🌻 05 🌻

273 31 0
                                    

Pagi ini, suasana di kelas terasa begitu canggung bagi Gyuvin. Sejak insiden itu, Ricky benar-benar menjauh, dan sekarang rasanya seperti kembali ke titik nol. Gyuvin duduk di bangkunya dengan tatapan kosong, mencoba memahami kesalahan apa yang telah ia buat. Di sampingnya, Gunwook mengamati dengan tajam, memendam kekesalan yang sudah sejak tadi hendak ia luapkan.

"Gyuvin, kau benar-benar bodoh," kata Gunwook dengan nada tajam, tidak mampu menahan diri lagi.

Gyuvin hanya bisa menghela napas, tidak mencoba membela diri. "Aku tahu, Gunwook. Aku tahu."

Gunwook mendekatkan wajahnya ke arah Gyuvin, matanya menyala dengan kemarahan. "Kau tahu? Kau benar-benar tahu? Kalau kau tahu, kau tidak akan membuat Ricky marah seperti itu! Apa yang kau pikirkan?"

Gyuvin menggigit bibirnya, merasa terpojok. "Aku hanya... aku hanya mencoba membuatnya merasa lebih baik. Aku pikir dia butuh seseorang yang mengerti."

"Seseorang yang mengerti? Dengan cara memanggilnya dengan nama orang yang sudah meninggal? Apa kau sadar betapa itu menyakitinya?" Gunwook mengguncang bahunya dengan frustasi.

"Aku tidak bermaksud begitu...," Gyuvin merintih, matanya mulai basah.

Gunwook menghela napas panjang, menenangkan dirinya. "Gyuvin, aku tahu kau hanya mencoba membantu. Tapi kau harus lebih peka. Ricky itu berbeda dari Rui. Dia bukan Rui. Kau tidak bisa memperlakukannya seperti itu."

Suara bel tanda masuk kelas berbunyi, dan Ricky masuk ke dalam kelas bersama siswa-siswa lain. Tatapan Gyuvin langsung tertuju padanya, berharap ada sedikit perubahan dalam sikapnya. Namun, Ricky melewatinya begitu saja, tanpa sepatah kata atau tatapan pun. Hatinya terasa semakin berat.

Setelah kelas selesai, Gyuvin mengumpulkan keberaniannya untuk mendekati Ricky. Dengan napas yang dalam, dia berdiri di depan pintu kelas, menunggu Ricky keluar.

"Ricky, aku...," Gyuvin mulai berbicara ketika Ricky keluar, namun ia segera memotongnya.

"Aku tidak ingin mendengarnya, Gyuvin," kata Ricky dengan dingin, tanpa sedikit pun emosi di wajahnya.

"Kumohon, aku hanya ingin menjelaskan," Gyuvin memohon, suaranya gemetar.

Ricky berhenti sejenak, menatap Gyuvin dengan tatapan yang sulit diartikan. "Tidak ada yang perlu dijelaskan. Kamu sudah cukup jelas menunjukkan siapa dirimu."

Gyuvin merasa kata-kata itu menusuk jantungnya. "Aku benar-benar minta maaf. Aku tidak bermaksud menyakitimu."

"Tapi kamu tetap melakukannya," balas Ricky singkat sebelum melangkah pergi, meninggalkan Gyuvin dengan perasaan hancur.

Gunwook, yang melihat semuanya dari kejauhan, mendekati Gyuvin dan menepuk bahunya. "Kau harus memberinya waktu, Gyuvin. Biarkan dia sendiri dulu."

Gyuvin mengangguk lemah, menyadari betapa dalam kesalahannya. "Aku hanya berharap dia bisa memaafkanku suatu hari nanti."

"Kita semua berharap begitu, Gyuvin. Yang bisa kita lakukan sekarang hanyalah menunggu," kata Gunwook dengan suara yang lebih lembut, mencoba memberi sedikit harapan pada sahabatnya yang terluka.

•••

Sore itu, suasana di lintasan lapangan sekolah begitu tenang. Langit perlahan berubah warna, matahari mulai tenggelam, memberikan semburat oranye pada awan yang berserak. Gyuvin duduk di bangku yang agak jauh dari lintasan, mengamati Ricky yang sedang berlatih. Kakinya bergerak cepat, seolah-olah mencoba melarikan diri dari semua yang membelenggu pikirannya.

Gyuvin tidak bisa mengalihkan pandangannya. Ketika Gyuvin mengamati dengan seksama, pikirannya berkelana, merenungi betapa rumitnya perasaan yang ia rasakan. Setiap kali melihat Ricky, hatinya selalu teriris antara kesedihan dan harapan. Dia tahu Ricky bukan Rui, tapi dia tidak bisa mengabaikan kemiripan mereka.

[✓] SUNFLOWER SMILE 🌻 | GYUICKY ♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang