Yuni baru saja menyelesaikan pekerjaan rumah. Tadi sempat ditunda karena Karno datang melampiaskan birahi. Yuni juga menyambutnya dengan gairah yang menggelora. Dia segera menyelesaikan pekerjaan rumah begitu persetubuhan itu berakhir. Karno juga sudah pulang dari tadi. Dia pergi ke sawah mencari rumput untuk kambingnya. Yuni membereskan alat-alat sekolah dan memasukkan ke dalam tas. Setelah menyususn jadwal untuk besok, Yuni keluar dari kamar dengan membawa handuk. Dia akan mandi sebelum pergi ke rumah Simbah. Begitu masuk ke kamar mandi dilepaskanlah baju yang menempel pada tubuh semoknya. Satu persatu hingga telanjang bulat. Tubuh semok Yuni benar-benar masih mulus dengan buah dada ranum yang baru tumbuh. Walaupun cepat sekali sepertinya membesar. Akibat aktivitas penuh gairah yang Dia lakukan selama ini. Kulitnya begitu mulus dan putih. Bokongnya semok. Apalagi selangkanganya yang masih polos tanpa bulu. Tentu saja dengan tempik tersembunyi yang begitu kecil. Saking kecilnya seolah-olah kita tidak bisa melihatnya jika tidak teliti.
Yuni mulai mengguyur tubuh semoknya. Air mengalir mengikuti lekukan tubuh yang begitu indah. Tangan kirinya mengikuti aliran air yang terus turn ke bawah. Diikuti oleh guyuran berikutnya hingga seluruh tubuh semoknya basah kuyup. Yuni meraih sabun dan mulai menggosokkan ke seluruh tubuh semoknya. Terlihat busa tipis-tipis melumuri setiap lekuk tubuh semoknya. Semakin lama busa itu menutupi hampir setuap jengkal kulitnya. Yuni meringis nikmat begitu tangannya menyentuh tempik tersembunyi itu. Hasratnya tersulut seketika. Jemarinya memainkan bagian tubuh oaling sensitif itu dan membayangkan persenggamaan yang telah dilakukannya selama ini. Tak butuh waktu lama untuk membuat tempiknya becek luar dalam. Pinggulnya mulai be goyang pelan sambil terus menggosok lembut tempiknya. Tangan satunya meremasi payudara ranum penuh birahi. Desahannya begitu kencang. Setelah beberapa saat Yuni berhenti melakukannya. Dia ingin segera ke rumah Simbah untuk bisa melampiaskan nafsunya. Guyuran cepat datang kemudian. Melucuti busa sabun yang menempel pada tubuh semoknya. Yuni langsung menggosok gigi. Lalu membilas untuk terakhir kalinya. Handuk itu menari-nari pelan di sekujur tubuh semok Yuni. Menyerap air yang menempel pada tubuh semok Yuni. Setelah dirasa cukup, Yuni melilitkan handuk itu ke tubuhnya.
Yuni keluar dari kamar mandi dengan gairah yang sedikit tersulut. Langakah kakinya begitu tergesa masuk ke dalam rumah, juga kamarnya. Yuni melepas lilitan handuk dan tubuh semoknya kembali telanjang bulat. Dibuka lemari pakaiannya dan memungut baju di dalamnya. Mulai dari celana dalam, rok selutut dan kaos polos yang begitu menampakkan payudara ranum yang baru tumbuh. Yuni memakainya satu per satu hingga tubuh semoknya kini sudah tertutup baju. Yuni berkeliling rumah untuk mengunci seluruh pintu dan jendela. Lalu keluar dari pintu dapur. Sepedanya ada di sana. Begitu Yuni mulai mengayuh pedal itu pelan pikirannya terbesit Pakdhe Karno. Dengan gairah yang membara Yuni bersepeda menuju rumah Pakdhe Karno. Terlihat dekat tetapi Yuni tidak bersepeda hingga depan rumahnya. Sepeda Yuni diletakkan di bawah teras iring tinggi di belakang rumah Pakdhe Karno. Lalu Yuni memanjat teras iring itu. Langkah kakinya cepat dengan mata yang menyapu berkeliling. Dia tidak ingin ada orang yang melihatnya masuk perkarangan Pakdhe Karno. Yuni berjalan memutar ke samping rumah. Terdengar suara kambing yang mengembik keras dari arah kandang. Saling bersahutan tanpa henti. Tiba-tiba mereka berhenti mengembik. Pasti seseorang telah memberikan mereka makan. Sehingga mereka makan dengan lahap tanpa bersuara.
Begitu Yuni sampai di sudut rumah, Dia melihat ke arah kandang kambing dan sapi Pakdhe Karno. Tubuh gempal Pakdhe Karno tengah memberi makan sapi dan kambing dengan rumput. Dia begitu fokus meletakkan rumput itu di tempat makan hewan peliharaannya. Seelah mereka semua mendapatkan makanannya Pakdhe Karno menikmati pemandangan hewan peliharaannya makan. Tubuhnya penuh keringat. Membasahi beberapa bagian bajunya. Seperti di ketiak, dada dan punggungnya. Sepertinya Pakdhe Karno baru saja sampai rumah. Dia berdiri tegak dan menikmati pemandangan hewan peliharaannya dengan tenang. Yuni berjlan cepat tanpa diketahui. Dia mengendap-endap sebaik mungkin agar Pakdhe Karno tidak melihatnya. Hingga Yuni tinggal beberapa langkah saja dari Pakdhe Karno. Yuni berjalan jinjit tepat di belakang Pakdhe Karno. Lalu menyambar tubuh kekar Pakdhe Karno dari belakang. Pelukan hangat penuh gairah langsung Yuni berikan tanpa peringatan.
"Yuni?!" Pakdhe Karno kaget dan melihat ke belakang. Tangan Yuni langsung menggerayangi selangkangan Karno dari belakang. Kontol uratnya masih terkulai lemas, tersembunyi di balik celana. Karno menyapu pandangan ke sekelilingnya. Takut entah bagaimana caranya ada orang yang melihat aktivitas birahi mereka. Dia merasa aman sebenarnya. Karena kandangnya berada di samping rumah. Tidak ada jalan setapak yang melewati sana. Apalagi ini sudah sore. Tak akan ada orang yang dengan acak berjalan ke kandangnya. Diapun membiarkan Yuni menggerayangi kontol uratnya yang sebenarnya sudah mulai mengeras. Tangan Yuni masuk ke dalam celana. Memainkan kontol uratnya dengan mengocoknya pelan. Karno membalasnya dengan meremas pelan payudara ranum Yuni di balik kaosnya. Yuni mendesis pelan sambil menahan birahinya. Tak butuh waktu lama bagi Yuni untuk meledakkan gairahnya. Dia sudah tidak tahan lagi. Yuni berpindah ke depan Karno, jongkok tepat di hadapannya. Seketika celana dan sempak Karno ditarik ke bawah. Kontol uratnya menyembul sedikit tegang. Yuni langsung menggenggamnya dan mengocok pelan.
Aahhh aahhhh aahhhh eeengghh eengghh eengghh
Cuss langsung ke https://karyakarsa.com/kabut15/37-kambing