TUJUH

198 22 0
                                    

Setelah kejadian tadi, Reygan menyendiri di danau sekolahnya. Entah apa yang sedang dipikirnya, sampai ia begitu marah saat ini. Bahkan ketika Sandy ingin menemuinya dan meminta maaf, Reygan langsung menolak dengan tegas.

Di saat ia masih sibuk melamun sambil melempar batu ke permukaan air, seseorang tiba-tiba memberinya sebotol minuman dari arah samping.

Reygan menoleh. Hendak memaki orang itu karena sudah mengganggunya. Namun ia urungkan karena yang datang adalah Kinara, bukan orang lain.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Reygan dengan ketus.

Kinara tak menjawabnya. Ia langsung duduk di samping pria itu sambil membuka botol minumannya.

"Pergi, Ra. Nanti orang-orang curiga," usir Reygan.

"Jam istirahat udah selesai. Orang-orang udah pada masuk kelas," balas Kinara setelah meneguk minumannya.

"Terus, kenapa lo nggak masuk kelas?" tanya Reygan.

"Males. Pengen cari angin di luar," jawabnya santai.

Reygan memutar bola matanya malas. "Balik sana. Nanti dicariin Guru lo," usirnya lagi.

"Gue udah izin."

"Izin ke mana?"

"Ke toilet."

"Yaudah, sana balik. Ke toilet nggak boleh lama-lama."

"Gue tinggal bilang kalau perut gue sakit."

Reygan menghela napasnya. Lelah mengusir Kinara, akhirnya ia memilih untuk membiarkannya saja. Ia membuka minuman yang diberi oleh Kinara, lalu meneguknya hingga habis tak tersisa.

"Lo nggak perlu bela gue sampai segitunya." Kinara mulai membuka pembicaraan yang serius, membuat Reygan langsung menatapnya sejenak.

"Gue nggak bela lo. Gue cuma kasih pelajaran ke dia biar nggak kebiasaan kasar ke perempuan."

"Bukannya lo sama aja?"

"Gue meskipun nakal begini, tapi gue masih menghormati perempuan."

Kinara tersenyum tipis. Kemudian ia kembali berkata, "Gue nggak masalah kalau dimusuhin Sandy. Gue nggak takut sama sekali," ucapnya sambil menatap lurus ke arah danau.

Reygan menatap Kinara. "Lo nggak tau gimana kasarnya Sandy ke perempuan. Dia dari kecil udah terbiasa melihat kekerasan, jadi menurutnya, itu adalah hal yang wajar dilakukan," jelasnya.

Kinara juga menatap Reygan. "Gue nggak papa, sumpah. Lo nggak perlu bertengkar sama dia. Gue bisa bela diri gue sendiri, kalau seandainya dia berani macam-macam."

Reygan menghela napasnya. Ia kembali melempari permukaan danau dengan batu-batuan kecil yang ada di depannya.

"Lo jadi cewek juga jangan terlalu sok. Itu yang bikin orang-orang jadi makin suka ganggu lo, karena lo orangnya nantang. Coba kalau pendiam kayak Luna? Nggak bakal ada yang ganggu lagi," ucapnya ketus.

"Kenapa sih, orang-orang kayak kalian itu suka merugikan orang lain? Bukannya tugas kalian di sini itu cuma belajar? Kalau pengen jadi preman, jangan pergi ke sini, pergi ke pasar aja. Gue sampai nggak habis pikir. Diam, ditindas. Ngelawan, makin salah. Sebenarnya maunya geng lo itu apa sih, Reygan? Bisa nggak, kalian itu jadi orang normal aja? Jangan ganggu orang-orang yang belajar di sini. Gue yakin, sebenarnya guru-guru juga udah muak sama kalian, tapi mereka nggak bisa berbuat apa-apa, karena mereka takut sama lo, Reygan ..." cerocos Kinara menggebu-gebu.

Reygan hanya terdiam. Entah didengarkan atau tidak, yang jelas ia seperti tidak peduli dengan omelan dan nasihat dari Kinara.

Kinara yang lelah lantas berdiri dari duduknya. Sebelum pergi, ia kembali mengeluarkan kata-kata.

REYNARA (Pernikahan Rahasia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang