Naik Angkot

33 0 0
                                    

Gara-gara istri Mang Asep di kampung mau melahirkan, Mang Asep jadi harus cuti selama beberapa minggu. Korbannya tentu saja gue dan Kak Luna. Kita jadi harus naik angkot untuk berangkat ke sekolah.

"Hati-hati di jalan ya," kata mama sebelum kita berangkat. "Sekarang lagi banyak hipnotis di jalan. Kalau nanti ada yang nyolek kalian di jalan, jangan nengok ya!"

"Kalo aku dicolek orang sih pasti orangnya langsung aku gampar. Kalo kak luna tuh mungkin orangnya bakal dicolek balik. Apalagi kalo ganteng."

Kak Luna tetap asyik dengan HP ditangannya tanpa memperhatikan obrolan gue dan mama.

"Luna, jangan main HP di angkot. Bahaya!" kata Mama ke Kak Luna.

"Bahaya nanti banyak yang minta nomor HP-ku ya, ma?" kata Kak Luna sambil cengengesan.

"Luna, mama serius!"

"Iya, ma, iya. Kita cuma mau naik angkot kok, bukan pergi ke medan perang. Lagian biasanya kalau Mang Asep gak masuk juga kita kan naik angkot."

"Iya sih, tapi belakangan kan lagi banyak berita serem-serem di angkot."

"Santai, ma. Woles. Aku akan selalu berdoa dalam hati supaya terhindar dari segala mara bahaya."

"Gaya lo kayak Mamah Dedeh!" sahut gue.

"Mamah who?" tanya Kak Luna bingung.

"Sudah sudah, pokoknya hati-hati. Kalau HP kamu ilang, mama gak mau beliin lagi!" kata mama.

Dengan terpaksa Kak Luna langsung memasukkan HP ke dalam tasnya. Tangannya itu sepertinya langsung gatel-gatel kalau gak pegang HP.

Gue dan Kak Luna segera berangkat setelah berpamitan. Gak butuh waktu lama untuk kita dapet angkot yang penuh sesak. Sumpah ya, saking penuhnya, gue merasa seperti pepes ikan teri!

Yang paling bikin gue jengkel adalah dengan kondisi oksigen aja rebutan, ada satu pria yang seenak udelnya asik merokok dan menghembuskan asapnya kemana-mana. Pengen gue ambil rokoknya dan gue sundut ke jambulnya yang klimis itu.

Pria itu tiba-tiba meniupkan asap rokoknya ke muka gue. Ih, dia pikir muka gue lilin kue ulang tahun!

"Mas, asepnya mas!" kata gue.

Pria itu nyengir sok manis dan berusaha mengarahkan asap ke luar jendela. Tapi hasilnya asap justru semakin menyebar di dalam angkot.

"Mas, jangan ngerokok di dalem angkot dong. Bikin baju orang-orang jadi bau nih," kata Kak Luna jutek.

"Kalau mau wangi naik mobil pribadi aja," jawab pria itu gak kalah jutek.

"Eh, nyolot lagi! Situ ya, kalau mau ngerokok ditutupin aja mukanya pake kresek. Gak ada yang minta asepnya." Jawab Kak Luna.

Melihat ibu-ibu di angkot banyak yang mengangguk-angguk mengamini kata-kata Kak Luna, pria itu akhirnya mematikan rokoknya dengan muka bete. Mungkin dia takut disambel sama ibu-ibu di angkot ini.

"La, ujan, la!" jerit Kak Luna tiba-tiba tanpa peduli ada mas-mas bete dihadapannya.

"Terus kenapa? Hujan kan cuma air kak!"

"Kita gak bawa payung, oon!"

"Yaudah tinggal neduh. Gitu aja repot."

"Gigi lo empuk. Kita udah hampir telat. Pelajaran pertama gue bahasa inggris nih. Gurunya lebih killer dari macan puasa!"

"Ya udah, kita nembus ujan."

"Deres banget! Basah dong baju gue!"

"Kalau gak mau basah, naik mobil pribadi mbak." sahut pria perokok itu tadi.

Kak Luna memberi tatapan mematikan sampai pria itu menundukkan kepalanya. Dia gak tau sih, meskipun Kak Luna ini secantik Ola Ramlan, tapi galaknya bikin orang yang pengen menghilang.

"Kiri bang!" teriak gue.

