Sekuat tenaga gue mengapit kepala Kak Luna di ketek gue. Gue berani jamin, rambutnya yang flawless itu pasti sekarang bau asem banget. Biar tahu rasa!
"Ampun, La. Ampun! Lo belum mandi berapa lama sih? Ketek lo bau banget!" protes Kak Luna.
"Lo lupa ya, mandi gak pernah ada dalam jadwal gue setiap weekend."
"Jorok banget lo! Kalau baunya gini sih gimana mau dapet pacar. Kodok juga pingsan duluan!"
"Bodo!" kata gue sambil mengapit kepala Kak Luna lebih kencang lagi.
Sudah sejak ayam berkokok Kak Luna menguasai remote TV. Sekarang sudah hampir tengah hari dan dia belum juga mau gantian meminjamkan remote. Seperti biasa, akhirnya gue mengapit kepala Kak Luna dengan ketek gue sebagai bentuk protes.
Kalau dipikir-pikir masalah ini sudah ada sejak kita bahkan belum lancar berbicara. Kalau aja gue dapet uang satu dolar setiap ribut masalah remote, mungkin sekarang gue udah lebih tajir dari paman gober.
"Heh heh, apa-apaan ini!" teriak mama yang tiba-tiba muncul. "Lola, lepasin kakaknya!"
Dengan berat hati gue melepaskan Kak Luna yang sekarang tersenyum penuh kemenangan. Dia kemudian berlindung di samping mama yang sekarang duduk di antara kamu.
"Lun, ini mama beliin buku soal-soal UN buat kamu." kata mama sambil meletakkan tiga buku super tebal di atas meja.
Wajah Kak Luna langsung syok berat kayak abis ketiban truk tronton setelah melihat tiga buku itu. Gue pun ikut bengong. Melihat buku-buku itu, pikiran gue langsung ke pintu kamar yang suka nutup sendiri. Sepertinya sesekali gue bisa pinjem satu untuk ganjelan pintu saking tebalnya.
"Yang bener aja, Ma? Tahun ajaran baru bahkan belum genap sebulan. Buku-buku yang aku dapet dari sekolah juga belum komplit. Masa mama udah nyodorin buku setebal-tebal ini? Aduh, ngeliatnya aja aku sakit kepala, Ma!" kata Kak Luna dengan wajah memelas.
"Lun, kamu sudah kelas tiga. Masa depan kamu ditentukan oleh usaha kamu setahun ini. Jadi lebih baik kamu segera nyicil belajar untuk SPMB dari sekarang." kata mama.
"Ya ampun ma, santai aja kali. Selowww!"
"Selow selow. Mama kan pengen punya anak dokter."
"Aduh ma, aku gak mau jadi dokter. Mending jadi istri dokter aja deh jadi tetep dipanggil bu dokter."
Mama menarik nafas dalam-dalam. Mungkin dia sedang mengingat-ingat dulu ngidam apa saat hamil Kak Luna sampai bisa cetek begini. Bahkan kalau bisa mungkin mama bakal milih masukin Kak Luna balik ke dalam perut.
"Kamu tau cara paling gampang dapet suami dokter?"
"Gimana, ma?" tanya Kak Luna antusias.
"Dengerin mama baik-baik ya. Gak akan mama ulangi." kata mama sok serius.
Kak Luna langsung menegakkan posisi duduknya, wajahnya berubah serius kayak mau ijab qabul sekarang juga.
"Sekolah di tempat para calon dokter sekolah!" kata mama mantap.
"Yeee.. sama aja dong, itu sih aku tetep harus jadi dokter. Pokoknya aku gak mau jadi dokter!"
"Terserah kamu deh. Yang penting kamu pelajarin buku-buku ini, jangan kamu pake buat nimpuk anjing tetangga."
Gue cuma cekikikan melihat wajah kakak gue yang asem banget. Kalah deh ketek gue yang bau ini.
"Oia, La, mama jadi inget sesuatu." kata mama kemudian.
Mati gue! Jangan bilang gue udah dibeli-beliin buku super tebel juga!
