BAB 34 : Happy Ending
***
Keduanya tampak malu-malu ketika bola mata saling bertemu.
Sambil mengusap rambutnya yang basah menggunakan handuk, Arkan berjalan menghampiri Kaluna yang sama-sama sedang mengeringkan rambut di atas ranjang.
"Aku bantu."
Mengangguk dengan pipi bersemu, Kaluna membiarkan Arkan mengambil alih tugasnya.
Di apartemen tidak ada hair dryer. Mau tidak mau dia pun harus mengeringkan rambut basahnya secara manual menggunakan handuk untuk yang kedua kalinya pada pagi ini.
"Cari sarapan dulu di luar, ya? Habis itu baru kita ke rumah Mama buat jemput Reano."
"Iya, Kak."
"Atau, kamu mau pergi jalan-jalan dulu? Ke Bogor atau Bandung misalnya?"
Kaluna mendongak bersama lipatan di dahi. "Itu mau jalan-jalan atau liburan ya, Kak?" Pertanyaan yang mengarah pada sindiran itu berhasil membuat Arkan tertawa.
"Dua-duanya."
"Kapan-kapan aja deh Kak, aku nggak tega pergi tanpa bawa Reano. Dia pasti nyariin kita."
"Oke. Kita bisa liburan keluarga lain waktu biar Reano bisa ikut juga."
Arkan pun kembali melanjutkan aktivitasnya membantu mengeringkan rambut sang istri.
"Kak,"
"Iya, Kaluna?"
"Aku deg-degan."
"Wajar itu, 'kan kamu masih hidup."
Kaluna berdecak seraya melipat tangan di depan dada mendengar jawaban santai yang keluar dari bibir suaminya.
"Kalau itu aku tahu!" Dumelnya sebal yang lagi-lagi buat Arkan tertawa.
Namun sedetik kemudian, ekspresi pria itu berubah menjadi penuh kekhawatiran. Lalu tahu-tahu saja sudah duduk di samping Kaluna dengan raut cemas.
"Apa mungkin gara-gara kita melakukan hubungan suami istri terlalu intens dan bikin kamu kecapekan makanya jantung kamu jadi berdetak nggak normal?"
Semalaman dia sudah membuat Kaluna kelelahan. Dan tadi pagi dia kembali meminta istrinya untuk melayani dirinya tanpa memikirkan kesehatan sang istri.
"Habis nyari sarapan kita ke rumah sakit dulu, ya--aakkhhhh.."
Arkan mengaduh saat jemari Kaluna menarik kencang pipinya.
"Aduh, aduh, sakit Kaluna." Rengeknya yang berhasil membuat sang istri melepaskan cubitan. "Kamu kenapa sih tiba-tiba narik pipi aku? Ini sakit, Kaluna."
"Ck, makanya Kakak nggak usah berasumsi yang enggak-enggak. Dengerin dulu penjelasanku."
Sambil mengusap-usap pipinya, Arkan menganggukkan kepala.
"Pertama, aku nggak sakit. Kedua, aktivitas yang kita lakukan baik tadi malam mau pun pagi ini, tidak memberi pengaruh buruk apa pun. Dan yang ketiga," Kaluna melirik Arkan dengan sorot jengkel. "Aku deg-degan gara-gara mikirin resepsi pernikahan kita." Lalu mendesah panjang.
Resepsi pernikahan mereka telah diputuskan akan digelar dua minggu lagi.
"Memangnya harus banget dibikinin pesta besar-besaran ya, Kak? Aku malu, Kak. Gimana kalau orang-orang malah ngomongin kita yang enggak-enggak? Apalagi Kakak tahu sendiri gimana buruknya latar belakang keluargaku."
Bersama senyum lembutnya, Arkan mengusap-usap pipi Kaluna. "Kamu nggak perlu mengkhawatirkan apa pun, Kaluna. Semua pasti akan baik-baik saja. Berhenti mempedulikan omongan orang lain yang bahkan mereka sendiri tidak pernah membantu kesulitan hidup yang kamu jalani."
KAMU SEDANG MEMBACA
ARUNA
ChickLitMereka bertahan bukan karena rasa, melainkan paksa. Masa muda yang seharusnya menjadi perjalanan menyenangkan, justru berjalan dengan penuh kerumitan. Di usianya yang belum genap 18 tahun, Arkana Narenda Akbar tiba-tiba saja menjadi seorang ayah dar...