4. Apartement

182 12 10
                                    

Happy reading!!!

.
.
.

Arga dan Zana menyusuri padatnya jalan ibukota malam itu. Zana dengan hoodie Arga yang hampir menutup tubuhnya hingga paha karena ukuran hoodie itu yang lebih besar dari tubuh mungilnya. Sementara Arga yang sedang mengendarai motor hanya menggunakan kaos longgar biasa dan juga celana pendek selutut.

"Lo yakin ga kedinginan?" tanya Zana.

"Kalau aku bilang dingin emang kakak mau peluk?" Jawab Arga sambil tertawa kecil.

Zana terdiam, "Sumpah nih bocah dari tadi berani banget kata-katanya kayak udah pro banget jadi playboy, atau emang playboy ya?" batin Zana.

"Lo pasti playboy ya, dari tadi berani banget ngomong gitu sama cewe yang baru dikenal" ucap Zana sinis.

Lagi-lagi Arga tertawa, "Kakak percaya ga kalau sebenarnya aku pemalu" balasnya.

"Pemalu? Pemalu tapi dari tadi ngomong kek bocah yang punya pacar sepuluh" ujar Zana.

"Aku gini cuman sama kakak aja, mungkin karena daya tarik kakak".

"Daya tarik apa sih, gue bukan magnet pake segala daya tarik".

Zana berucap ketus namun yang lebih muda hanya menanggapi dengan kekehan. Tetap fokus dengan laju motornya yang tidak lewat dari 40km/jam itu. Arga berpikir tidak akan melewati kesempatan mengantar sang pujaan hati yang mungkin akan menjadi hoki setahun sekali.

"Eh lo sebenarnya tau ga sih dimana jalan rumah gue? ini jauh banget" ucap Zana sedikit emosi. Pasalnya tadi dia bersama dengan ojek online bisa datang dalam waktu 15 menit tapi dengan Arga malah sudah 20 menit tapi belum juga sampai.

"Ini pake jalan lain, emang agak jauh tapi ga macet".

Bohong. Faktanya Arga sengaja mengambil jalan memutar agar bisa tetap bersama-sama dengan Zana.

"Lo yakin ga salah jalan?".

"Yakin, kakak tenang aja sama aku".

"Pasti lo sering jalan sama cewe lo ya makanya tau semua jalan di ibu kota".

Malam ini tampaknya adalah malam yang sangat menggembirakan bagi Arga karena pemuda itu lagi dan lagi dibuat tertawa oleh ucapan milik sang gadis yang tengah duduk di jok belakang motornya itu.

"Lo ketawa mulu, pasti bener" ujar Zana.

"Gue tau soalnya sering di ajak night ride sama temen".

"Temen apa temen".

"Kakak kayak cewe yang lagi cemburu sama cowo nya deh, lucu banget".

Zana terdiam. Ia kemudian menyadari suatu hal, kenapa dari tadi dia terlalu banyak bicara tentang hal yang seharusnya menjadi privasi pemuda yang sedang mengantarkannya itu? Bahkan obrolan mereka seolah mereka adalah teman lama yang baru bertemu. Seharusnya Zana bersikap cuek tapi dia malah banyak tanya dan bersikap seperti remaja labil yang penasaran dengan pemuda yang sedang dia incar. Benar-benar bukan seperti kepribadian Zana yang biasanya.

"Aduh gue kenapa sih malu-maluin banget, sok akrab banget lagi sama ni bocah, apa faktor datang bulan ya?" batin Zana lagi.

Sekarang tidak ada obrolan lagi di antara mereka berdua. Zana terdiam karena agak malu dan tidak membalas ucapan terakhir Arga, sementara Arga pun tidak berniat untuk memulai percakapan lagi. Dia hanya tersenyum sepanjang jalan sampai mungkin gusinya agak sedikit kering.

"Itu, belok kiri aja udah" tunjuk Zana.

Arga membelokkan motor pinjamannya ke sebuah jalan apartemen. Kali ini pemuda itu agak mempercepat laju motornya sebab rintik hujan mulai terasa di kulitnya. Ia tak mau gadis yang sekarang menjadi tumpangannya itu terkena hujan dan menjadi demam akibatnya.

BERONDONG?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang