BAB 5 ANTARA ORGANISASI, HUBUNGAN DAN PERTEMANAN

53 4 2
                                    

Juli tiba, udara Jakarta terasa semakin panas, seakan membara seiring dengan menumpuknya tugas akhir semester dan persiapan ujian masuk universitas. GMIC, yang awalnya hanya sekadar ide cemerlang di atas kertas, kini telah menjelma menjadi sebuah startup yang cukup diperhitungkan di kalangan investor muda. Namun, seiring dengan pertumbuhan organisasi, muncul pula tantangan baru yang harus dihadapi para anggotanya, terutama Rony, Salma, Nabila, dan Paul.

GMIC semakin berkembang pesat. Acara-acara yang mereka selenggarakan semakin besar dan kompleks, menarik perhatian banyak mahasiswa baru. Namun, di balik kesuksesan itu, keempat sahabat—Salma, Rony, Nabila, dan Paul—mulai merasakan tekanan.

"Kalian udah lihat jadwal ujian simulasi buat SBMPTN bulan depan?" tanya Salma, membuka buku catatannya saat mereka berkumpul di kafe favorit mereka.

"Udah, gila banget. Materinya kayak neraka!" sahut Rony, menghela napas.

"Belum lagi tugas-tugas organisasi yang menumpuk," tambah Nabila, sambil memainkan pensilnya dengan gelisah.

"Dan jangan lupa, kita harus mulai nyiapin portofolio buat kuliah di luar negeri," timpal Paul, menatap teman-temannya dengan serius.

Mereka semua mengangguk setuju. Jadwal mereka semakin padat. Di satu sisi, mereka ingin memberikan yang terbaik untuk GMIC. Di sisi lain, mereka juga harus fokus pada persiapan ujian masuk universitas dan portofolio untuk beasiswa. Belum lagi, hubungan pertemanan mereka juga mulai terasa tegang karena masing-masing memiliki prioritas yang berbeda.

"Gue bingung banget, Sal. Gimana caranya bisa balance antara organisasi, sekolah, dan persiapan SBMPTN?" tanya Rony.

"Gue juga, Ron. Apalagi sekarang kita lagi sibuk-sibuknya ngurusin acara besar GMIC bulan depan," jawab Salma.

"Tapi kita nggak bisa ninggalin GMIC begitu aja, kan? Kita yang udah bangun organisasi ini dari nol," kata Nabila.

"Iya, tapi kita juga nggak bisa ngorbanin masa depan kita buat organisasi," timpal Paul.

Perdebatan mereka semakin memanas. Masing-masing memiliki pendapat yang berbeda. Salma merasa bertanggung jawab atas kesuksesan GMIC. Rony ingin fokus pada studinya agar bisa masuk ke jurusan Hukum Bisnis di universitas ternama di luar negeri. Nabila ingin mengejar mimpinya menjadi musisi profesional dan berkuliah di jurusan Musik di luar negeri. Sementara Paul ingin menggabungkan passion-nya dalam bidang seni dan musik dengan berkuliah di jurusan Seni Rupa di luar negeri.

Suatu malam, setelah rapat GMIC yang melelahkan, Salma mengajak teman-temannya untuk bicara serius. Mereka duduk di taman kampus, menatap langit malam yang penuh bintang.

"Gue tahu kita semua lagi bingung dan stres. Tapi kita harus ingat, kita bukan cuma sekedar teman, tapi juga keluarga. Kita harus saling mendukung satu sama lain," kata Salma.

"Gue setuju sama Salma. Kita harus bisa ngatur waktu kita dengan baik. Misalnya, kita bisa bagi tugas di organisasi, jadi nggak semua beban ada di pundak satu orang," usul Rony.

"Terus, gimana kalau kita bikin jadwal belajar bareng? Jadi kita bisa saling menyemangati dan belajar bersama," tambah Nabila.

"Ide bagus!" seru Paul.

Mereka sepakat untuk membuat jadwal yang lebih terstruktur. Mereka membagi tugas di GMIC, membuat jadwal belajar bersama, dan saling mengingatkan satu sama lain untuk tetap fokus pada tujuan mereka.

Lalu bulan Juli di mana mereka harus menentukan masa depan mereka. Tes perkuliahan untuk masuk universitas ternama di luar negeri sudah di depan mata. Salma, dengan ambisinya yang tinggi, harus memilih antara kedokteran dan hukum bisnis. Rony yang selalu tertarik pada dunia bisnis, juga harus menentukan pilihan antara hukum dan bisnis. Nabila dan Paul, pasangan seniman yang serasi, sama-sama ingin melanjutkan studi di bidang musik dan seni, namun dengan jurusan yang berbeda.

RUMAH UNTUK SEPENUH HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang