Aku dan Shani sedang dalam perjalanan berkeliling kota. Anehnya, aku malah merasa rindu dengan suasana rumahku. Mungkin inilah yang dirasakan perantau lainnya.
"Kenapa. Nji?" Shani bertanya sembari menyetir mobil yang kami naiki. Sebenarnya aku sudah menawarkan untuk menyupir, Namun Shani ingin agar aku hanya menikmati pemandangan saja tanpa harus fokus menyetir.
"Nggak, Shan. Aku sedikit keingat suasana rumah" Aku menghembuskan nafas menatap bangunan dan tempat yang kami lewati.
"Begitulah merantau. Awal mereka pergi pasti senang. Tapi, akan ada masa dimana mereka akan kangen rumah mereka, masakan orang terdekat. Tapi kamu patsi bakalan terbiasa kok" tangan kiri Shani beralih ke pahaku yang seketika membuatku terkejut. Ia lalu mengusap-usap pahaku berusaha menenangkanku.
Dapat kukatakan cara itu berhasil mengusir rasa sedihku tentang rumah. Namun, kini juniorku mulai mengeras karena perlakuan Shani. Merasa diriku sudah mulai tenang, Shani menarik tangannya.
Matahari mulai tenggelam, kini kami berada di pinggir laut. Hanya ada beton besar yang memisahkan antara laut dan dataran. Sungguh pemandangan yang sangat indah. Mengingat di sebelahku ini ada seorang perempuan yang sangat cantik ditambah suasana langit jingga.
"Eh kamu juga suka denger itu?" Tanya Shani saat aku memperlihatkan wallpaper ponselku yang terpasang gambar empat orang pria yang tergabung dalam boyband terkenal. Walaupun sudah bubar, aku masih senang mendengar lagu-lagu mereka.
"Iya, Kamu juga?"
"Banget! Lagunya seru. Enak buat vibing seru-seruan kalo lagi down"
Aku pun mengeluarkan earphoneku, menyambungkannya lalu memutar salah satu lagu dari boyband yang kami bicarakan. Aku memberikan bagian sebelah earphoneku kepadanya. Kami berdua lantas mendengar dan menyanyikan lagu itu bersama.
Right now I'm looking at you and I can't believe
You don't know
Oh oh
You don't know you're beautiful
Oh oh
But that's what makes you beautifulAku dengan kencang menyanyikan bagian itu dari lagu yang kami dengar. Sengaja tentunya untuk menyinggung betapa cantiknya perempuan di sampingku. Entah dia sadar atau tidak, ia menatapku lalu tersenyum kepadaku.
Lagupun berganti, kami masih saling menatap satu sama lain sambil tersenyum. Jujur, aku merasa sedikit gugup ketika saling memandang dengan gadis. Namun, senyuman Shani membuatku betah berada di posisi seperti ini berlama-lama.
If you don't wanna take it slow
And you just wanna take me home
Baby, say, yeah, yeah, yeah, yeah, yeah
And let me kiss youSampai pada bagian itu, Shani terkekeh. Aku yang sadar dengan responnya, memberanikan diri untuk mendekatkan wajahku. Shani tak menolak. Ia justru menutup matanya seolah menunggu bibir kita bersentuhan.
drrtt drrtt
Ponselku bergetar. Seketika suasanya menjadi canggung. SIAL! Siapa yang menelponku disaat seperti ini? Saat ku mengecek ponsel, itu panggilan dari orangtuaku. Sejujurnya aku sedih karena gagal mendapatkan ciuman dari Shani. Namun, aku juga senang saat orangtuaku menelpon. Aku sungguh merindukan mereka.
Kuangkat panggilan itu dan langsung disambut meriah oleh orangtuaku yang nampak bersemangat mendengar kabar dariku. Akupun menceritakan hampir semua hal yang kurasakan. Aku mengeluh karena sangat merindukan masakan rumah.
Respon mereka justru mencoba menenangkanku. Mereka menyemangatiku agar tidak bersedih terlalu lama."Kamu sendirian, Nak?" Tanya ibuku. Nampaknya kekhawatirannya muncul. Dia selalu khawatir aku berada di luar rumah pada malam hari. Mungkin dulu aku selalu risih dengan hal itu. Namun, aku sadar ternyata itu bentuk dari perhatian yang orangtua berikan kepada anaknya.
![](https://img.wattpad.com/cover/360557086-288-k337011.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Private Sharehouse [21+]
Romantiek21+! Harap bijak dalam membaca Perjalanan Anjiwa, sang anak mami yang baru saja diperbolehkan untuk merantau. Dengan sedikitnya pengalaman hidup, Hal yang selama ini ia dengar hanya dari teman-temannya, perlahan mulai dirasakannya. Kenikmatan Duniaw...