1.0

263 37 14
                                    

Gin berjalan mendekati Arion yang tengah menatap kearahnya, membuat Gin sedikit gugup.

"Ngapain kesini?" Tanya Gin penasaran.

"Jalan yuk, gue bosen di rumah." Ajak Arion, membuat jantung Gin berdetak lebih kencang dari seharusnya dan pipinya mulai terasa panas.

"Beneran! Kamu gak salah alamat kan!" Ucap Gin, tidak bisa meredam rasa senangnya.

"Gue belum tua kali Sampek salah alamat," ucap Arion, mengintip nomer rumah yang terpasang di pagar depan rumah Gin.

"Tuh bener nomer rumahnya," ucap Arion seraya menunjuk kearah pagar di belakang Gin.

"Kita mau jalan kemana?" Tanya Gin malu-malu.

"Nanti juga tau, gih siap-siap. Sekalian gue mau minta ijin sama bunda lu. Takut di cariin anak orang." Kata Arion, membuat Gin mengangguk semangat tanpa sadar menggandeng lengan Arion menariknya menuju ke dalam rumah menuju ruang tamu.

Ruang tamu terasa hening saat keduanya masuk, Gin memandang bingung keluarganya.

"Kenapa?" Tanya Gin memecahkan keheningan yang terjadi.

"Eeh nak Arion, kapan sampainya kok bunda gak tau? Sini duduk dulu." Sapa Elina, mempersilahkan Arion untuk duduk di depan sang kepala keluarga yang sudah menatapnya garang.

Sedangkan Leon sedang menatap Arion dari atas sampai bawah, Gin yang melihat suasana ruang tamu yang tegang jadi. Merasa tidak tega meninggalkan Arion sendiri dengan keluarganya.

"Siap-siap sana," ucap Arion, berjalan mendekati sofa.

"Malem Om, Tante." Salam Arion dan mengangguk kearah Leon untuk menyapa.

Leon menatap Arion cukup terkesan karena berani duduk di depan sang ayah langsung, temen-temennya aja gak ada yang berani pikirnya.

"Gin keatas dulu ya," ijin Gin, berjalan menuju kamarnya.

Gin tidak bis menahan senyumnya, rasa nya seperti mimpi, Arion mengajak nya jalan tanpa harus dia yang memintanya duluan. Memang semenjak kedatangan Harris sikap Arion kepadanya sedikit berubah bahkan terkesan akrab, Gin kadang berpikir jika dia hanya di jadikan pelampiasan tapi ia masa bodoh dengan hal tersebut. Biarkan saja ia jadi pelampiasan asalkan ia bisa bersama Arion pikirnya, gila memang.

'Ayo kita nikmati selagi bisa!' batin Gin semangat.

Gin menatap pantulannya di cermin, tidak berlebihan menurutnya. Merapikan sedikit rambutnya dan mengoleskan lip balm agar bibirnya tidak pecah-pecah.

"Sudah," ucap Gin semangat meninggalkan kamarnya.

Gin berjalan perlahan menuruni tangga, terlihat jelas bagaimana suasana ruang tamu yang terasa kembali seperti semula. Membuat Gin menghela nafas tenang.

Jake terlihat puas dengan Arion dan sekarang terlihat Elina yang tengah mengobrol serius dengan Arion.

"...Gitu nak Arion, jadi bunda titip Gin ya. Anak nya gampang sakit, Gin itu puny-"

"Bunda!" Sela Gin, mendengar pembicaraan tersebut. Elina yang sadar akan ucapannya langsung menutup mulut nya, menoleh kearah Gin yang menatapnya cemberut.

"Hehehe maaf,"

"Ehkm kalian katanya mau keluar, buruan sana keburu kemaleman," ucap Elina mengalihkan topik. Arion mengangguk dan beranjak berdiri.

"Duluan om Tante ijin bawa anaknya," Pamit Arion.

"Aku main dulu ya," Mencium pipi Elina untuk berpamitan.

"Jagain adek gue!" Ucap Leon mengantarkan keduanya ke depan rumah.

"Bakal gue jagain,"

"Gue bukan anak gadis kalik," cibir Gin agak kesal.

"Siapa suruh punya muka manisnya kelewatan hahh," ucap Leon mencubit pipi gin gemas.

"Apaan sih bang, udah ah keburu kemaleman dadahh Abang!" Ucap Gin menyeret Arion agar cepat pergi.

Leon hannya melambai ketika keduanya berangkat dan masuk kedalam dengan lesu ketika tidak bisa melihat mobil milik Arion lagi. Di ruang tamu terlihat Jake yang tengah menggalau di pelukan Elina.

"Anak manisku…" ucap Jake lirih.

"Yaampun nanti juga pulang, bang bilang ini ayah kamu ini." Omel Elina melihat kelakuan sang suami, Elina menoleh melihat Leon yang berdiri diam dengan wajah sedih.

"Bunda adek Leon di bawa pergii!" Adu Leon berhamburan dalam pelukan Elina mengikuti sang ayah.

"Aduh, ini nih kalo buah jatuh sepohon-pohonnya."

Perjalanan menuju tempat yang akan mereka kunjungi terasa sepi, tapi tidak membuat Gin gelisah sedikit pun. Pemandangan pelabuhan yang di terangi lampu-lampu kapal yang beragam dan diiringi musik dari radio yang di putar Arion membuat Gin merasa mereka tengah berkencan, pipinya memerah hanya Karena memikirkan itu.

'Gin sadar kita cuman jalan-jalan biasa!' batin Gin berteriak dan menepuk pipinya perlahan agar menghilangkan rona merahnya.

Arion menghentikan mobilnya di tepi jembatan dengan pemandangan laut lepas di sekitar mereka.

"Yon, kita mau kemana sih?" Tanya Gin bingung.

Arion membuka safety beltnya dan turun dari mobil tanpa sepatah kata pun hanya memberikan kode kepada Gin untuk mengikutinya. Gin yang mengerti ikut turun mengikuti langkah Arion yang menelusuri tepi jembatan tersebut, Gin cukup senang dengan suasana tersebut ia menyukai angin malam yang membelai lembut wajahnya.

"Rion kita mau kemana sih?" Tanya Gin lagi, karena sedari tadi mereka hanya berjalan di trotoar memandangi Lautan.

"Pantai," ucap Rion, berbelok ke jalan setapak yang membawa mereka ke bawah jembatan tersebut.

Gin mengerutkan alisnya bingung, karena sepanjang perjalanan mereka yang ia lihat hanya lah laut, tidak ada pemandangan pasir putih yang membentang sepanjang perjalanan.

"Seingetku gak ada pantai di sini…," Gin terdiam terpaku dengan pemandangan di depannya,  benar-benar terdapat pantai kecil di sekitar tebing, ah mungkin ini terjadi karena air laut sedang surut dan membuat hidden gem yang jarang orang akan sadar.

"Bagus kan," ucap Arion melepas sepatunya agar tak basah terkena air.

Gin dengan semangat mengikuti Arion melepas sepatunya membiarkan kaki telanjangnya menyentuh pasir yang lembab, dengan semangat mendekati tepi pantai tersebut membuat ombak kecil menerjang kaki mulusnya.

Arion hanya diam memandangi hal tersebut, tidak mau mengganggu kebahagiaan sesaat itu.

"Arion sini main air!" Ajak Gin mendekati Arion dan menarik tubuh Arion agar meredamkan kaki nya kedalam air.

Gin dengan semangat memperhatikan pemandangan pantai di depannya dan menendang-nendang memainkan air yang merendam kakinya.

Arion hanya diam memperhatikan sesekali ia juga ikut menendang-nendang air atau hanya melihat sekeliling pantai yang di terangi oleh kapal-kapal yang sedang  berlabuh.

"Ayo duduk aja, kaki Lo mulai keriput," ajak Arion. Gin menggeleng asik dengan kegiatannya.

"Nanti kalo Lo sakit gue yang di santet Abang lo."

"Arion bawel ah," ucap Gin menyipratkan air kearah Arion membuat baju nya basah, Gin yang melihat itu tertawa seraya berlari ketika Arion ingin membalasnya.

Arion mengejar Gin di sepanjang bibir pantai di iringi dengan suara tawa manis Gin yang selalu mencoba menghindar dari ke jangkauan Arion ketika ingin menangkapnya.

Tidak sadar Arion mengulum senyum tipis, mempercepat langkahnya menggapai pinggang Gin dan mendekapnya.

"Rasain," ucap Arion menggelitik pinggang Gin membuat Gin tertawa lebih keras.

"Hahaha Arion haha udah geli haha!" Ucap Gin di sela tawanya membuat Arion ikut tertawa, ia menggelitiki Gin sampai puas sebelum berhenti dan memperhatikan eskpresi Gin yang mencoba mengatur nafas.

Arion hanya diam memperhatikan, tidak sadar dirinya masih mendekap pinggang Gin.

'cantik, coba aja warna rambutnya merah pasti lebih cantik'




Lagi seret  ide untuk kelanjutannya jadi menurutku agak kurang gimana gitu, tapi gapapa maaf kalo ada typo.
See you guy.
🏃‍♀️💨

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

See MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang