Jaket berwarna gelap itu setidaknya masih matching dengan warna pakaiannya sekarang, akan terlihat seperti memang dipakai seperti itu bagi orang yang tak mengetahui kejadian yang sebenarnya. Yaitu Nala yang tengah memanfaatkannya untuk menutupi bagian belakangnya yang terkena noda darah.
"Lah ini jaket siapa Na?"
"Artha"
"Hah? kok bisa?"
"Tadi dia yang tau kalau gue bocor, terus dipinjemin."
"Ternyata ga se ansos itu ya anaknya."
Untungnya, Hawa bukanlah salah satu dari deretan penggemar Artha di kampus. Jadi aman sekali untuk menceritakan semuanya kepada perempuan ini.
"Duhh, mana matkul banyak, pasti pulang sore."
"Ya iya lah bodor, kalau mau pulang pagi balik SD aja sono"
"Ishh bakalan sampai kering nih bocor"
"Hahahaha tahan-tahann"
Sebagai mahasiswi fakultas psikologi yang sudah menginjak semester ke-tiga, kini mereka sudah mulai dihadapkan oleh mata kuliah yang semakin menjurus ke arah psikologi. Tentunya tak semudah apa yang dikatakan orang-orang, mereka belum merasakan sendiri bagaimana realita susahnya memahami pemikiran dan perasaan orang lain dengan sebuah tujuan.
Ya, mereka berkuliah dengan tujuan untuk memahami orang lain, terdengar simple bukan? padahal kebenarannya adalah rumit, benar-benar rumit.
Mungkin yang ada di pikiran orang-orang, fakultas psikologi adalah wadah untuk bermain menjadi detektif yang menerka-nerka sifat dan perilaku orang hanya dari bahasa tubuhnya, atau bahkan dari sebuah kedipan mata.
Tidak, bukan seperti itu. Buang jauh-jauh pemikiran seperti itu atau kalian akan menyesal di kemudian hari.
Kelas demi kelas telah Nala lewati dengan tidak nyaman karena hari pertama haidnya ini, jika kalian adalah perempuan, pasti kalian juga ikut bisa merasakan bagaimana keadaannya.
Ia berjalan gontai sendirian menuju tempat parkir karena Hawa sudah dijemput oleh pacarnya sedari tadi. Tiba-tiba sebuah rombongan orang berlari lewat dan salah satunya menyenggol Nala begitu kencang hingga gadis itu terhuyung kehilangan keseimbangan.
Ia bergerak mencari apa saja yang bisa dijadikan sebagai pegangan, akhirnya telapak tangannya menggenggam sebuah kain yang entah apa dan milik siapa, tak berpikir panjang Nala menariknya. Tak disangka-sangka suara robekan begitu nyaring terdengar.
Saat sudah seimbang, dagunya terangkat dan melihat tangannya tengah menarik lengan kaos Artha hingga sobek dan memperlihatkan muscle laki-laki itu yang sedikit terbentuk.
Nala menganga tak percaya dengan kelakuannya sendiri, "Anjir.. sorryyyyy"
Artha tak merespon, ia hanya melihat orang-orang disekelilingnya yang tertawa melihat kejadian itu. Ditariklah tangan gadis itu dengan cukup tergesa.
"Lo malu-maluin gue"
"Sorry Artha, gue ngga sengaja please."
Laki-laki itu hanya mendengus kesal.
"G-gue traktir deh kapan-kapan! sekalian makasih soal jaketnya." Tawar Nala dengan hati-hati.
"Gue gak butuh."
"Ya kalau gitu maaf Tha.."
"Ganti rugi."
"Iya deh gue ganti kaos lo, sorry.. pasti mahal ya??"
"Bukan, bukan pake uang atau traktiran."
"T-terus??"
"Kapan-kapan aja gue tagih"
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Deceit - Han Taesan
FanfictionMereka yang terjebak dalam permainan kebohongan rancangan mereka sendiri, kini tak bisa lepas dan bahkan tak ingin keluar.