"Aku mau jadi arsitek ma, plis jangan paksa aku jadi dokter. Belah kodok aja aku sampe gak bisa makan seminggu, ma. Apalagi belah orang. Bisa gak makan sebulan. Nanti aku kurus kayak orang-orangan sawah lho, ma!" kata gue panjang lebar.
"Bukan itu. Mama mau minta kamu ngajar di bimbel mama."
"What?"
Sudah beberapa tahun terakhir ini memang Mama punya usaha bimbel. Tadinya dia ngajar sendiri di garasi rumah. Tapi seiring dengan perkembangan tempat bimbelnya, akhirnya mama sekarang sewa sebuah ruko kecil di depan komplek.
Tapi gue sama sekali gak menyangka mama bakal mempekerjakan gue. Nilai-nilai gue aja selalu cekak. Gimana gue bisa ngajarin anak orang? Bisa gak pinter-pinter mereka nanti.
"Ngajar matematika untuk anak SD kelas 1 kok. Pasti kamu bisa deh."
Buset deh, kelas 1 udah les matematika. Jaman gue kelas 1 kayaknya gue masih main gundu sama cowo-coco kampung sebelah.
"Gurunya kemana emang ma?"
"Tiba-tiba keluar. Hamil katanya dan mabok tiap liat angka. "
Gue sih gak perlu hamil untuk mabok tiap liat angka. Ngelihat muka guru matematika aja gue udah langsung mual-mual.
"Aduh enggak deh, ma. Aku mana bisa ngajar. Nanti bisa-bisa anak-anak kecil itu aku jitakin kalo bandel."
"Sementara aja sampe mama dapet ganti. Kamu dibayar lho. Lumayan kan dapet tambahan jajan."
"Aku digaji?"
"Iya. Lumayan kan buat beli apa itu yang lagi kamu pengen?"
"iPad mau. Aku lagi pengen iPad."
"Oh, HP cina ya itu la?"
Frustrasi gue ngomongin gadget ama emak gue. Pake remote TV aja dia bingung. Kebanyakan tombol katanya.
"Ma, aku juga mau kalo digaji." sahut Kak Luna tiba-tiba.
"Enggak, kamu harus fokus sama ujian akhir." jawab mama galak.
Lagi-lagi Kak Luna cuma bisa cemberut. Dia tahu dia gak bisa melawan titah mama. Mama itu meskipun wajahnya lembut kayak hello kitty, tapi sebetulnya mampu segalak security.
"Boleh ma kalo digaji!" kata gue antusias.
"Ok, mulai kerja besok ya. Pulang sekolah langsung ke tempat bimbel aja ya." kata mama. "Kamu juga lun, mulai besok harus segera pelajarin buku-buku ini. Gak ada lagi males-malesan!"
Masih dengan muka cemberut Kak Luna beranjak dari tempat tidurnya. Dia menyambar clutch kecil miliknya yang ada di atas meja.
"Lun, kamu mau kemana?" tanya mama.
"Salon depan komplek. Rambutku bau ketek. Lagipula aku kan harus refreshing sebelum belajar keras di mulai besok." jawab kak Luna.
"Alesan lo. Belajar juga belum, udah mau refreshing aja!" ceplos gue.
"Biarin!" jawab Kak luna jutek.
"Jangan pulang malem-malem ya." kata Mama.
"Ma, aku sebentar lagi kuliah. Masa masih belum boleh pulang malem. Emang kenapa sih kalo sesekali pulang malem." protes kak luna.
"Banyak setan!" jawab mama asal.
Kak Luna langsung pasang muka dongkol. Gue ngakak berat melihat muka Kak Luna yang kayak pengen nelen talenan.
"Kamu gak pergi weekend gini?" tanya mama setelah Kak Luna berlalu, "Oia, kamu kan jomblo ya!" lanjut mama sambil cekikikan.
Sial, kali ini gue yang pengen nelen talenan!
KAMU SEDANG MEMBACA
Lola and Friends
ComédieBercerita tentang kehidupan sehari-hari seorang remaja selebor bernama Lola. Kakaknya yang ajaib, sahabatnya yang ajaib, dan penggemarnya yang ajaib membuat hidup Lola ikutan ajaib. But hey, Lola sendiri juga sudah ajaib dari sananya.