[✓] SUNFLOWER SMILE 🌻 | GYUICKY ♡

🌻 16 🌻

Di dalam kelas yang bising dengan suara murid-murid yang bercengkerama dan suara pensil yang berderit di atas kertas, Gyuvin menatap dua sahabatnya, Ricky dan Gunwook, dengan senyum yang penuh harapan. Hatinya berdebar-debar ketika ia hendak membagikan kabar gembira yang telah lama ia nantikan.

"Hei, aku punya kabar baik," kata Gyuvin, suaranya sedikit gemetar karena antusiasme yang tertahan. "Tim kami berhasil lolos ke babak penyisihan akhir di turnamen basket yang akan datang."

Ricky dan Gunwook, yang awalnya asyik berbincang tentang hal lain, segera menghentikan percakapan mereka dan beralih memperhatikan Gyuvin. Mata mereka membesar dan senyum lebar menghiasi wajah mereka.

"Serius? Itu luar biasa, Gyuvin!" seru Gunwook, tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Dia menepuk bahu Gyuvin dengan penuh semangat. "Kau pasti sangat bekerja keras untuk ini."

Ricky, dengan senyumnya yang khas, menatap Gyuvin dengan mata berbinar. "Aku sudah tahu kalau kamu bisa melakukannya," katanya dengan bangga. "Kamu memang pemain yang hebat, Gyuvin."

Mendengar dukungan dari kedua sahabatnya, Gyuvin merasa hatinya semakin ringan dan semangatnya semakin membara. "Terima kasih, teman-teman. Tapi ini baru permulaan. Babak penyisihan akhir akan sangat sulit, dan kita harus memberikan yang terbaik."

Ricky mengangguk dengan penuh keyakinan. "Jangan khawatir, Gyuvin. Kami akan selalu mendukungmu. Aku akan selalu menemanimu, dan kami akan menonton pertandingan babak penyisihan akhir bersama-sama. Benar, Gunwook?"

Gunwook mengangguk antusias. "Tentu saja! Kami akan berada di sana untuk mendukungmu. Tidak ada yang lebih kami inginkan selain melihatmu berhasil."

Gyuvin merasa sangat terharu dengan dukungan dari sahabat-sahabatnya. "Terimakasih banyak. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa melakukannya tanpa kalian."

Ricky tersenyum, kali ini lebih lembut. "Gyuvin, kami percaya padamu. Kamu sudah membuktikan bahwa kau bisa bangkit kembali. Sekarang, yang harus kau lakukan adalah percaya pada dirimu sendiri dan bermain dengan seluruh hatimu."

Gyuvin mengangguk, merasakan semangat yang semakin berkobar di dalam dirinya. "Aku akan memberikan yang terbaik, tidak hanya untuk tim, tapi juga untuk kalian berdua yang selalu ada di sisiku."

Mereka bertiga terdiam sejenak, merasakan kehangatan persahabatan yang mengikat mereka. Di dalam kelas yang penuh dengan kegaduhan, mereka menemukan momen kedamaian yang penuh makna.

Sepulang sekolah, Ricky duduk di pinggir lapangan basket, matanya tidak pernah lepas dari sosok Gyuvin yang sedang berlatih dengan giat bersama timnya. Gyuvin terlihat begitu fokus dan penuh semangat, melompat, berlari, dan mengoper bola dengan kecepatan dan kelincahan yang luar biasa. Setiap gerakan Gyuvin menggambarkan kegembiraan yang tulus dan cinta yang mendalam terhadap permainan ini.

Sementara itu, senyum Ricky perlahan berubah menjadi senyum getir. Wajahnya tampak sendu, namun masih dengan senyum tipis yang selalu menghiasi bibirnya. Ada rasa bangga yang membuncah di dadanya melihat Gyuvin kembali menemukan semangat yang hilang, tapi di balik kebanggaan itu tersimpan perasaan yang sulit diungkapkan. Ia tahu bahwa kebahagiaan Gyuvin adalah prioritas utamanya, namun ada rasa takut yang menggelayuti hatinya.

Saat latihan usai, Gyuvin berlari ke arah Ricky, keringat bercucuran di wajahnya, namun senyum lebar terpancar dengan jelas. "Ricky, terima kasih sudah menemaniku berlatih," katanya, masih terengah-engah.

Ricky menatap Gyuvin, senyumnya kembali melebar meski hatinya masih dipenuhi rasa sendu. "Bagaimana rasanya kembali bermain basket setelah sekian lama?" tanyanya, suaranya lembut dan penuh perhatian.

Gyuvin menghela napas panjang, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih berdetak kencang setelah latihan intens. "Rasanya luar biasa, Ricky. Seperti aku kembali menemukan bagian dari diriku yang hilang. Aku merasa seperti hidup kembali . Aku bisa merasakan semangat dan kebahagiaan yang selama ini hilang."