" tanyanya saat terbangun tiba-tiba.

"Mau tanya, maaf mengganggu istirahatnya."

"Tidak apa." Timbalnya sambil mengangguk.

Sakya memperlihatkan foto rumah yang akan ia tinggali selama disini, katanya rumah tersebut adalah rumah peninggalan kakek neneknya. "Tau rumah ini?"

Perempuan itu mengangguk lagi. "Tau."

Sakya tersenyum senang karena ia tak perlu muter-muter seluruh Kampung untuk mencari rumah tersebut. "Dari sini kearah mana ya?"

"Ayo saya antar, kebetulan rumah itu sampingan dengan rumah nenek saya."

Saat di perjalanan Sakya mendapat telepon dari Riksa.

"Sudah sampai di rumahnya?"

"Belum."

"Tugas kamu, nanti di depan rumah tersebut ada satu kolam besar, temui pemiliknya lalu bujuk agar dia menjualnya."

"Riksa manusia bajingan! mau lo apa sih?! kurang nyiksa gue jadi anak magang?!!"

"Itu Arka bukan gue, serius gue gak ada niatan mau nyusahin lo."

"Halah, mulut sampah!"

"Yaudah terserah, pokoknya gue mau dalam dua bulan tanah kolam itu udah jadi milik kita."

Sakya mematikan telepon tersebut. Kesal dan malu. Dirinya malu harus berbicara sampah, padahal sedang bersama orang asing yang baru ditemuinya.

"Rumahnya itu rumah berisi atau kosong?" tanya Sakya setelah menetralisasi dirinya.

"Kosong sih kayaknya, soalnya saya gak pernah liat ada orang buka pagar."

"Kamu udah lama tinggal disini?"

"Sudah mau satu tahun," jawabnya pelan.

"Nyaman?"

Perempuan tersebut menatap Sakya sebentar. ""Iya,"

"Oh iya, nama aku Sakya," ucap Sakya.

"Anindya." Balasnya sambil menerima uluran tangan Sakya.

****

#kimsoohyun #kimjiwon #soowon #nabastala

NABASTALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang