Seperti biasa sebelum memulai semester baru, kami harus ke kampus untuk memilih mata kuliah dan menghitung jumlah sks yang diperoleh. Jangan ditanya berapa IPK-ku karena tentu saja tidak menyentuh angka dua koma lima.
"Ingat, Sabtu pagi sudah harus di rumah!" perintah Papa sebelum pergi, setelah menurunkan aku di depan gedung jurusan.
"Iya," jawabku singkat. Lalu berjalan melewati tempat parkir motor dan taman kampus. Baru dua ratus meter berjalan, aku merasa ada yang mencolek bahu kananku dari belakang. Aku menoleh, tapi tidak ada siapa-siapa. Namun, ketika kembali melempar pandangan ke depan aku terkejut bukan main. Sebuah wajah tersenyum—lebih tepatnya menyeringai—hanya berjarak tiga puluh sentimeter dariku.
"What the—astaga! Ryo, kaget gue, gila! Bercandaan lo, tuh, kekanak-kanakan!" Aku memukuli lengannya.
Ryo terbahak-bahak dengan puas. Namun, lima detik kemudian mencengkeram lenganku yang baru saja akan melenggang. "Jav, rahang lo luka? Jadi lo beneran ketangkep kemarin?" tanyanya sambil menyatukan alis. Tawanya pergi begitu saja.
"Gitu, deh," jawabku singkat lalu berjalan menuju gedung jurusan. Ryo berjalan di sampingku.
Tiba-tiba Agus, Dion, dan yang lain berlarian dari tempat parkir menuju arah yang sama denganku.
"Gusi, ngapain pada lari?" teriak Ryo yang bingung, sama sepertiku.
"Lima menit lagi, web jurusan dibukaaa ....!" balas Agus sambil teriak juga.
Aku dan Ryo sontak ikut berlari bersama yang lain. Walaupun aku terlihat tidak peduli dengan perkuliahan, aku juga masih memikirkan nasibku. Bagi kami—seperti aku dan Ryo—melakukan rencana studi tiap awal semester seperti penentuan hidup dan mati. Mata kuliah dengan dosen pengampu terbaik dan tersabar menjadi pilihan utama mahasiswa. Itu alasan pertama, sedangkan alasan kedua adalah menjauhi jam kuliah pagi.
Bangku-bangku di area jurusan sudah ramai. Kulihat Wita dan Tiar duduk di depan ruang tata usaha, bersama yang lain. June sepertinya mengakses dari indekos, aku sendiri belum mendengar kabar darinya sejak liburan. Namun, bagi June memilih mata kuliah apa pun dan di jam kapan pun, bukanlah masalah. Dia bisa melakukannya sendiri.
Ruang HMJ juga sudah penuh. Ryo menarikku agar mengikutinya bersama Dion dan Agus yang mengambil duduk di pojokan gedung dekat laboratorium. Kemudian bergegas menyalakan laptop masing-masing.
"Anjir, servernya down, Bro!" umpat Dion.
"Refresh terus!" suruh Agus yang duduk di samping kananku dengan jari telunjuk memencet tombol F5 berkali-kali.
"Bisa enggak, jav?" tanya Ryo sambil mengintip laptopku.
"Belum, nih. Masih loading dari tadi."
"Coba pakai wifi lab, siapa tahu sinyalnya lebih cepet." Agus menunjuk icon wifi di pojok kanan laptopku.
"Gus, gue lupa belum ubahsetting-an proxy!" pekikku panik.
"Anjir, nih anak ngerepotin aja! Siniin laptop lo!" Agus segera menarik laptopku, sedangkan aku disuruh menggunakan laptopnya. "Tinggal masukin NIM sama password lo doang itu, Jav."
"Iya, iya. Thanks."
"Udah bisa pilih matkul, nih, Bro! Buruan!" Dion membuatku makin panik.
"Jav, pilih kelasnya Prof. Heru sama Prof. Rossy!" perintah Ryo.
"Gue udah pilih dua-duanya!" sahut Dion.
KAMU SEDANG MEMBACA
TITIP SALAM ( TAMAT ✅)
Ficção AdolescenteApa kamu pernah mendapat ucapan titip salam dari temanmu untuk teman lainnya? Kalau pernah, nasibmu hampir sama seperti Javitri. Mahasiswi Jurusan Teknik Elektro yang merasa salah jurusan karena sebenarnya jurusan itu adalah pilihan sang papa. Javit...