“Karena … gue suka sama lo, Jav.”
“Hah?” Aku menganga. Ini jauh lebih mengejutkan dibandingkan saat Aya ditembak sang pacar dengan ratusan mawar.
Ryo mengalihkan pandangannya ke meja. Entah menatap apa di sana. Dia terdiam beberapa menit sembari mengetuk meja. Aku juga terlalu bingung harus menjawab apa, kulirik sekilas Ryo yang kini malah memandang langit-langit kantin, lalu beralih lagi menatap counter penjual soto yang sepi yang berada seratus delapan puluh derajat dari tempatku hingga kepalanya membelakangiku.
“Yo, gue balik dulu.” Aku berdiri karena rasanya benar-benar canggung dan bingung harus menanggapi seperti apa, toh Ryo juga sejak tadi diam saja.
“Eh?” Ryo sontak menoleh dengan terkejut. “Bentar, deh. Gue tadi bilang kalau gue suka sama lo, lo enggak denger?”
Aku menggigit bibir. “Bercandaan lo enggak lucu, Yo.” Aku menyangkal ucapan Ryo karena ragu. Iya, Ryo tidak mungkin suka padaku, aku harus tahu diri. Bisa saja dia hanya nyaman karena aku salah satu teman dekatnya, atau memang dia hanya ingin mengerjaiku seperti biasa.
Ryo menarik pergelangan tanganku agar duduk kembali. “Gue enggak bercanda, Javitri.”
Akhirnya aku duduk lagi, tapi masih tetap tidak berani memandangnya. “Ya … soalnya enggak mungkin.”
“Kenapa enggak mungkin?”
“Gue enggak secantik June.”
Ryo terdiam. “Terus, lo ganteng gitu?”
“Bukan gitu. Ya … intinya cowok kayak lo enggak mungkin suka sama gue. Jadi lo jangan bercanda atau kasih harapan ke gue.”
“Cowok kayak gue, tuh, gimana maksudnya?” cecar Ryo terdengar tersinggung.
“Ya … lo, kan, cakep, pinter, lumayan terkenal, banyak cewek-cewek cantik yang keliatannya suka sama lo juga.”
“Itu cuma persepsi lo doang. Jadi gue enggak boleh suka sama lo, nih?”
Aku menggaruk rambut dengan telunjuk. Bingung bagaimana cara menjelaskannya ke Ryo.
“Jav, gue suka sama lo, ya, karena itu lo. Ini bukan sekadar perasaan nyaman sama temen. Masa lo enggak bisa ngerasa dari dulu, sih?”
“Hah? Dari dulu?” Aku menoleh cepat, pandangan kami bertemu.
“Dari semester tiga awal kayaknya. Gara-gara sering lihat lo makan sendirian, gue kira lo enggak punya temen. Ternyata lo aja yang milih jadi penyendiri,” terang Ryo. “Gue enggak suka lihat lo rendah diri ya, Jav. Lo, tuh … keren dengan cara lo sendiri. Mungkin beberapa orang enggak bisa lihat itu dari lo, tapi gue bisa.”
Kurasakan pipiku memanas.
“Mungkin lo juga enggak menyadari sisi keren lo itu, atau lo yang kurang menghargai diri sendiri karena terlalu sering membanding-bandingkan dengan orang lain. Termasuk lo yang terus merasa terjebak di jurusan yang lo benci ini, lo jadi mundur sebelum maju. Padahal lo bisa lebih maju dari yang lo pikirkan, Javitri.”
Aku tidak tahu kalau Ryo memperhatikanku setahun belakangan ini. “Terus kenapa suka nyari June ke gue?” Tanpa kusadari aku sedikit mendengus sebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
TITIP SALAM ( TAMAT ✅)
Teen FictionApa kamu pernah mendapat ucapan titip salam dari temanmu untuk teman lainnya? Kalau pernah, nasibmu hampir sama seperti Javitri. Mahasiswi Jurusan Teknik Elektro yang merasa salah jurusan karena sebenarnya jurusan itu adalah pilihan sang papa. Javit...