Kencan Bakso

28 1 0
                                    

Untuk kesejutakalinya aku kembali bengong sambil dilaletin di bangku kayu panjang pinggir lapangan. Apalagi yang aku lakukan kalau bukan menunggu Kak Luna selesai Pendalaman Materi.

"Hoi!" suara Kak Yudha tiba-tiba mengagetkanku.

Sepotong sapaan singkat dari Kak Yudha berhasil membuatku langsung panas dingin.  Di dalam perutku rasanya seperti ada kupu-kupu hiperaktif yang sedang beterbangan kesana kemari.

"Hei, kak." jawabku sumringah.

"Nunggu Luna lagi?"

"Iya. Bolos lagi, kak?"

"Iya, hari ini kelas gue Pendalaman Materi Fisika. Kepala gue lagi pusing banget. Bisa meledak kalau harus ditambah ngerjain soal-soal Fisika."

"Oh." kataku. Duh, aku benar-benar berharap punya kata-kata yang lebih menyenangkan.

Seperti yang terjadi sebelumnya, dia duduk di ujung bangku kayu tempat aku duduk. Bedanya kali ini dia gak bawa bola basket. Kalau dia bawa, pasti aku disuruh main lagi supaya dia bisa tiduran di bangku kayu ini.

"Eh, tadi pagi kayaknya gue lihat kedai bakso baru deh," kata Kak Yudha.

"Dimana?"

"Di seberang sekolah," Kak Yudha segera mengintip keluar sekolah dari sela-sela pagar sekolah, "Itu tuh! Mau cobain?" tanyanya antusias.

Hah? Dia ngajakin aku makan bakso berdua? Gak salah nih? Aku sih bukan mau lagi, tapi mau banget!

Eh, tapi tunggu dulu. Aku kan lagi super bokek. Hari ini aja aku sengaja bawa bekal dari rumah supaya gak perlu jajan di kantor. Duh, tapi malu banget kalau harus bilang Kak Yudha kalau aku lagi bokek berat.

"Mau gak? Lo mau makan bakso aja mikirnya kayak disuruh ngerjain soal matematika!"

Gimana ini? Andaikan sekarang aku ada di rumah, aku pasti langsung membobol celengan ayamku! Demi dehhh!

"Gue traktir deh!" kata Kak Yudha kemudian.

"Oke! Yuk!" jawabku akhirnya.

"Yaelah, banci gratisan juga ternyata lo! Ayo deh!"

Ya Tuhan, rasanya gue mau sujud syukur sekarang juga! Makan berdua Kak Yudha, ditraktir pula!

Sejurus kemudian aku dan Kak Yudha segera lari-lari kecil menuju Kedai Bakso yang dimaksud. Kedai Bakso tampak sepi, mungkin karena masih baru.

"Kayaknya sih enak nih!" Kak Yudha setelah memesan dua mangkok bakso untuk aku dan dirinya.

"Iya!" jawabku sambil menyeruput kuah bakso.

Well, sebetulnya makan kerikil dikecapin juga kayaknya enak asal bareng Kak Yudha.

"Wah, mantap nih, La!" kata Kak Yudha.

Secepat kilat dia segera menghabiskan bakso di hadapannnya. Mungkin dia belum makan dari seminggu lalu sampai-sampai makannya kayak orang kesurupan begitu.

La, ternyata disini jual Mie Ayam juga. Pasti enak deh. Baksonya aja enak begini. Gue pesenin ya!"

"Tapi.."

"Udah gak usah malu-malu. Gue pernah lihat kok di kantin lo makan nasi uduk sampe nambah tiga kali."

Kutu! Berarti setelah ini aku harus lebih jaim makan di kantin!

"Bang, Mie Ayamnya dua ya!" kata Kak Yudha.

"Yang satu gak pake ayam, Bang!" tambahku.

"Hah? Mie-nya aja, neng?" tanya penjualnya dengan muka bingung.

"Iya." kataku sambil mengangguk.

