Bab_2

37 6 0
                                    

Disebuah ruangan yang luas dan begitu sunyi rasanya, seseorang tengah melamun memikirkani istrinya yang sering sekali pergi tanpa pamit bahkan bisa berbulan bulan, begitu pulang ke mansion selalu mengurung diri di dalam kamar, tetapi kali ini beda, istrinya mengalami kecelakaan.

Satu hal lagi yang membuat dirinya heran yaitu kenapa istrinya pergi ke desa yang sangat jauh dari sini, bahkan dirinya saja tidak pernah datang kesana, kalau begitu kenapa istrinya kesana?, apa ada yang tidak ia tau tentang istrinya.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya, kemudian ia pun berpura-pura sedang memeriksa berkas-berkas penting yang diletakkan di atas mejanya.

"Masuk".

Pintu terbuka memperlihatkan seseorang yang bernama Revan, asistennya yang baru saja iat tugaskan untuk pergi ke rumah sakit untuk mencari tahu keadaan istrinya yang ia tinggalkan bersama pembantunya.

"Siang pak, saya ingin menyampaikan bahwa nyonya Laura untuk sementara waktu dianjurkano oleh dokter untuk rawat inap sampai keadaannya pulih, karena begitu banyak luka yang berada di tubuhnya"ucap Revan sesuai sama apa yang dikatakan bi Mina tentang kondisi nyonya Laura.

Arsen mengangguk, menurutnya itu lebih baik daripada dirumah pasti akan diganggu oleh kedua anaknya yang sedang aktif ingin bermain, dan takutnya istrinya akan kembali emosi dan memarahi mereka karena sudah mengganggu waktu istirahatnya.

"Zio dan Zia gimana?, udah pulang kan dari rumah ibu saya?". Arsen tidak sempat menjemputnya karena tadi pagi ada meeting yang begitu penting, jadinya ia menyuruh orang kepercayaannya untuk menjemput anak-anaknya.

"Sudah pak, tapi pak, bi Mina mengatakan kalau non Zia tadi menangis ingin ikut ke rumah sakit untuk menjenguk nyonya Laura, tetapi bi Mina tidak mengajaknya karena belum ijin dengan anda" ucap Revan, bi Mina cerita kalau nona Zia menangis karena melihat bi Mina pergi membawa baju untuk ia tinggal di rumah sakit, dan juga keperluan nyonya Laura yang lainnya.

"Telvon bi Siti katakan kepadanya Zio dan Zia akan segera saya ajak pergi untuk bermain di luar, kamu siapkan mobil". Revan mengangguk patuh lalu berjalan ke luar.

Arsen lebih memilih mengajak anaknya pergi bermain daripada harus mengantarkannya untuk bertemu dengan bundanya.

Di kamar yang luas dan begitu indah, terdengar suara tangisan bocah perempuan yang tidak lain adalah Zia, semenjak kepergian BI Mina bocah tersebut terus menangis yang membuat para pembantu bingung harus bagaimana lagi untuk menenangkannya, sedangkan Zio sang abang hanya acuh sambil bermain mainannya.

Begitu mendapatkan pesan dari asisten majikannya, bi Siti berjalan kearah lemari untuk mengambil baju ganti untuk nona dan tuan kecilnya, karena ingin diajak pergi jalan-jalan.

"Zia udah ya nangisnya, bentar lagi ayah pulang, beliau ingin mengajak kalian jalan-jalan, Zio sini ganti bajunya dulu".

Zio pun beranjak dari duduknya menghampiri bi Siti yang sedang duduk di kasur untuk menenangkan adeknya yang tidak mau diam demi bisa bertemu dengan bunda jahatnya itu.

"Hiks hiks Ndak au alan alan".

"Kenapa gak mau, liat deh Abang aja mau, Abang lagi ganti baju Lo"ucap bi Siti karena Zio lebih memilih untuk mengganti bajunya sendiri, bahkan bocah kecil itu mengambil minyak telon sama bedaknya sendiri lalu ia pakai ke tubuhnya agar harum.

"Au unda bi, Zia anen unda". Laura sudah meninggalkan anaknya hampir 6 bulan, jelas bocah kecil tersebut kangen, walaupun sering dibentak dan dipukul.

"Nyonya Laura kan sedang sakit non jadinya butuh istirahat di rumah sakit"ucap bi Siti agar Zia tidak merengek minta untuk bertemu dengan bundanya takutnya kena amukan sang nyonya seperti waktu itu.

"Justu itu Zia au nemenin unda bi, Zia janji Ndak nakal". Bi Siti tambah bingung harus bagaimana membujuknya.

Zio mendengar adeknya terus merengek untuk bisa bertemu bunda pun jengah, apa untungnya sih ketemu bunda palingan nanti juga bakalan diusir untuk pulang, jadi ngapain repot-repot pergi kesana.

"Apasih kamu dek, bunda terus, bunda itu udah jahat sama kita, ngapain kamu nyari bunda,biarin bunda sendirian". Zio sudah membenci sang bunda, sudah cukup ia kena pukul, sekarang ia tak mau lagi.

"Unda emang cuka pukul pukul Zia, tapi Zia tetap sayang sama Nda, Zia doa telus bial unda sayang sama Zia"bela Zia, karena setiap ia kena pukul bundanya, malamnya ia seperti mendengar suara tangis sang bunda, dan juga bunda selalu minta maaf lalu keningnya di cium, entah itu mimpi atau bukan, Zia berharap itu semua tidak lah mimpi, bundanya baik.

"Terserah Zia, kalau bunda pukul dan marah-marah lagi, Abang sama ayah Ndak mau bela kamu, Abang mau jalan-jalan sama ayah".

Zio sudah rapi dan wangi, ia sudah siap untuk pergi jalan jalan dengan sang ayah, sedangkan Zia langsung berbaring di kasurnya, sambil tidak mau menatap abangnya dan bi Siti karena tidak diperbolehkan untuk menemani sang bunda di rumah sakit.

Bi Siti merasa bingung sama apa yang harus ia lakukan, non Zia ngambek dan tidak ingin berbicara dengannya.

Setelah berfikir beberapa menit ia pun turun kebawah untuk mengambil cookies dan juga susu untuk Zia dan Zio, mungkin saja dengan adanya cookies tersebut Zia tidak lagi marah dan berubah pikiran mau jalan jalan sama tuan Arsen.

"Non Zia, bibi bawain cookies nih". Bi Siti masuk ke dalam kamar dengan membaca cookies yang baru saja dibeli yang dilumuri coklat diatasnya dan juga susu putih untuk mereka berdua.

"Ndak au, au nya sama Nda, no no kies".

"Bibi sama Abang jahat sama Zia hiks, Zia Ndak dibolehin ketemu sama Nda hiks, huwaa".

Tangisan Zia semakin kencang yang membuat bibi kelimpungan takut kena marah sama tuan Arsen, sedangkan Zio bodoamat lalu meminum susu sambil memakan cookiesnya yang enak dengan anteng sambil lesehan di atas karpet yang begitu lembut.

Arsen tiba di mansion langsung disambut tangisan sang anak, ia pun segera melangkah menuju lift untuk menuju kamar anaknya, ia takut terjadi sesuatu dengan anaknya karena tangisan Zia yang begitu kencang.

Sampainya di kamar, ia melihat Zia dengan wajah yang sembab sampai ingusnya pun kemana mana, sedangkan Zio malah asyik makan cemilannya tanpa memperdulikan sang adek.

"Princess nya ayah kenapa kok nangis". Arsen segera naik ke atas kasur dan mengusap usap kepala Zia dengan penuh kasih sayang, untuk urusan ingusnya nanti kalau tangisannya reda.

"Zia au unda ayah hiks, Zia angen unda".

"Ayah mau ajak Zia sama Abang jalan jalan loh, Zia Ndak mau ikut, nanti ayah beliin boneka yang lucu". Siapa tau dengan iming iming boneka, princess kesayangannya jadi lupa sama bundanya.

"Ndak au ayah, au nda, no no boneka"ucap Zia sambil menggelengkan kepalanya.

"Boneka nya yang gede bisa dipeluk sama Zia waktu tidur"tawar Arsen lagi, tapi ternyata anaknya tetap kekeh tidak mau boneka.

"No no no, au nda!"dengan wajah galak, tapi menurut mereka yang melihatnya jatuhnya lucu.

Melihat Zia yang tetap kekeh sama keinginannya untuk bertemu dengan bundanya, Arsen pun terpaksa mengiyakan akan mengantarkannya ke rumah sakit.

Zia langsung semangat, Arsen pun menggendongnya menuju kamar mandi untuk ia mandikan, karena sang anak sudah terlalu kucel akibat tangisannya yang membuat ingusnya kemana-mana. 

Bersambung

Transmigrasi Maura Gadis TerbuangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang