💕💕💕
Seharusnya, kita tidak perlu memikirkan suatu berlebihan. Karena, itu tidak baik untuk kesehatan. Jadi, lebih baik memikirkan sesuatu seperlunya aja. Dan, percaya setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Serta, bisa cepat diselesaikan dengan baik.
💕💕💕
Beberapa hari kemudian. Eleanor mulai mengkhawatirkan kondisi Banyu. Kekasihnya. Karena, Banyu belum memberi kabar dari semenjak mereka pulang menjenguk Berlian. Terlebih, ia sudah berusaha mengirimi pesan maupun mencoba menghubungi kekasihnya. Namun, tetap saja tidak membuahkan hasil.
Pun, membuat dirinya sedikit tak bisa berkonsentrasi dengan segala hal yang dilakukan. Seperti sekarang, seharusnya ia sudah menyelesaikan naskah miliknya. Akan tetapi, kini malah baru membuat beberapa adegan saja. Belum lagi, kepala serta perutnya mulai terasa sakit. Mungkin, akibat dirinya mulai stres.
"Kalo capek, mending istirahat, Dek. Kakak liat akhir-akhir ini kamu kayak kurang konsentrasi dan keliatan banyak pikiran." Gia menghampiri Eleanor yang sedari duduk di bawah sofa, sembari menatap laptopnya. Juga, Gia merasa ada sesuatu yang menjadi beban pikiran adik iparnya itu.
Eleanor menoleh, serta menyunggingkan senyum ke arah Gia. Tak mau, bila kakak iparnya tahu bila dirinya mengkhawatirkan Banyu yang belum memberi kabar sedari beberapa hari lalu. "Adek nggak apa-apa, kok, Kak."
Gia menghela napas, berusaha memahami apa yang diutarakan oleh Eleanor. Meskipun, ia menduga ada hal yang disembunyikan adik iparnya itu.
"Kayaknya beberapa hari ini, Kakak jarang liat Banyu ke sini buat antar jemput kamu, Dek. Hubungan kalian baik-baik aja, kan?" Gia menyadari jarang melihat sosok Banyu.
Eleanor terdiam sejenak, "Baik-baik aja, kok, Kak. Kayaknya, Kak Banyu lagi sibuk jadi nggak bisa antar jemput adek."
Eleanor masih berusaha berpikir positif. Walaupun, ia takut bila firasat buruknya terjadi. Karena, Banyu memang seperti hilang ditelan bumi.
"Kalo ada apa-apa, bilang ke Kakak. Soalnya, kamu nggak boleh kebanyakan pikiran. Takut, nanti jadi berpengaruh ke lambung kamu." Gia memperingatkan adik iparnya untuk selalu berbagi cerita padanya. Agar, tidak ada masalah terjadi dikemudian hari.
Eleanor mengangguk, yang dikatakan Gia memang benar. "Siap, Kak. Adek beneran baik-baik aja."
"Udah malam, mending kamu istirahat aja. Kak Naran sama Kak Maraka kayaknya bakalan pulang malam." Gia tersenyum, memberi saran kepada Eleanor. Adik iparnya.
"Oke, Kak."
Eleanor mematikan laptop miliknya, lalu merapikan segala peralatan tulisnya. Karena, hari sudah mulai larut. Ia membutuhkan waktu untuk beristirahat. Kemudian, ia melangkah menuju kamar miliknya.
Setelah sampai di kamarnya, Eleanor kembali menyempatkan untuk mengirim pesan kepada Banyu. Berharap, bila kekasihnya mau membalas pesan darinya. Akan tetapi, tetap saja tak mendapatkan balasan dari Banyu. Itu cukup membuat Eleanor frustasi. Kini, beberapa pemikiran buruk berkecamuk dalam pikiran serta kepalanya. Bagaimana tidak, ia tak tahu apa yang membuat Banyu sama sekali tak mengabarinya. Padahal, biasanya cowok itu selalu memberi kabar padanya tanpa diminta. Namun, sekarang seperti hilang ditelan bumi.
"Hm... Kayaknya, besok aku ke sekolah Kak Banyu aja buat mastiin keadaan dia. Soalnya, dari kemarin dichat sama telepon nggak ada respon. Cowok nyebelin!" Eleanor berniat untuk datang menemui Banyu secara langsung. Agar, bisa memastikan segala hal yang membuat kekasihnya tidak memberi kabar padanya. Itu satu-satunya cara yang sekarang ada di kepala Eleanor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Fluttering [SELESAI]
Teen Fiction"Getaran hati itu muncul tanpa diduga, sudah menjadi takdir hidup kita. Jadi, percayalah hati tidak pernah salah memilih saat berdebar. Itulah tanda cinta sejati kita hadir." Eleanor, selalu menjalani hidup dengan apa yang menurutnya baik baginya. K...