Hingar bingar keriaan Pentas Seni menggema ke seluruh penjuru sekolah. Semakin sore, lapangan sekolah justru tampak semakin penuh sesah. Gak cuma anak-anak sekolah Harapa Bangsa yang hadir ke Pensi ini, tapi anak-anak sekolah lainpun tampak banyak yang berdatangan.
Di saat hampir semua orang berkumpul di lapangan, menikmati apapun yang sedang ditampilkan di panggung, aku justru mojok sendirian di salah satu meja kantin. Jantungku berdebar-debar. Keringat dingin mulai mengucur. Ya, aku demam panggung!
Membayangkan diriku ditonton orang segitu banyak membuat lututku lemas. Bahkan iming-iming bisa curi-curi pandang sepuasnya ke Kak Yudha di belakang panggungpun gak berhasil membuatku sedikit lebih tenang.
Duh, apa aku kabur aja ya sekarang? Tapi kalau aku kabur, nanti malam pasti Kak Luna memarahiku habis-habisan. Bisa-bisa aku dikutuk jadi kentongan orang ronda!
"Hoi!" seseorang tiba-tiba menepuk pundakku.
Kak Yudha sudah berdiri di belakangku sambil tersenyum lebar. Sejurus kemudian dia duduk di hadapanku. Crap, bahkan melihat wajah Kak Yudha yang memukau inipun gak membuatku merasa lebih baik.
"Kenapa lo bermuram durja gitu? Muka lo kayak abis ngeliat gorilla kawin deh!" katanya.
Aku hanya bisa menelan ludah. Kayaknya mendingan ngeliat gorila kawin daripada harus tampil di depan orang sebanyak itu!
"Heh, kok diem aja sih? Lo demam panggung ya?" tebak Kak Yudha.
"Iya," jawabku lirih.
"Udah tenang aja. Sampe lecek gitu muka lo."
"Gimana bisa tenang, kak. Gimana kalau nanti aku lupa gerakan, gimana kalau aku salah, gimana kalau aku jatuh, gimana kalau kakiku keserimpet. Duh, aku pasti bakal malu-maluin tim modern dance."
"Gimana kalau itu semua gak terjadi?"
Aku kembali diam.
"Lo tau apa yang gue lakukan untuk menghindari demam panggung?"
"Apa?"
"Gue selalu pake kacamata item biar gak terang-terang amat tuh penampakan muka penonton. Di kira orang-orang gue pake kacamate item biar keren. Padahal tujuannya bukan itu."
"Tapi kan aku gak mungkin pake kacamata item!"
"Iya sih. Hmm gini deh. Nanti pas lo tampil, gue bakal berdiri paling depan, lo fokus liat gue aja. Anggap aja yang laen tuyul. Jadi lo gak panik ngeliat banyak orang."
"Tapi kak Yudha kan orang. Aku tetep grogi pasti. Intinya mah aku grogi kalau dilihat orang-orang."
"Yaelah, ribet lo ye! Yaudah, gue pake topeng deh jadi lo gak ngerasa ada manusia yang ngeliatin lo. Mau?"
"Serius?"
"Iya! Nanti gue beli topeng power ranger di toko mainan deket sini."
"Ya ampun, Kak Yudha baik banget sih."
Rasanya pengen banget aku peluk Kak Yudha sekarang juga. Tapi takut.
"Well, sebetulnya gue juga pernah ada di posisi lo. Pertama kali mau tampil ngeband waktu gue kelas 1 SMA, gue takut banget. Rasanya sampe kayak mau pipis di celana. Untung aja waktu itu, cewe gue menawarkan diri pake topeng duduk di antara kerumunan orang. Dia minta pandangan gue fokus di dia dan menganggap sekitar dia gak ada orang."
"Pacar kaka anak dance yang lebih tua itu?"
"Iya. Kok lo tau? Wah lo sering ngegosipin gue ama kakak lo ya?"
"Ih, geer. Gimana kabar dia sekarang?"
"Gak tau. Udah ah, gak penting liat ke belakang. Kita tuh harus selalu melihat ke depan," dengan gayanya yang sok serius.
"Emang kalo ngeliat ke depan adanya siapa kak?" pancingku.
"Lah ini depan gue siapa"
Hah? Maksudnya? Seketika mukaku langsung panas. Sekarang pasti merah padam kayak kepiting rebus.
Kak Yudha ngakak sampe kejengkang. Asem! Pengen aku iket nih orang dia speaker lapangan yang lagi kenceng-kencengnya itu.
"Eh gue sebentar lagi udah mau tampil nih. Ayo nonton gue dong!" kata Kak Yudha sambil beranjak dari tempat duduknya.
"Yuk," kataku bersiap meninggalkan kantor.
"Eh tunggu!"
"Apa?"
"Gue mau lo teriak paling kenceng yaa!"
"Hah?"
"Ato gue gak mau jadi pahlawan bertopeng lo!"
Apa sih yang enggak buat kamu, Kak!
KAMU SEDANG MEMBACA
Lola and Friends
HumorBercerita tentang kehidupan sehari-hari seorang remaja selebor bernama Lola. Kakaknya yang ajaib, sahabatnya yang ajaib, dan penggemarnya yang ajaib membuat hidup Lola ikutan ajaib. But hey, Lola sendiri juga sudah ajaib dari sananya.