Pada malam yang tenang di penghujung bulan Februari 2028, Nagata Rony Pamungkas duduk di ruang tamunya, menikmati waktu istirahat setelah seharian penuh dengan perkuliahan dan pekerjaan. Suara angin malam yang sejuk berbisik di luar jendela, sementara Nagata memeriksa ponselnya, meninjau pesan-pesan dan email yang masuk.
Tiba-tiba, sebuah pesan WhatsApp dari nomor tak dikenal muncul di layar ponselnya. Pesan itu singkat namun mengganggu:
Pesan Tak Dikenal: "Kamu sudah melupakanku, Nagata? Jangan pikir Humaira bisa menggantikan posisiku."
Nagata terdiam sejenak, menatap pesan tersebut dengan perasaan tidak nyaman. Nomor ini tidak ada di kontaknya, dan gaya bicara ini membuatnya cemas. Dengan ragu, dia mengetik balasan:
Nagata: "Maaf, ini siapa?"
Pesan balasan datang dengan cepat, dan wajah Nagata langsung berubah ketika membacanya.
Pesan Tak Dikenal: "Ini Livia. Tidak mungkin kamu sudah melupakanku, Nagata. Kita dulu bekerja sama di London, dan aku masih ingat segalanya. Aku ingin kamu tahu, aku tidak pernah berhenti memikirkanmu."
Nagata terkejut. Livia adalah mantan rekan kerjanya yang pernah bekerja bersamanya di sebuah proyek di London. Mereka memang sempat dekat, tetapi Nagata sudah lama melupakan masa-masa itu setelah menikah dengan Humaira dan fokus pada keluarganya. Dia tidak menyangka Livia akan menghubunginya lagi, apalagi dengan nada seperti ini.
Nagata: "Livia, ini sudah lama sekali. Aku sudah menikah sekarang. Aku harap kamu bisa menghargai itu."
Namun, Livia tampaknya tidak mudah menyerah.
Livia: "Menikah? Apakah kamu benar-benar bahagia, Nagata? Apakah istrimu bisa membuatmu bahagia seperti aku dulu? Aku tahu kamu merindukanku, dan aku masih punya perasaan untukmu."
Nagata merasakan ketegangan meningkat. Dia tahu dia harus menghentikan ini segera, tetapi Livia tidak memberinya kesempatan.
Livia: "Aku ingin bertemu denganmu, Nagata. Aku kembali ke Indonesia beberapa minggu yang lalu, dan aku tidak bisa berhenti memikirkan kita. Tolong, beri aku satu kesempatan lagi."
Nagata menarik napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya sebelum membalas.
Nagata: "Livia, tidak ada lagi 'kita'. Aku mencintai istriku, Humaira. Tolong jangan hubungi aku lagi. Ini sudah berakhir."
Namun, Livia tidak menyerah begitu saja.
Livia: "Aku akan menunggu. Aku tahu kamu akan berubah pikiran. Ingat, aku di sini untukmu."
Nagata merasa frustasi dan marah sekaligus. Dia segera memblokir nomor Livia, memastikan tidak ada lagi pesan yang bisa masuk dari dia. Dengan perasaan campur aduk, dia duduk kembali di sofa, mencoba menenangkan dirinya. Dia tahu ini adalah ujian bagi kesetiaannya dan cintanya pada Humaira.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMAH UNTUK SEPENUH HATI
FantasiSinopsis "RUMAH UNTUK SEPENUH HATI" Di SMA Nusantara 17, empat sahabat dengan cita-cita besar menjalani hidup penuh warna meski dalam kesederhanaan yang mewah. Nagata Rony Pamungkas, siswa yang dikenal dengan kepintaran dan keberanian, memiliki impi...