"Kok aneh sih lo makan mie ayam tapi gak pake ayam. Itu sih namanya bukan mie ayam!"

"Aku geli ngeliat ayamnya mie ayam. Takut bukan ayam beneran."

"Kalau bukan ayam beneran terus apa? Komodo?"

"Kalau tikus gimana?"

Kak Yudha hanya geleng-geleng mendengar penjelasanku. Sepertinya ketakutanku pun gak mempengaruhi nafsu makannya sedikitpun. Sekali lagi dia makan seperti orang kesurupan ketika Mie Ayam datang.

"Bang, bayar, Bang. Jadi berapa?" tanya Kak Yudha ketika kita sudah selesai makan.

"Totalnya jadi 30000, tong." kata si penjual.

Kak Yudha membuka tas dan mencari dompet di dalamnya. Sedetik, dua detik. Semenit, dua menit. Dia belum juga berhasil menemukan dompetnya.

"Duh, dompet gue mana ya?" tanya Kak Yudha dengan nada agak panik.

"Lah, ditaro dimana tadi kak?" tanyaku.

"Di tas! Kayaknya dompet gue hilang deh. Sialan! Siapa nih yang maling dompet gue!" kata Kak Yudha dengan nada kesal.

"Hilang dimanaa?" tanyaku mulai panik.

"Ya mana gue tahu. Lo ada duit gak, La?" tanya Kak Yudha.

Aku membuka dompetku dan menunjukkan selembar 5000-an sebagai jawaban. Kak Yudha langsung manyun seketika.

"Bang, dompet saya hilang!" kata Kak Yudha ke penjual Bakso.

"Ah, alesan lo! Bilang aja gak mau bayar" kata penjual itu dengan muka garang.

"Beneran! Kita tinggalin kartu pelajar deh. Besok kita balik lagi buat bayar."

"Enak aja. Kalo lo pada kabur gimana?

"Kita gak bakal kabur. Kita sekolah di depan, Bang!"

"Gak boleh! Emangnya kartu pelajar bisa diduitin."

"Ya terus dimana bang?"

Penjual Bakso tampak berpikir keras. Semoga dia gak dapet ide untuk mengubah gue dan Kak Yudha jadi bakso!

"Yaudah deh, lo cuci piring." katanya sambil menunjukku,

"Lo nyapu ama ngepel." lanjutnya sambil menunjuk Kak Yudha.

"Tapi.." kataku.

"Udah, kita gak punya pilihan laen." kata Kak Yudha, "Anggep aja makan gratis!" lanjutnya sambil nyengir.

Makan gratis pale lo! Untuk pertama kalinya, pengen banget aku jitak Kak Yudha yang menawan sampe benjol!

Aku segera menuju dapur kecil yang ada di belakang Kedai Bakso. Ada tumpukan mangkok bakso dan mie ayam yang belum di cuci. Hatiku langsung ngenes.

Dengan menahan rasa dongkol, aku mulai mencuci satu persatu mangkok itu. Dalam hati aku mencoba berpikir positif. Mencuci mangkok jelas lebih baik daripada dikutuk jadi bakso kan?

"Hey, gimana cucian?" wajah Kak Yudha tiba-tiba muncul di pintu dapur.

Aku hanya merengut sebagai jawaban pertanyaannya.

"Duile, jutek banget, neng. Belum pernah ya ngedate disuruh cuci piring." kata Kak Yudha kemudian.

Hah? Dia bilang apa tadi? Ngedate? Jadi ini ngedate? Oh. My. God.

Seketika hatiku serasa sesak penuh dengan bunga-bunga. Aku bisa merasakan wajahku memanas. Seriously, aku ngedate sama Kak Yudha? Mimpi apa aku semalam!

Seolah melihat perubahan ekspresiku, Kak Yudha tertawa terbahak-bahak sambil berlalu. Sialan, dia tahu gak sih sudah bikin perasaanku campur aduk kayak asinan gini?

Lola and FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang