Gin memandangi suasana kelas yang biasanya biasa saja sekarang terasa lebih ceria dan hangat? Tapi terasa jauh untuk Gin sendiri seperti dia tidak ikut kedalam kehangatan tersebut.
'gini ya rasanya jadi karakter sampingan,' batin Gin sedih, memilih mengistirahatkan kepalanya pada lengannya di atas meja sebelum meja nya di ketuk membuat Gin menegakan kepalanya kembali. Melihat Riji yang tengah berdiri menatapnya.
"You are okay?" Tanya Riji menyelipkan helai rambut yang menutupi mata Gin kebelakang telinga.
Gin hanya mengangguk, menyandarkan kepalanya pada tangannya dengan ekspresi malas.
Sedangkan Riji menatap Gin dengan kasihan."Kamu mau tau sesuatu tentang Harris?" Gin mengangkat pandangannya mendengar penuturan Riji.
"Tiba-tiba banget?"
Riji tersenyum tulus kearah Gin lalu melirik Harris yang tengah berkumpul dengan yang lain membahas sesuatu.
"Kamu kayak orang linglung yang gak tau apa-apa tentang kelas ini, padahal kamu bagian dari kami." Jelas Riji membuat Gin tertegun.
Gin mengerang frustasi, menenggelamkan wajahnya pada telapak tangannya. Ia ingin menyangkal gagasan tersebut, tapi yang Riji ucapkan adalah sebuah kebenaran yang sedikit tidak bisa ia terima. Mengintip kearah Riji di sela-sela jarinya ingin melihat reaksi orang di depannya.
Sedangkan Riji sudah menahan rasa gemas dengan tingkah laku Gin yang menurutnya sangat imut.
"Mau denger gak?" Tanya Riji setelah berusaha menahan diri untuk tidak mencium gemas orang di depannya.
"Mau,"
"Hah apa?" Tanya Riji jahil, mendekat telinganya ke arah Gin yang menatapnya sebal.
"Mau Rinjing!" Jawab Gin kesal, membuat Riji tertawa melihat ekspresi kesal Gin dengan wajah memerah.
"Nanti malem jalan kui, sekalian aku ceritain mau gak?" Ajak Riji mencari kesempatan.
"Malem ya," ucap Gin sambil berpikir.
"Main kemana emang nya?" Tanya Gin penasaran, pasalnya hampir dua tahun Gin tinggal di kota ini ia jarang keluar rumah.
"Kemana aja yang penting sama kamu." Ucap Riji, tapi dihiraukan oleh Gin.
"Pakek motor?" Tanya Gin memastikan.
"Pakek mobil kok, kenapa emangnya kalo naik motor?"
"Aku-"
"Gin jangan matre dong jadi cowok, pakek pilih-pilih mau naik apa!" Seru temen sekelas Gin.
"Eh bukan gitu." Gin bingung sendiri di buat oleh tingkah temen sekelasnya yang tiba-tiba mengatainya.
"Jelas-jelas lu pilih-pilih kendaraan, maunya naik mobil padahal kalo berangkat ke sekolah pakek ojek!" Saut yang lain membuat mereka tertawa bersama.
"Padahal motor nya Riji juga bagus loh."
"Apaan sih kalian!" Kesal Riji menatap tajam gerombolan tersebut.
Gin hanya diam menunduk, ia tidak pernah memandang seseorang dari barang-barang yang mereka miliki. Ia bertanya karena ia tidak boleh terkena angin malam terlalu lama. Gin tidak mau membuat orang tua dan abangnya khawatir karena kondisinya yang biasanya sering drop.
"Ada apa ini?" Gin mengangkat pandangannya melihat Arion yang berdiri di depan pintu masuk, membuat anak-anak yang tertawa langsung terdiam ketika melihat sosok Arion yang tengah menatap seisi kelas datar.
"Key, kalo anak-anak gitu lagi seret aja ke ruang BK." Tegur Arion berjalan ke bangku Gin.
"Tadi awalnya gimana?" Tanya Arion, menatap Riji meminta penjelasan.