Setelah pertandingan yang mendebarkan itu, aku mengikuti Luis ke sudut yang lebih tenang di aula sekolah. Jantungku masih berdebar kencang, campuran antara kegembiraan karena kemenangan dan rasa penasaran tentang apa yang akan Luis katakan.
"Kamu kelihatan sangat serius, Luis. Ada apa?" tanyaku, mencoba memecahkan kebekuan.
Luis tersenyum tipis, tapi ada ketegangan di matanya. "Anggela, aku sebenarnya sudah lama ingin mengatakan ini, tapi aku selalu ragu. Aku tahu kita berteman baik, dan aku tidak ingin merusak itu."
Aku merasa napas tersangkut di tenggorokan. Apakah ini yang kupikirkan? "Luis, kamu bisa bicara apa saja padaku. Kita kan sudah teman dekat."
Luis menarik napas dalam-dalam. "Aku suka sama kamu, Anggela. Sejak pertama kali kita bertemu di kampus, aku selalu merasa ada yang spesial di antara kita. Tapi aku tahu kamu sudah punya Daris, jadi aku berusaha untuk menahan perasaanku."
Aku terdiam, mencoba mencerna kata-kata Luis. Perasaannya yang tiba-tiba diungkapkan membuat pikiranku berputar-putar. Aku merasa bersalah, tapi juga bingung dengan perasaanku sendiri.
"Luis, aku... aku nggak tahu harus bilang apa. Kamu adalah teman yang sangat berarti buatku, tapi aku juga punya hubungan dengan Daris. Aku butuh waktu untuk memikirkan ini."
Luis mengangguk, tampak lega karena akhirnya bisa mengungkapkan perasaannya. "Aku mengerti, Anggela. Aku nggak mau memaksakan apa pun. Aku hanya ingin kamu tahu perasaanku. Apapun yang kamu putuskan, aku akan tetap mendukungmu."
Kami kembali ke aula untuk bergabung dengan teman-teman yang sedang merayakan kemenangan. Namun, pikiran tentang Luis terus menghantui pikiranku. Aku merasa perlu untuk berbicara dengan Daris dan jujur tentang apa yang terjadi.
---
Keesokan harinya, aku bertemu dengan Daris di taman sekolah. Suasana di sana tenang, tempat yang sempurna untuk percakapan yang serius. Daris terlihat santai, seperti biasanya, tapi aku bisa merasakan ketegangan di dalam diriku.
"Daris, aku perlu bicara," kataku dengan suara pelan namun tegas.
Daris mengangguk. "Ada apa, Anggela? Kamu kelihatan serius."
Aku mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. "Kemarin, setelah pertandingan, Luis bilang dia suka sama aku. Aku tahu ini mungkin mengejutkan, tapi aku ingin kamu tahu yang sebenarnya."
Ekspresi Daris berubah, ada sedikit kekhawatiran di matanya. "Luis suka sama kamu? Aku nggak menyangka itu. Terus, kamu gimana perasaannya?"
Aku menggigit bibir, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Aku nggak tahu, Daris. Aku bingung. Luis adalah teman yang sangat berarti buatku, tapi aku juga sayang sama kamu. Aku butuh waktu untuk memikirkan semuanya."
Daris menghela napas panjang, lalu tersenyum tipis. "Aku ngerti, Anggela. Aku tahu hubungan kita nggak selalu mulus, dan aku juga bukan orang yang sempurna. Kalau kamu butuh waktu untuk memikirkan semuanya, aku akan menunggu. Yang penting, kita jujur satu sama lain."
Aku merasa lega mendengar kata-kata Daris. "Terima kasih, Daris. Aku benar-benar menghargai pengertianmu. Aku janji akan segera memberi tahu keputusan aku setelah aku memikirkannya dengan matang."
---
Sementara itu, di klub renang, latihan kami berjalan dengan baik. Lula, Luna, dan aku semakin kompak dalam setiap latihan. Kami berusaha untuk fokus pada tujuan kami, meskipun ada banyak hal yang terjadi di luar sana.
Namun, di dalam hatiku, perasaan campur aduk tentang Luis dan Daris terus menghantui. Setiap kali aku melihat Daris, aku merasa ada beban yang harus segera kuselesaikan. Tapi aku juga tidak ingin menyakiti perasaan Luis, teman yang selalu ada untukku.
Di akhir latihan, Lula mendekatiku dan bertanya dengan nada penasaran. "Anggela, kamu kelihatan lagi banyak pikiran. Ada apa? Apa ini ada hubungannya sama Daris atau Luis?"
Aku terkejut dengan ketepatan Lula, tapi kemudian tersenyum lemah. "Iya, Lu. Aku lagi bingung banget. Luis bilang dia suka sama aku, dan aku nggak tahu harus gimana. Aku sayang sama Daris, tapi aku juga nggak mau kehilangan Luis sebagai teman."
Lula mengangguk mengerti. "Aku paham. Itu situasi yang sulit. Tapi kamu harus mengikuti kata hatimu, Anggela. Jangan sampai kamu menyesal di kemudian hari."
Aku merenungkan kata-kata Lula sepanjang perjalanan pulang. Aku tahu dia benar. Aku harus jujur pada diriku sendiri dan membuat keputusan yang tepat, meskipun itu sulit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenangan Manis SMA Rivery
Novela JuvenilAnggela dan Daris, dua remaja yang meninggalkan sekolah asrama dengan berbagai kenangan dan luka, kini memulai lembaran baru di SMA Rivery International School. Bergabung dengan geng bekas anak asrama, mereka menghadapi tantangan, persahabatan, dan...