Part 20

1.8K 154 3
                                    

"Finally! Sampai juga di mansion kesayangan!!" Alden segera berlari masuk kedalam mansion, membuat keluarganya menatapnya dengan heran.

Sebenarnya ini hanyalah triknya saja, agar tidak disuruh membawa koper dan barang-barang yang lainnya.

Lagipula mereka punya banyak pengawal, kenapa selalu melakukan apa-apa sendiri? Apa gunanya membayar mereka dengan gaji yang mahal kalau begitu?

"Dia kenapa?" Monolog Dania, namun masih bisa didengar oleh suami dan anak bungsu mereka.

"Kesambet setan ruang tunggu, kayaknya!" Sahut Varen.

"Maksud Papa, kerasukan?" Tanya Erland, membuat kedua orangtuanya tertawa kecil.

"Bisa dibilang begitu," jawab sang Papa, membuat ekspresi Erland menjadi panik seketika.

"H-ei, kenapa sayang?" Tanya Dania yang melihat perubahan ekspresi sang anak.

"Kenapa nak?" Varen ikut bertanya.

"Kalau begitu cepat panggil dukun, pa, ma! Biar setannya cepat keluar!"

Hening...

Varen dan Dania saling melempar tatapan satu sama lain, sebelum pasutri itu tertawa secara bersamaan.

"K-kalian kenapa? Kerasukan juga?" Tanya Erland, dengan ekspresi paniknya. Jika benar mereka juga ikut kerasukan, maka dirinya bisa menjadi sasaran hantu yang berikutnya.

"Kamu ini ada-ada saja deh sayang," ucap Dania sambil mencoba untuk menghentikan tawanya, walaupun sulit.

"Maksudnya, ma?" Tanya Erland dengan memasang ekspresi bingung diwajahnya.

"Kenapa harus panggil dukun, hm?" Tanya Varen sambil mengusak gemas rambut sang anak.

"Lah? Katanya tadi kak Alden kerasukan, jadi harus panggil dukun dong, biar setannya keluar!" Ujar Erland, dikehidupannya yang sebelumnya, dia sudah sering menjumpai rakyatnya yang kerasukan arwah nenek moyang mereka, dan mereka memanggil seorang Sorgin medikua, atau sekarang dikenal dengan kata 'dukun' untuk mengeluarkan jiwa itu dari dalam tubuh orang tersebut.

"Papa cuman bercanda, sayang... Jangan terlalu dibawa serius!" Dania mencubit gemas hidung mancung anaknya, membuat Erland memekik kesakitan.

"Sakit, ma!" Rengek nya sambil memegang hidungnya yang sudah memerah.

"Adu duh... Maafin Mama ya sayang!" Dania mencium hidung putranya yang memerah itu, membuat anaknya tersipu.

"Eh, kok mukanya merah, sih?" Tanya Varen dengan nada mengejek kala melihat wajah putra bungsu mereka yang memerah.

"Mungkin salting karena di cium Mama, tuh!" Bukan Erland, tapi Dania lah yang menyahut, membuat Varen menahan tawanya mendengar hal itu.

"Ini punya papa, ya! Jangan mimpi buat bisa ambil dia dari papa!" Ujar Varen sambil merangkul istrinya, sambil melemparkan tatapan mengejek ke arah sang anak.

"Siapa juga yang mau ambil? Udah tua juga!" Ujar Erland setelah menormalkan warna mukanya, membuat mata Dania melebar mendengar hal itu.

"Maksud kamu apa?" Tanya Dania dengan nada sewot, dirinya tidak terima dibilang tua seperti itu oleh orang lain termasuk anak-anaknya, selain dirinya sendiri dan suaminya.

"Nggak ada maksud apa-apa, kan Mama emang sudah tua!" Ujar Erland dengan nada mengejek, sebelum pergi dari sana, meninggalkan kedua orangtuanya yang hanya bisa tertawa melihat tingkah anak mereka itu.

"Aku senang dia sudah tidak kaku seperti waktu itu," ucap Dania kepada sang suami yang masih merangkul pundak nya.

"Walaupun dia tidak bisa kembali lagi seperti dulu, setidaknya dia yang sekarang sudah lebih dari cukup, dan yang lebih penting dari itu, adalah dia yang masih ada disisi kita hari ini," Varen menyambung kata-kata terakhirnya didalam hati.




♔ Transmigration King ♔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang