Hari-hari berlalu dengan cepat, namun benakku masih dipenuhi oleh kebingungan. Di sekolah, aku berusaha tetap fokus pada pelajaran dan aktivitas lainnya, tapi pikiran tentang Daris dan Luis terus menggangguku. Lula dan Luna tetap menjadi sahabat setia yang selalu siap mendengarkan dan memberikan dukungan.
Suatu hari setelah sekolah, aku memutuskan untuk berjalan-jalan sendirian ke taman dekat rumah. Aku butuh waktu untuk merenung dan mencoba memahami perasaanku yang sebenarnya. Duduk di bangku taman, aku memandangi anak-anak yang bermain riang, seolah tidak ada beban di dunia ini.
Tiba-tiba, ponselku bergetar. Sebuah pesan dari Daris muncul di layar:
> "Hai, Anggela. Aku harap kamu baik-baik saja. Aku ada di kafe tempat biasa kalau kamu mau ngobrol."
Aku terdiam sejenak, merasa bimbang. Namun, aku tahu bahwa aku perlu bertemu dengannya untuk menyelesaikan semuanya. Dengan tekad, aku bergegas menuju kafe.
Saat aku tiba, Daris sudah menungguku di meja sudut. Senyumnya terlihat agak canggung, tapi matanya menunjukkan kehangatan yang selalu membuatku merasa nyaman.
"Hai, Daris," sapaku sambil duduk di depannya.
"Hai, Anggela. Bagaimana kabarmu?" tanyanya lembut.
Aku menghela napas panjang. "Masih bingung, Daris. Tapi aku tahu aku perlu menyelesaikan semuanya dengan jelas."
Daris mengangguk pelan. "Aku juga mikir banyak tentang kita. Aku nggak mau memaksakan perasaan ini kalau itu malah bikin kamu nggak bahagia."
Aku merasakan dadaku sesak. "Daris, kamu selalu baik dan pengertian. Tapi aku juga nggak bisa bohong sama perasaanku sendiri. Aku butuh waktu untuk benar-benar memahami semuanya."
Daris tersenyum lemah. "Aku ngerti, Anggela. Aku akan tetap ada di sini sebagai teman, apapun keputusanmu."
---
Beberapa hari kemudian, aku bertemu dengan Luis di kampus. Kami berjalan-jalan di sekitar kampus sambil ngobrol ringan. Suasana terasa lebih santai, dan aku merasa lebih tenang.
"Luis, aku sudah bicara dengan Daris. Dia sangat pengertian dan memberiku waktu untuk berpikir," kataku akhirnya.
Luis mengangguk. "Aku senang kamu sudah mulai menemukan jawaban. Aku juga nggak mau kamu merasa tertekan, Anggela."
Aku tersenyum. "Terima kasih, Luis. Kamu juga selalu ada untukku. Aku merasa beruntung punya teman seperti kamu."
Kami terus berjalan, menikmati sore itu dengan perasaan yang lebih lega. Aku tahu bahwa apapun yang terjadi, aku akan selalu memiliki dukungan dari teman-temanku.
---
Malam harinya, aku duduk di meja belajarku dengan laptop di depan. Aku membuka chat grup geng, di mana semua orang sedang membahas rencana kumpul-kumpul berikutnya. Cella, yang selalu ceria, mengirimkan meme lucu yang membuat semua orang tertawa.
Aku merasa bersyukur memiliki mereka dalam hidupku. Dukungan dan persahabatan mereka memberikan kekuatan untuk menghadapi semua masalah.
---
Hari Sabtu tiba, dan aku memutuskan untuk bergabung dengan geng di kafe lagi. Kali ini, aku merasa lebih tenang dan siap untuk berbicara lebih terbuka. Setelah beberapa saat bercanda dan tertawa bersama, aku mengumpulkan keberanian untuk berbicara.
"Teman-teman, aku mau bilang sesuatu," kataku, menarik perhatian mereka.
Semua mata tertuju padaku, dan aku bisa merasakan dukungan mereka.
"Aku sudah banyak berpikir tentang hubungan aku dengan Daris dan Luis. Aku belum bisa memberi jawaban pasti sekarang, tapi aku tahu satu hal: Aku sangat menghargai kalian semua. Kalian adalah bagian penting dari hidupku."
Cella tersenyum lebar. "Kami juga sayang kamu, Anggela. Apapun keputusanmu, kami akan selalu mendukung."
Aku merasa lebih lega dan tenang. Meskipun keputusan ini masih belum final, aku tahu bahwa aku memiliki dukungan dari orang-orang terdekatku. Itu memberikan kekuatan untuk terus maju dan menemukan jawabanku sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenangan Manis SMA Rivery
Novela JuvenilAnggela dan Daris, dua remaja yang meninggalkan sekolah asrama dengan berbagai kenangan dan luka, kini memulai lembaran baru di SMA Rivery International School. Bergabung dengan geng bekas anak asrama, mereka menghadapi tantangan, persahabatan, dan...