Tempik Marni basah menginginkan kenikmatan. Apalagi dia tahu bapaknya sedang mengagahi Yuni di dalam kamar beberapa saat yang lalu. Sepanjang perjalanan ke rumah Pakdhe Hanto Marni terus berpikir bagaimana caranya agar bisa menikmati kontol hitam Pakdhe Hanto. Bahkan mungkin dia juga bisa menikmati kontol Lek Karto. Sudah pasti Lek Karto juga ada di sana. Membayangkan saja membuat tubuh Marni bergetar karena hasrat yang menggebu. Semua kemungkinan yang ada Marni pikirkan dengan matang. Marni yakin sekali mereka sangat mudah masuk ke perangkapnya.
Sampailah Marni ke rumah Pakdhe Hanto. Dia kembali menerobos bapak-bapak yang sudah bersiap untuk Genduren. Suatu tradisi untuk sedekah berupa ayam kampung jawa utuh dan nasi uduk. Serta lauk pauk yang sesuai dengan kemampuan pemilik hajatan. Orang yang mendapatkan sedekah adalah para tetangga dan saudara pemilik hajatan. Mereka berpakaian rapi dengan kemeja dan sarung. Sebentar lagi bapak Marni juga akan datang. Setelah selesai mengagahi Yuni tentu saja. Menerobos para bapak-bapak itu membuat tempik Marni kembali mengunyam basah dan hampa. Di sana ada Lek Karto dan Mas Eko. Keduanya Marni telah merasakan nikmatnya kejantanan mereka. Mas Eko terlihat biasa saja, sedangkan Lek Karto terlihat begitu bernafsu. Mungkin dia berfikir hanya dialah yang sudah menikmati tempik Marni. Marnipun terlihat sangat tidak peduli. Demi terjaganya rahasia mereka. Padahal tempiknya sudah basah dan lengket. Sangat menginginkannya kontol.
"Marni! Wis tak pakan sapine?" Ibu Marni langsung bertanya begitu Marni sampai di dapur.
"Sampun Bu!" Jawab Marni sopan. Padahal dia menyuruh bapaknya untuk melakukannya. Setelah mengagahi Yuni tentu saja.
"Jikukno plastik neng kamar tengah kui!" Perintah Budhe Sur, istri Pakdhe Hanto.
"Enggih Budhe." Jawab Marni sopan sambil berjalan ke dalam kamar tengah. Marni terkejut karena Pakdhe Hanto baru saja selesai mandi. Dari pusar sampai lutut masih terlilit handuk putih yang warnanya sudah memudar. Pakdhe Hanto juga terkejut melihat Marni masuk ke dalam kamar. Dia langsung mendekati Marni dengan setengah berlari. Handuknya langsung dilepas dan terlihatlah kontol hitam Pakdhe Hanto yang masih lemas. Marnipun langsung jongkok dan membelai kontol hitam itu dengan lidahnya. Lumatan ganas mulut Marni langsung memanjakan kontol hitam Pakdhe Hanto. Sesaat saja kontol hitam itu sudah berdiri kokoh di dalam mulut Marni.
"Uwis, selak arak Genduren!!" Bisik Pakdhe Hanto sambil menarik kontol hitamnya dari mulut Marni. Marni juga paham, dia langsung berdiri membelakangi Pakdhe Hanto. Menarik rok dan menurunkan celana dalamnya tepat di depan kontol hitam Pakdhe Hanto yang sudah sangat terbakar nafsu. Pakdhe Hanto langsung menohok tempik Marni mantab. Sekali hentak seluruh kontol hitamnya menerobos nikmat tempik Marni.
Ahhh ahhh ahhh
Mereka mendesah dalam senyap. Pakdhe Hanto langsung mengobok-oboknya tempik sempit Marni dengan kecepatan tinggi. Kedua tangan kekarnya menahan pinggang Marni sambil terus menghujamkan kontol hitamnya. Marni menggelinjang puas dan menikmati sodokan kontol hitam Pakdhe Hanto di dalam tempiknya. Semua kemungkinan yang dipikirkan tadi sudah hilang. Ketidaksengajaan ini berujung kenikmatan. Bokong sekal Marni maju mundur mengikuti irama hentakan kontol hitam Pakdhe Hanto. Tempik basah, sempit dan hangat itu terus meremas nikmat kontol hitam Pakdhe Hanto. Tempik Marni terus menggerus kenikmatan dari kontol hitam Pakdhe Hanto. Terlihat jelas mereka sedang terburu-buru. Mereka ingin segera merasakan puncak kenikmatan. Waktulah yang tidak tersedia. Sebentar lagi Genduren akan dilangsungkan. Pakdhe Hanto terus menghujamkan kontol hitamnya yang sudah mulai berdenyut kecil menikmati sempitnya tempik Marni.
"Ketemu ora Marni?!" Budhe Sur berteriak dan terdengar berjalan mendekat. Pakdhe Hanto langsung mencabut kontol hitamnya dari tempik nikmat Marni.
"Enggih Budhe!" Teriak Marni setelah menarik celana dalamnya dan mengambil plastik di atas meja. "Engko tak bali meneh Pakdhe." Bisik Marni penuh hasrat. Marni membuka pintu dan berjalan ke dapur membawa plastik di tangannya. Tempiknya masih basah dan terasa hampa. Kontol hitam Pakdhe Hanto secara tiba-tiba berhenti mengobok-oboknya. Marni memberikan plastik kepada Budhe Sur. Dengan nafsu yang masih berkobar di dalam dada dan tempiknya, Marni berjalan menyelinap ke dalam kamar tengah tadi. Pakdhe Hanto tengah menunggunya dengan terlentang di atas ranjang. Handuk putih itu kembali melilit pinggangnya.