Secepat kilat gue loncat dari angkot dan segera berlari ke halte terdekat untuk berteduh. Kak Luna mau gak mau tampak mengikuti gue dari belakang. Gedung sekolah sebetulnya sudah sangat dekat, tapi dengan kondisi hujan yang sangat deras, kita gak mungkin nekat lari.

"Gue gak bisa ke sekolah dengan penampilan kayak tikus kecebur got gini!" kata Kak Luna sambil memeras-meras rambutnya yang sekarang sudah lepek.

"Terus mau gimana? Bolos sekolah?"

"Lo mau?"

"Gak ah. Gue ada ulangan nanti."

"Yah, males banget gue cabut sendirian."

"Ajakin aja pacar lo!"

"Pacar yang mana?"

"Ya gak tau. Ganti pacar kok kayak ganti baju. Sering banget. Lost track gue!"

"Yang terakhir udah gue putusin."

"Kenapa?"

"Bau ketek!"

Gue tertawa ngakak mendengar jawaban Kak Luna. Berani jamin, dia pasti pakai alasan itu juga saat minta putus. Pasti mantannya itu langsung beli deodorant sekarung.

Sebuah sedan hitam tiba-tiba berhenti di depan kami. Kaca jendela pintu belakang terbuka perlahan. Dan seperti kejatuhan durian, gue hampir keselek menemukan wajah Kak Yudha dari balik jendela.

"Lun, mau bareng?" tawarnya ke Kak Luna.

"Mau!" jawab Kak Luna cepat. "La, lo duduk belakang. Gue duduk depan!"

Ciamik! Kadang kakak gue ini memang pengertian banget. Dia pasti meminta gue duduk di belakang supaya gue bisa dekat-dekat dengan Kak Yudha. Ah, nanti pulang sekolah gue mau beliin Kak Luna cakwe kesukaannya deh!

"Soalnya gue mau ngaca sambil benerin rambut gue!" lanjut Kak Luna sebelum masuk mobil.

Sialan. Ternyata dia bukan mikirin gue!

"Tumben gak gak dianter. Supir lo mana?" tanya Kak Yudha setelah kita masuk mobil.

"Hamil." jawab Kak Luna sekenanya.

"Hah?"

"Maksudnya istrinya hamil, jadi harus mudik dulu." kata gue memberi penjelasan yang lebih baik.

"Lho, si Asep udah punya bini? Kirain belum kawin. Tiap siang kerjaannya godain tukag gado-gado." sahut supirnya Kak Yudha.

"Kan bisa nambah, pak." jawab Kak Yudha sambil cekikikan.

"Lo pikir makan di rumah nenek lo bisa nambah!" kata Kak Luna jutek.

Gue mencuri-curi pandang ke arah Kak Yudha sambil terus pasang senyum lebar. Gue pernah baca, cara menarik perhatian cowo adalah dengan sering tersenyum supaya kita terlihat sebagai pribadi yang menyenangkan. 

Gak cuma itu, guepun pasang tampang jinak-jinak merpati lengkap dengan mata yang disayu-sayuin. Mudah-mudahan aja gue gak keliatan kayak bocah teler yang kebanyakan ngirup lem aibon!

"Thanks ya!" Kak Luna segera meloncat keluar mobil ketika tiba di sekolah.

"Makasih ya kak!" kata gue sok imut.

Kak Yudha hanya tersenyum. Senyumnya aneh. Mungkin dia mulai tersihir dengan senyuman gue yang gak kalah mempesona dengan senyuman Puteri Indonesia. 

"Ayo!" Kak Luna segera menggeret gue ke toilet sekolah.

"Kak, udah bel. Gue langsung ke kelas aja deh."

"Gak boleh. Sebagai anak dance, lo gak boleh keliatan sekucel ini. Kita dandan dulu!"

"Tapi, kak.."

"Gak ada tapi-tapian!"

Mau gak mau, gue mengikuti Kak Luna ke toilet dan mengamati wajah gue di depan kaca besar. Dan Oh My God, ada cabe nyelip di gigi gue! Gak tanggung-tanggung, ada dua cabe yang nyelip!

Crap! Pantesan aja tadi Kak Yuda senyumnya kayak mau nahan kentut. Duh, mau ditaro dimana muka gue setelah ini? 

Lola and FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang