♬ 5. beginning

107 21 2
                                    

Gadis itu terlihat begitu cantik dalam balutan dress warna hitam dengan kerah dan kancing berwarna putih, nampak sangat lucu dipandang. Dress itupun menjuntai cukup panjang sampai ke betisnya, pakaian yang memang sangatlah sopan. Sementara sapuan tipis riasan juga semakin memperindah parasnya malam ini.

Dengan hati-hati Nala menuruni tangga, ia lupa bahwa ia juga memerlukan sebuah heels untuk melengkapi dirinya saat ini. Dicarinya sebuah sepatu ber hak yang sekiranya cocok dengan pakaiannya di tumpukan rak sepatu.

"Nala? Nak? Kamu jadi ikut??" Bunda sudah terlanjur tersenyum haru, mengira anak gadisnya itu berubah pikiran atas keputusannya.

"Enggak ma, Nala mau pergi sama pacar Nala." Tangannya bergerak meraih tangan sang Bunda kemudian menciumnya, "Nala berangkat, nanti tolong bilangin Ayah ya Bun."

Helaan nafas penuh kekecewaan terdengar.

"Itu Nala mau kemana??"

"Mau ketemu sama pacarnya katanya, sepertinya Nala memang bener-bener ga bisa di paksa Yah. Kita harus minta maaf sama keluarga mereka."

"Tapi Ayah kecewa."

Sementara itu Nala mencegat taksi yang tengah lewat, ia akan menuju ke apartemen Artha sekarang.

Laki-laki itu sebenarnya sudah menawarkan sebuah jemputan yang kemudian langsung di tolak oleh sang gadis. Nala lebih memilih untuk berangkat sendiri agar tak menyita perhatian orang rumah.

Ketika sampai, ia bergegas mencari nomor apartemen yang kemarin dikatakan oleh Artha. Ia memencet sebuah bel di depan pintu itu.

Tak lama seorang laki-laki membukakan pintu, dia Artha.. yang mengenakan setelan jas senada dengan dress yang dikenakan oleh Nala.

"Sebentar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sebentar."

Artha mempersilahkan Nala untuk masuk dan duduk di ruang tamu apartemennya yang cukup luas itu. Di dalam sana banyak sekali benda-benda yang menyita perhatian Nala, seperti yang sekarang tengah ia sentuh, sebuah Phonograph berwarna emas yang terlihat begitu antik dan mahal.

Batinnya mulai penasaran tentang selera musik Artha, sebuah Phonograph tentunya tak memiliki banyak peminat di era yang serba teknologi seperti sekarang ini.

"Mau denger?"

Nala memang tak bergeming, namun matanya yang berbinar seolah telah memberikan jawaban. Artha meletakkan sebuah piringan hitam diatas pemutar musik jadul itu, terputar sebuah musik klasik yang begitu nyaman masuk ke telinga.

Sejenak Nala terbuai, hingga suara barang jatuh mengalihkan atensinya. Di sana Artha tengah berkutat dengan dasi hitamnya yang tak kunjung menempel rapih pada kemejanya.

"Bisa? Dibantuin ga?"

"Enggak, gue bisa."

Laki-laki itu tetap bersikeras memasang dasinya sendiri meskipun berakhir tak begitu rapi.

Setelah semuanya siap mereka pun segera berangkat menuju sebuah tempat di mana mereka akan bersandiwara. Beberapa briefing yang Artha siapkan pada Nala rasanya sudah cukup membantu gadis itu untuk memainkan perannya.

Mereka memasuki sebuah restoran dengan nuansa mewah nan elegan. Artha menuntun sang gadis menuju meja yang sudah dipesan oleh keluarganya sebelumnya.

Alangkah terkejutnya Nala ketika melihat empat orang yang tengah berbincang-bincang di meja itu.

"Tha.." Langkahnya tercekat, ia menarik kembali lengan sang laki-laki.

"Kenapa? Gausah grogi, gapapa." Sementara Artha terus menariknya untuk tetap berjalan ke sana.

"Loh, Nala??"

Mereka yang duduk di sana adalah Ayah dan Bunda..

"Jadi Pacar kamu itu Artha??"

"Bunda--"

"Tunggu, ini maksutnya apa ya?" Kini laki-laki paruh baya yang sepertinya adalah Papa dari Artha itu membuka suara.

"Ini Nala, anak kami yang mau dijodohkan dengan Artha."

Semenjak kalimat itu diucapkan, kini Artha tau betul mengapa sebelumnya Nala sempat tercekat.

"Wahhh, jadi gampang dong kalau gini ceritanya, kita percepat saja acaranya Nyonya.." Mama tiri Artha tersenyum kegirangan, raut wajah itu benar-benar terlihat memuakkan bagi Artha. "Ayo kalian duduk dulu sini."

Keringat dingin mulai mengucur melewati dahi gadis itu, ia panik dan tak sanggup lagi menghadapi badai yang tengah berada tepat di depan matanya itu sekarang.

"S-saya ke kamar mandi sebentar." Ia menyahut tas jinjingnya kemudian berjalan cepat melesat menuju sembarang arah.

"Pa, Artha susulin Nala bentar ya."

Bukannya Papa yang menjawab, justru wanita dengan lipstick merah gelap itu yang membuka mulut. "Iya nak sana gih, duhh anak jaman sekarang kalau pacaran manis sekali ya??"

Artha tak lagi menghiraukan ocehan wanita itu, ia berlari kecil menyusul langkah sang gadis yang entah akan kemana itu.

"Nala!"

Panggilan itu masih tak terdengar oleh sang pemilik nama yang kini hanya fokus mencari jalan untuk menjauh.

"Nala! Tunggu!"

Artha berhasil mencekal tangan sang gadis sehingga kini mereka berhenti tepat di sebuah taman buatan milik restoran.

"Artha, Kita udah salah.. beneran salah."

"Iya, gue tau. Tapi serius sebelumnya gue ga tau siapa cewe yang mau dijodohin sama gue itu."

"Dan gue-- gue sebenernya juga di kasih tau kalau gue harus nemuin cowo dan keluarganya hari ini dan gue nolak pake alesan mau keluar sama pacar, tapi Bunda bilang cowo nya itu biasa-biasa aja sama sekali ngga kaya bahkan bukan dari keluarga yang berada. Tapi, mungkin Bunda bohongin gue soal itu.."

Nala memijat dahinya pelan, "Terus sekarang gimana Tha??"

"Tenang, tenang dulu."

"Di saat kayak gini lo masih nyuruh gue buat tenang? Ga bisa Artha!"

"Ya gue juga kaget Na! Tapi kalau kita panik, kita ga bakal bisa mikirin solusi terbaiknya." Artha berbicara dengan intonasi yang meninggi, membuat sang gadis kembali menciut takut.

"Maaf.. gue ga bermaksut."

"Pokoknya, secepatnya kita harus dapet jalan keluar. Gue ga mau nikah muda, gue masih pengen kejar kuliah dan karir gue Artha.."

"Iya, gue paham. Sementara ini bersikap biasa aja di depan orang tua gue dan orang tua lo, jangan bikin mereka curiga dulu."

Nala mengangguk paham, "Tapi lo janji ya? bakal dapet solusinya?"

"Iya, Nala."

Malam yang begitu mengejutkan mereka lewati dengan suasana hati yang muram. Tentu saja mereka panik, sandiwara yang telah Artha dan Nala rancang itu kini berbalik menjebak mereka di dalam kerumitannya.

♬♩♪♩ ♩♪♩♬

↓ click the star⭐ below please??

Our Deceit - Han Taesan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang