Marni 5 - Kasti

2.3K 17 0
                                    

"Marni, tulung yo! Aku mencret." Yanto menyerahkan alat-alat kasti setelah selesai pelajaran pertama, olahraga di lapangan. Yanto berlari ke arah kamar mandi sekolah sambil memegang perutnya. Marni memang suka membantu, walaupun pelajaran olahraga pagi ini membuatnya lelah sekali. Apalagi lapangan yang digunakan untuk pelajaran kasti agak jauh dari sekolah. Yanto ketua kelas, siswa laki-laki yang lain masih bermain sepakbola di lapangan. Hanya siswa perempuan yang langsung kembali ke sekolah untuk ganti baju dan istirahat. Kelas lain masih pelajaran saat Marni berjalan ke ruang alat-alat olahraga. Memang waktu istirahat pertama masih lama.

Begitu Marni sampai di depan pintu ruang olahraga, tubuhnya terpaku sejenak dan dadanya berdegup kencang. Terdengar suara Pak Budi sedang membereskan ruang olahraga di dalam. Pikiran Marni begitu liar. Kata-kata Mas Eko tiba-tiba memenuhi kepalanya. Marnipun memberanikan diri, dicopotnya kunci ruangan yang tergantung di pintu bersama kunci-kunci Pak Budi yang lain. Lalu Marni masuk ke dalam ruangan.

"Yanto neng ngendi? Kok koe sing mbalekke rene? " Tanya Pak Budi santai sambil meraih pemukul dan bola kasti lalu meletakkan di dalam kardus.

"Teng kamar mandi Pak." Jawab Marni jujur, walaupun suaranya sedikit bergetar.

"Oh, tak kiro koe dipekso tekne wonge selak rep bal-balan." Pak Budi tersenyum ramah.

"Mboten Pak." Jawab Marni singkat dan kaku. Marnipun memberanikan diri untuk mengunci pintu dari dalam.

"Loh, kok lawange dikunci?" Pak Budi sangat terkejut. Karena sudah selesai membereskan semuanya, harusnya mereka keluar. Marni terlihat sedikit takut dan kaku. Tapi dia sangat percaya dengan kata-kata Mas Eko.

"Anu Pak." Kata Marni penuh keraguan. Diapun mulai menarik kaos olahraganya hingga terlepas. Tentu saja Pak Budi terkejut. Terlihatlah buah dada Marni yang baru tumbuh. Lalu Marni memelorotkan celana dan celana dalam sekaligus. Telanjanglah Marni di depan Pak Budi, di dalam ruang olahraga yang terkunci dari dalam.

"Sopo sing ngajari koe nggono kui ki?" Bisik Pak Budi tegas dan pelan. Tapi Marni tidak menjawab. Walaupun ketakutan, Marni berjalan mendekati Pak Budi. Pak Budi bertubuh sedang dan berisi. Tinggi Marni mungkin sampai pundaknya. Perutnya tidak buncit, bahkan badannya bisa dibilang kekar. Wajahnya kotak dan berkumis tebal. Bibirnya juga tebal tapi hidungnya pesek. Alisnya hitam tebal dan berdahi lebar. Rambutnya lurus dipotong pendek seperti tentara. Wajahnya terlihat sedikit kerutan seperti bapak-bapak berumur 40-an pada umumnya. Wajah yang biasanya ramah dan murah senyum kali ini terlihat tegas dan menakutkan. Marni nekat. Saat jaraknya tinggal setengah langkah, tangan Marni meraih selangkangan Pak Budi. Tentu saja Pak Budi menepisnya.

"Sopo sing ngajari?!" Gertak Pak Budi, tapi Marni tidak bergeming. Malah tiba-tiba memeluk tubuh kekar Pak Budi, erat sekali. Pak Budi mendorong tubuh Marni menjauh.

"Wis ngaceng lho Pak." Goda Marni sambil membuka tempiknya dengan tangan. Tentu saja Marni dapat merasakan tonjolan kontol Pak Budi saat memeluknya tadi. Mata Pak Budi terpaku sejenak melihat tempik Marni yang masih polos dan merah merona. Begitu menggoda. Jakunnya naik turun menelan ludah mencoba menahan nafsu. Kontolnya berdenyut kecil membayangkan tempik merah muda Marni yang merekah manja. Siapa juga yang bisa menahan nafsu jika digoda seperti itu?

Pak Budi menyerah saat Marni menggerayangi selangkangannya. Merasa tidak ada perlawanan, Marni memberanikan diri memelorotkan celana Pak Budi. Kontol panjang dan kecil itu mencuat kokoh. Marni sedikit kecewa karena dia membayangkan kontol Pak Budi gemuk, besar dan panjang seperti punya Mas Eko. Ternyata tidak, kontol itu hanya sebesar uang koin seribuan gambar wayang. Bahkan panjangnya tidak sepanjang punya Mas Eko. Walaupun begitu Marni langsung melahapnya.

Aahhh . . .

Desah Pak Budi tak tertahankan. Seumur hidup Pak Budi tidak pernah merasakan kontolnya dimasukkan ke dalam mulut. Apalagi lumatan dan sedotan Marni sudah sangat berpengalaman. Pak Budi yakin sekali Marni sudah sering melakukan ini. Terbukti dari cara Marni memanjakan kontolnya. Tubuh kekar Pak Budi terus menggelinjang dan bergetar. Denyutan kontolnya sudah tak terhitung lagi jumlahnya. Marni merasakan semprotan kecil dari lubang kencing kontol Pak Budi. Terasa asin yang gurih, tapi tidak kental seperti pejuh. Cairan itu terus keluar saat Marni menyerang titik kenikmatannya. Tentu saja Marni sudah menemukannya, terlihat jelas dari reaksi tubuh Pak Budi atas permainan lidahnya.

MarniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang