"Nduk, nek wis rampung maem, terno semur jengkol neng nggone Budhe yo!" Ibu Marni menyuruh sambil membawa caping, sabit dan keranjang, bersiap ke sawah.
"Enggih Bu." Jawab Marni patuh. Marni baru pulang sekolah dan ganti baju. Tangan kiri Marni memegang piring yang sudah diisi dua centong nasi. Lalu dia mengambil semur jengkol beberapa sendok sayur. Lalu makan siang.
Selesai makan Marni berjalan menuju rumah Budhe Siti sambil membawa serantang penuh semur jengkol. Budhe Siti kakak Ibu Marni. Mereka tiga bersaudara perempuan. Anak yang terakhir tinggal di desa sebelah. Rumah Budhe Siti lebih jauh dari rumah Raka, tapi Marni sama sekali tidak keberatan. Pakde Sarto selalu baik kepada Marni. Marni punya kakak sepupu yang sudah kelas 1 SMP. Mbak Yuni namanya. Jam segini masih belum pulang sekolah.
Marni melihat dari kejauhan rumah depan Budhe Siti. Pintunya tertutup rapat. Mungkin mereka sudah pergi ke sawah. Marnipun berjalan ke belakang rumah, masuk lewat pintu dapur. Marni mendorong pelan pintu dapur dan masuk rumah.
"Aaahhh . . ." Marni mendengar sesuatu yang sangat membuatnya terkejut. Marni takut sekali jika ada setan di rumah Budhenya.
"Uuhhh . . . Masss . . ." Suara itu berasal dari dalam kamar Budhe Siti. Marnipun memberanikan diri untuk melihat apa yang terjadi di dalam kamar. Langkah kaki Marni begitu berat, dadanya bedesir mendengar suara barusan. Marni menjadi sedikit yakin itu suara Budhe Siti. Marni mencoba mendekati lubang anyaman bambu yang agak besar. Berusaha mengintip apa yang terjadi di dalam kamar.
Marni menutup mulut terkejut. Di dalam kamar itu Pakdhe Sarto dan Budhe Siti tidak memakai baju. Mereka telanjang bulat. Budhe Siti tidur terlentang dengan kedua kaki dibuka lebar-lebar. Sedangkan Pakdhe Sarto memasukkan kontolnya ke lubang Budhe Siti. Pakde Sarto menggoyangkan pinggulnya maju mundur hingga kontolnya keluar masuk lubang Budhe Siti. Begitu didorong masuk, Budhe Siti mendesah keras dan susunya bergetar maju mundur. Lalu Pakdhe Sarto memegang susu Budhe Siti dan melumatnya ganas. Bokong Pakdhe Sarto terus naik turun. Budhe Siti terus mendesah semakin keras.
"Hhooohhhh . . . . Masss . . . " Budhe Siti meremas kepala Pakdhe Sarto yang mulai beruban. Mulut Pakdhe Sarto terus menyedot susu Budhe Siti seperti bayi. Badan Budhe Siti terus menggeliat ganas. Jelas sekali apa yang mereka lakukan itu nikmat sekali. Marni tau mereka sedang kenthu, tapi Marni juga baru pertama kali ini melihatnya. Dadanya bergemuruh, dan kemaluannya basah dan terus berdenyut. Seolah seluruh badannya menginginkannya. Semakin lama Marni menyaksikan adegan tersebut, semakin gatal pula daerah kemaluannya. Hingga dia menyaksikan Pakdhe Sarto menghujamkan kontolnya dalam-dalam sambil mendesah keras.
"Aaahhh . . . Hooohhh . . . " Badan gempalnya menggelinjang nikmat dan terus menghujamkan kontolnya seirama. Budhe Siti seperti menunggu Pakdhe Sarto menyelesaikan puncak kenikmatannya. Pejuh Pakdhe Sarto menyembur di dalam liang kenikmatan Budhe Siti. Badan Pakdhe Sarto kejang-kejang di atas tubuh Budhe Siti sejenak. Setelah beberapa saat Pakdhe Sarto bangun. Lalu dengan sangat jelas Marni melihat kontol Pakdhe Sarto keluar dari lubang kenikmatan Budhe Siti. Mengkilap, panjang dan berlendir basah. Baru pertama kali Marni melihat kontol orang dewasa. Melihat mereka mulai memakai bajunya, Marni berusaha keluar dari pintu dapur dengan sangat hati-hati. Dia tidak ingin ketahuan oleh mereka. Lalu setelah keluar Marni pulang dengan berjalan cepat. Seluruh badannya berdesir aneh. Apalagi lubang kewanitaannya, terus berdenyut, basah dan gatal sekali.
***
"Kapan kui ki?" Mas Eko bertanya sambil menyingkirkan tangan Marni dari selangkangannya. Kontolnya sudah menjadi mainan Marni selama dia bercerita. Walaupun dengan sedikit rangsangan tangan Marni yang sangat tidak berpengalaman itu masih belum bisa membuatnya ngaceng.
"Wingi awan Mas. Uwis Mas, wis rampung ceritoku. Gek ayo kenthu!" Pinta Marni girang sambil berdiri dan tersenyum bahagia.
"Yo." Jawab Mas Eko singkat sambil ikut berdiri. Marni berjalan menuju kamar sedangkan Mas Eko menutup dan mengunci pintu depan, lalu menyusul Marni ke dalam kamar. Mas Eko terkejut melihat Marni sudah telanjang bulat dan tidur terlentang sambil membuka pahanya lebar-lebar. Benar-benar polos, mungkin itulah posisi yang dilihatnya waktu mengintip Budhenya kenthu. Mas Eko pun tersenyum aneh sambil menahan tawa. Setelah pintu kamar ditutup, Mas Eko naik ke atas kasur kapuk yang sudah dirapikan oleh Marni. Bahkan Marni sengaja menidurkan Raka di ayunan, agar aktivitas kenthu ini tidak terganggu.