11📽

54 11 0
                                    

#savepalestine!

🎧🎧🎧

Setelah acara Arbira yang berlari menyelematkan diri dari Altar.

Kini kedua gadis itu sedang berfoto ria di depan cermin kamar mandi.

" Akhh! Cantik banget woi!! Ayok lagi Tar. " Histeris Arbira saat melihat betapa cantiknya hasil foto itu. Lalu dia menyuruh Altar untuk kembali berpose.

Posenya tuh kayak, Arbira yang sama tingginya seperti Altar duduk di wastafel dengan Altar yang duduk di bawah kaki Arbira.

Posisi tangan Altar seolah menyuruh Arbira untuk ikut duduk di bawah bersamanya. Tali Arbira menolak dan tetap memilih duduk di atas.

[ ngerti? ]

Arbira kembali melihat foto-foto itu. Cantik!

Memang ya, pesona seorang Arbira Dendiliona itu tak main-main.

" Gue mau ke kamar mandi. Lo tetap di sini. Jangan kemana-mana! " Izin Altar lalu masuk ke salah satu bilik kamar mandi.

Arbira mengacuhkannya saja. Gadis itu tetap melanjutkan acara foto-foto nya.

Sampai suara pintu terbuka membuat Arbira sedikit teralihkan. Oh. Hanya Tiara, Dwi dan Max.

Eh- Max?! Ini kamar mandi khusus cwek. Kenapa tu cwok ada di sini?

Tapi ya sudahlah. Dia harus melihat apa yang akan terjadi selanjutnya. Ehehehehe.

Tiara bergerak mengunci pintu. Max dan Dwi bergerak mendekati Arbira yang kini sedang asik berfoto.

" Eh, ada siapa ya? Maaf ya. Gak sengaja masuk kamera. " Ucanya berpura-pura tak enak telah memotret Ke-3 manusia itu.

" Gak papa kok. Kalo boleh tau, kamu kan si emas Dendilion? " Tanya Dwi dengan nada ramah. Tapi bisa Arbira lihat dari matanya jika ia iri.

" Enak banget ya kamu. Bisa jadi anak emas Dendilion. Sedangkan kami hanya menjadi anak dari bangsawannya kecil. " Lanjutnya.

Ya, diantara semua kalangan bangsawan bermarga, hanya keluarga Volni saja yang dianggap paling lemah. Karena perusahaan mereka yang paling kecil, dan kurang maju.

Arbira hanya tersenyum membalas perkataan mereka.

" Yang penting keluarga kalian cemara. " Sahut Altar yang tiba-tiba sudah keluar dari kamar mandi.

" Ya benar. Tidak ada gunanya martabat yang tinggi, jika kalian tak punya keluarga untuk menjadi tempat kalian bertopang dan mengeluh. " Hahh... Arbira jadi ingat tentang masa lalunya.

" Iya, lo bener. " Dwi dan Tiara tampak merenungi perkataan Arbira. Tapi, si Max malah kelihatan lebih abai.

" Iyalah, gue mah selalu benar. Kan Arbira gituloch! " Nah mulai, sudah mulai jiwa kepedean Arbira.

Dwi dan Tiara memutar matanya malas. Sedangkan si Max memilih untuk keluar dari sana.

Setelah si pelaku keluar, barulah Arbira mulai meninstrogasi kedua pesuruh nya.

Dengan senyum ramah andalan jika dalam masalah, Arbira bertanya dengan nada lembut. " Kalian deket banget ya satu-samalain. "

" Kayaknya ikatan saudara kandung itu memang kuat ya. " Terdengar seperti pernyataan, tapi ternyata adalah pertanyaan.

" Enggak juga. Lagipula kami berdua dan bang Max bukan saudara kandung. Kami berdua anak angkat dari korban kecelakaan yang pelakunya adalah om Bimo. "

" Tapi sepertinya kasih sayang kedua orang tua ke kami dan ke bang Max agak berbeda. Tapi syukurnya, bang Max gak pernah merasa keberatan dengan kedatangan kami. " Cerita Dwi tanpa diminta.

ℙ𝕣𝕠𝕓𝕝𝕖𝕞'𝕤 (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang