Chapter 8 : What a Job

4.2K 211 27
                                    

"Anjiwa!" Teriak Gracia dari kejauhan. Ia lalu mendekat. Demi apapun, kurasa outfit yang ia gunakan saat ini sangatlah minim sekali. Baju crop top merah, dipadukan dengan rok mini berwarna hitam. Outfitnya kali ini seperti ani-ani saja.

"Iya kak"

"Ada kelas?" 

"Baru aja kelar kak"

"Bagus. Gue mau minta bantuan lo"

"Ngapain?"

"Udah ikut aja gausah protes"

Gracia lalu menarik tanganku. Sempat aku berontak, namun dibalas dengan tatapan tajam darinya. Akupun hanya mengikutinya saja.

Ternyata kami pergi ke parkiran. Kurasa, Gracia mau mengajakku ke suatu tempat. Kami lalu masuk ke mobil dan langsung pergi.

"Ini kita mau kemana sih?" Tanyaku sedikit kesal kepadanya yang sedari tadi hanya menyuruhku untuk ikut.
Bukan mau berburuk sangka. Siapa tau aku akan dibawa ke tempat penjualan manusia dan diancam?

Seperti dugaanku, dia sama sekali tak menjawab. Hingga kami sampai di sebuah kafe. Kami lalu turun dan masuk ke dalam kafe tersebut dengan pikiranku yang sedang menerka-nerka apa yang ingin kita lakukan disini.

"Mau ngapain sih?"

"BO"

"Hah?"

Entah apa yang dipikirkan oleh seniorku yang satu ini. Aku sempat berpikir bahwa dia hanyalah bercanda.

"Serius-"

"Hai, Gracia"

Seorang pria tak dikenal mendatangi kami lalu duduk di kursi kami. Gracia lantas merespon orang tersebut membuatku berpikir bahwa apa yang dia katakan benar. 
Sejujurnya aku tak begitu peduli sekarang. Aku justru mempertanyakaan kenapa ia membawaku kesini.

"Ini, Pacarmu?"

"Oh, Nggak, Om. Dia ini cuma teman saya kok. Sekaligus junior saya di kampus"

Aku pun berkenalan sambil berjabat tangan dengannya sambil pura-pura tersenyum kepadanya. Bukan aku tak suka kepada pria ini. Pasalnya, pria, atau mungkin lebih tepat disebut om ini nampak seperti pejabat gendut yang memiliki batang kecil.
Entahlah. Aku sama sekali tak punya hak untuk menyuruh Gracia membatalkan ini.

"Kak. Ini aku harus ngapain?"

"Loh, kamu belum beritahu dia?" Ucap Om ini nampak bertanya kepada Gracia. Yang ditanya hanya tersenyum dan menggeleng.

"Yasudah. Kamu saja yang jelaskan" Ucapnya lagi kepada Gracia. Aku hanya menolehnya dengan tatapan heran.

"Jadi, Om ini mau request ada yang nontonin dia saat sex"

"Trus aku yang harus nonton, gitu?" Gracia lalu mengangguk. Aku kemudian menatap kedua orang ini seakan tak percaya. 

"Tenang aja. Ada bayarannya kok" Ucap Om itu berusaha meyakinkanku. Ini bukan masalah uang. Aku hanya baru pertama kali berada di situasi ini.
Sekali lagi ku tatap seniorku yang kini memasang wajah memohonnya. Aku lalu sedikit mendekatkan wajahku padanya.

"Kak, Lu butuh duit berapa? Aku transfer sekarang. Tapi gausah terima tawaran om ini" Bisikku membujuknya untuk tidak melakukan ini. 

"Ayo berangkat sekarang. Ini istri saya udah mulai nyariin" Ia lalu beranjak sementara aku hanya memasang senyum sebagai formalitas dan menyusul untuk beranjak.

Aku dan Gracia mengikuti mobilnya hingga sampai ke suatu hotel yang terlihat mewah. Sepertinya ini hotel terbaik yang ada di daerah ini.

Kami lalu turun dan mengekor pada Om itu. Namun, dia menyuruh kami untuk melakukan Reservasi. Kata Gracia, seniorku, Mereka seperti itu karena tak ingin data mereka terekam di tempat manapun. Cukup masuk akal karena pasti apa yang mereka lakukan selalu sembunyi-sembunyi baik dari istri maupun pegawai yang lain.

Private Sharehouse [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang