🌻 10 🌻

200 23 0
                                    

Gyuvin berdiri di ujung lapangan atletik, matanya tertuju pada sosok Ricky yang sedang berlatih sendirian. Hari itu, langit cerah dengan sinar matahari yang menghangatkan, menciptakan suasana yang sempurna untuk konfrontasi yang telah lama ia rencanakan. Setelah berhari-hari diabaikan dan ditolak, Gyuvin merasa ini adalah satu-satunya cara untuk mencapai Ricky-melalui hal yang paling ia cintai, yaitu berlari.

Dengan langkah tegas, Gyuvin mendekati Ricky yang sedang meregangkan otot-otot kakinya di tepi lintasan. "Ricky!" panggilnya dengan suara yang tegas namun bersahabat. Ricky menoleh, alisnya terangkat dengan ekspresi campuran antara kejengkelan dan rasa ingin tahu.

"Apa lagi sekarang?" tanya Ricky dengan nada datar, jelas-jelas tidak ingin terganggu.

Gyuvin menarik napas dalam-dalam, memantapkan tekadnya. "Aku menantangmu untuk berlomba lari denganku," ucapnya dengan penuh keyakinan.

Ricky mengernyitkan dahi, jelas terkejut dengan tantangan tersebut. "Apa maksudmu?" tanyanya, nada skeptis terdengar jelas.

"Aku tahu ini terdengar aneh, tapi dengarkan aku. Jika aku kalah, aku berjanji tidak akan memaksa atau mengganggumu lagi," kata Gyuvin, matanya tak lepas dari Ricky. "Tapi jika aku menang, kamu harus memaafkanku dan memberi aku kesempatan untuk berteman denganmu lagi."

Ricky menatap Gyuvin dengan pandangan tajam, mencoba mencari kesungguhan di mata pemuda itu. Setelah beberapa detik hening yang terasa seperti selamanya, Ricky akhirnya mengangguk perlahan. "Baiklah. Jika itu yang kamu inginkan, aku terima tantanganmu."

Keduanya berjalan ke garis start. Gyuvin merasakan adrenalin mengalir dalam tubuhnya, namun juga ada ketenangan yang muncul dari keputusannya. Ricky, di sisi lain, memandang lintasan dengan penuh konsentrasi, seperti biasa saat dia bersiap untuk berlari.

Seorang teman sekelas mereka yang kebetulan lewat setuju menjadi juri dadakan. "Siap? Satu, dua, tiga, mulai!" teriaknya, mengangkat tangan sebagai tanda dimulainya lomba.

Ricky melesat dengan kecepatan luar biasa, langkah-langkahnya ringan dan penuh kekuatan. Gyuvin mengejar dengan sekuat tenaga, setiap langkah terasa berat namun ia tidak menyerah. Meskipun ia tahu kemungkinannya kecil untuk menang, Gyuvin terus berlari, mata dan hatinya fokus pada satu tujuan yaitu membuktikan ketulusannya.

Lintasan terasa semakin pendek saat Ricky terus memimpin, tetapi Gyuvin tidak memperlambat langkahnya. Nafasnya mulai terasa sesak, keringat mengucur deras, tetapi ia menolak untuk berhenti. Ia tahu bahwa ini adalah kesempatan terakhirnya untuk menunjukkan betapa seriusnya ia ingin menjadi bagian dari hidup Ricky.

Ketika Ricky mencapai garis finish dengan napas yang masih stabil, Gyuvin menyusul beberapa detik kemudian, terengah-engah dan hampir jatuh karena kelelahan. Ricky berbalik, menatap Gyuvin yang berusaha mengatur napasnya.

"Kamu kalah," kata Ricky dengan nada datar, meskipun ada sedikit kekaguman di matanya.

Gyuvin mengangguk, menerima kekalahan dengan lapang dada. "Iya, aku kalah. Dan aku akan menepati janjiku," ucapnya, sambil berdiri dengan susah payah.

Ricky menatap Gyuvin sejenak sebelum berkata dengan tegas, "Bagus. Kalau begitu jangan dekatiku lagi." Ia berbalik dan mulai berjalan menjauh, meninggalkan Gyuvin yang terdiam di tempatnya.

Namun, baru beberapa langkah Ricky melangkah, ia mendengar suara isakan tangis yang tertahan. Ia berhenti dan menoleh, melihat Gyuvin berdiri di tempatnya dengan kepala tertunduk, bahunya bergetar karena menangis. Hati Ricky yang tadinya keras mulai merasa bingung dan bimbang.

Ricky kembali melangkah, kali ini menuju Gyuvin. "Kenapa kamu menangis?" tanyanya dengan suara yang lebih lembut, meskipun masih ada nada dingin di dalamnya.

[✓] SUNFLOWER SMILE 🌻 | GYUICKY ♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang