Chapter 29 - Ryo Menghilang

183 11 0
                                    

Mama sudah mengajukan gugatan cerai ke Papa, dan Papa belum ada kabar hingga kini, bahkan pulang ke rumah pun tidak. Sebenarnya aku ingin mengirim pesan padanya, tapi takut jika respon Papa di luar yang aku harapkan.

"Whatsapp siapa, sih? Dari tadi aku lihat kamu ketik-hapus-ketik-hapus," tanya Ryo sembari mengambil duduk di sampingku di taman jurusan.

Hari ini adalah pemilihan umum yang serentak dilakukan di HMJ, BEM Fakultas serta BEM Universitas. Setelah dipaksa Ryo untuk melakukannya di tiga tempat-karena sebenarnya aku sudah sangat malas berhubungan dengan BEM Universitas lagi-aku menghabiskan waktu di bangku taman sambil menunggu hasil pemilu HMJ.

"Mau whatsapp papamu kenapa bingung banget?" Ryo mengintip ke ponselku karena aku tidak lekas memberikan jawaban.

Aku mengembuskan napas panjang. "Udah dua minggu ini aku enggak pernah whatsapp atau telepon Papa. Sekarang rasanya canggung banget, padahal cuma mau nanya kabar."

"Kabar?" Ryo mengernyit. "Papamu enggak di rumah?"

"Dua minggu lebih enggak pulang ke rumah. Mama sama Papa mau cerai," ucapku pelan. Rasanya satu beban terlepas karena akhirnya aku bisa menceritakannya ke seseorang.

Ryo diam saja, dia hanya mengusap bahuku dengan lembut. "Kalau kamu butuh temen cerita, aku mau dengerin kok."

Aku hanya tersenyum tipis.

Agus memanggil kami, katanya perhitungan suara akan segera dimulai. Aku dan Ryo bergegas menuju salah satu kelas karena aku diutus sebagai saksi dari tim sukses kampanye Dion. Sesuai dugaan, Dion menang telak. Dia dinyatakan sebagai pemilik suara terbanyak di antara dua kandidat lain. Artinya, Dion yang akan menjabat sebagai Ketua HMJ.

Pukul sebelas malam, aku baru pulang ke kos diantar Ryo. Awalnya, Dion mau mengajak makan-makan, tapi tentu saja ditolak oleh pacarku yang cerewet itu karena aku tidak boleh pulang di atas jam dua belas malam. Padahal sebenarnya aku santai saja.

"Jangan lupa mandi, gosok gigi, sebelum tidur," pesan Ryo sambil menepuk puncak kepalaku.

"Kamu kira aku Salam?" Aku mendengkus.

"Kamu kalau enggak diingetin juga betah enggak mandi seminggu."

Aku memukul lengan Ryo yang tertutup jaket. "Aku tiap hari mandi, tahu! Enak aja asal nuduh orang!"

Ryo tertawa. "Whatsapp atau telepon kalau butuh temen ngobrol. Jangan dipendem sendiri, ya. Aku ready dua empat per tujuh buat kamu."

"Ryo, kalau ngomong, ih. Masa kayak 'mbak-mbak di Twitter kalau malam Jumat'," ucapku sembari membuat isyarat tanda petik dengan tangan di atas kepala dengan bergidik.

"Eh, kamu kok tahu! Jangan dilihatin lo!"

"Justru kamu yang jangan lihat begituan!" Aku mendelik seraya berkacak pinggang.

"Kalau kelihatan, ya, terpaksa dilihat, Jav," jawab Ryo tidak peduli.

Aku menghujaminya dengan cubitan panas di lengan dan pinggangnya. Ryo menahan kedua pergelangan tanganku karena katanya geli, padahal biasanya dia mengaduh kesakitan.

"Stop! Aku mau pulang. Besok aku jemput. Good night, Pacar." Kemudian bergegas pergi sebelum aku memukul lengan atau mencubitnya lagi.

Setelah dua hari libur perkuliahan karena pemilihan ketua HMJ, kami kembali berkutat dengan buku-buku dan praktikum untuk persiapan UAS semester genap yang akan dimulai minggu depan. Kemudian, Dion akan memulai kepengurusannya dengan perencanaan proker pertama HMJ yaitu ospek mahasiswa baru.

TITIP SALAM ( TAMAT ✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang