17 - mon chéri

824 55 34
                                    

Nightfall  — Dxvn

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nightfall  — Dxvn.

Satu minggu berlalu. Naleeya mencoba segala cara agar tidak bertemu dengan Zakiel. Pada hari pertama dia berhasil, lalu setelahnya merasa benar-benar mudah karena cowok tersebut juga tidak berusaha menemuinya. Ketika kedua temannya bertanya, Naleeya hanya beralasan kalau Zakiel sendiri yang sibuk.

Masih memikirkan bagaimana tindakan sebelumnya terjadi. Hal itu membayangi Naleeya setiap malam, sebelum dia tertidur. Ciuman pertamanya — bagian paling dijaga selama hidup. Hilang, direnggut paksa, walau tidak disertai kekerasan yang membekas. Setelah pembicaraan serius waktu itu yang sama sekali tak membuahkan hasil. Keputusan tetap dikendalikan oleh Zakiel. Cowok itu menolak pernyataannya. Dengan segala arogansi dan sikap dominan, membuat Naleeya kesusahan menyetarakan diri hingga dia hanya bisa menunduk patuh.

Naleeya butuh waktu guna menetralkan segalanya. Keresahan yang dia tahan sendirian, ketakutan, serta kekesalan. Meski sekarang, dia merasa kalau orang-orang mulai menjauh ketika dia berjalan santai, memandang penuh ketakutan dan berakhir menghindarinya secara terang-terangan. Naleeya tidak tahu apa yang mereka pikirkan. Tidak peduli juga. Mereka biasa melakukan itu sebelumnya. Meski tak dipungkiri kalau dulu ada yang berani menggunjingnya, tetapi sekarang tidak ada, sama sekali. Lorong hanya di isi oleh murid yang berlalu-lalang dengan wajah tak biasa.

Orang-orang itu aneh menurutnya. Naleeya semakin mengeratkan sebuah buku biografi tokoh nasional yang akan dia rangkum untuk pnghafalan materi. Jam istirahat tersisa lima belas menit lagi. Dia ingin bergegas ke kelas dan mengerjakan tugas, namun langkahnya terhenti ketika suara seseorang memanggil.

“Nale!”

Berbalik. Naleeya menemukan kedua teman Zakiel — Nejiro dan Petra yang berjalan mendekatinya. Nejiro paling bersemangat, sementara Petra hanya mengulas senyum sopan seperti biasanya. Naleeya balas seperlunya. Menebak-nebak tujuan mereka menghampirinya.

“Makin cantik aja.” ceplos Nejiro dengan cengiran konyol.

Disebelahnya, Petra berdecak, sadar sepenuhnya menggeplak kepala belakang Nejiro. “Inilah alasan lo nggak dibiarin manggil Nale sendirian. Genit banget, najis!”

“Apaan sih! Lo diem aja udah, biar gue yang ngomong.”

Petra berdecih sinis. Memilih bungkam. Walau tangannya sudah siap menerjang wajah Nejiro, memberi pelajaran.

Naleeya menatap keduanya. “Kenapa, ya?”

“Aduh, lembut banget ngomongnya.” Pujian dari Nejiro membuat Naleeya terkekeh. Pribadinya yang santai tak membebani Naleeya untuk bersikap waspada atau abai.

“Cowok lo luka. Tangannya berdarah-darah. Nggak mau diobatin kecuali sama lo, ada di ruang kesehatan. Tolong temuin bocahnya sebelum kita ditonjok!” jelas Nejiro.

Naleeya menatap mereka bingung. “Tapi, aku —”

Gerakan tangan disatukan serta tatapan penuh harap itu terlalu mencolok. “Nale, ini demi keselamatan kita. Lo harus temuin bocahnya, ya?”

Exquisite Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang