Malam hari bulan bersinar terang dengan bintang disekelilingnya, Di mata Laura langitnya begitu indah. Laura duduk di balkon sambil menatap kearah langit. Anak dan suaminya sedang makan malam, dirinya tidak berani ikut.
Laura ingat, dulu waktu masih bayi, ia ingin sekali makan bareng keluarganya, tapi saat ia bergabung, suasana jadi tidak menyenangkan, bibi yang selalu merawatnya paham, dan langsung membawanya ke belakang, bibi takut dirinya akan dimarahin.
Memandang langit seperti ini, ia jadi teringat masa kecilnya yang duduk di sebuah batu bersama monyet di sampingnya. Kira-kira kabar monyet tersebut apa kabar?.
Grep
Pelukan yang tiba-tiba terjadi membuat Laura tersentak sedikit kaget. Tapi begitu melihat wajah putrinya, ia langsung tersenyum, dan langsung memeluknya.
"Unda, kenapa disini?, Unda Ndak mau makan?"tanya Zia yang kini sudah berada dalam pelukannya.
"Zia, sudah selesai makan?"tanya Laura sambil menyampirkan anak rambut Zia kebelakang telinga.
"Udah unda, unda makan yuk, Zia temenin"ajak Zia, Laura mengangguk dan langsung menggendong Zia.
Menuju dapur dengan menggunakan tangga, tetapi dirinya harus turun pelan-pelan karena takut jatuh, apalagi Zia dalam gendongannya. Laura heran kenapa sih kamarnya harus dilantai atas kenapa gak dibawah, turun tangga gini kan dia takut, belum terbiasa juga.
Saat begitu sampai di tangga paling bawah, Laura melihat laki laki yang kemungkinan anak pertamanya tapi ia gak tau namanya siapa, Laura mau nyapa tapi bingung mau panggil siapa.
Mata mereka saling bertatapan tapi setelah itu Rayhan balik badan tanpa mengucapkan satu katapun.
"Unda, Ndak boyeh sedih ya, disini ada Zia"ucap Zia saat melihat abangnya tidak menyapa bundanya.
"Iya sayang, ya udah yuk temenin bunda makan, makannya dimana?". Zia langsung menunjuk meja makan, makanannya masih tertata rapi dan terisi berbagai masakan yang Laura gak tau, pandangan pertama langsung tertuju pada telur, Laura makan dengan nasi dan juga telur.
Zia bingung tapi ia juga tidak bertanya kenapa bundanya hanya memakan itu, padahal masih banyak makanan enak yang lain, yang bisa di makan. Selagi menunggu bundanya selesai makan, Zia berjalan ke arah kulkas untuk memakan es krim tanpa sepengetahuan bunda, ayah, dan abangnya.
"Ayah, bunda, sama Abang gak lihat kikiki". Zia begitu senang karena bisa memakan es krim tanpa kena omel.
Tanpa sepengetahuan Zia, ayahnya berdiri dibelakangnya persis sambil bersilang tangan didada dan menatapnya. Niat hati ingin mengambil minuman dingin, malah mendapati putrinya yang sedang mencoba diam-diam makan es krim. Arsen khawatir kalau putrinya akan pilek keesokan harinya.
"Lagi mau makan apa sayang?". tanpa menoleh Zia langsung menjawabnya.
"Es klim, tapi jangan bilang bilang ayah sama Abang ya, nanti kena malah".
Arsen rasanya ingin ketawa saat Zia belum sadar siapa yang barusan bertanya.
"Zia, ayah Lo yang tanya"ucap Laura yang sudah selesai makan dan ingin menghampiri Zia, dia jadi pengen tertawa lihat kelakuan anaknya yang tidak sadar kalau ayahnya ada dibelakangnya.
Zia langsung balik badan dan langsung menyengir lebar kearah ayahnya.
"Eh ayah, Zia lagi ambilin bunda es klim, bial segel lasana"ucap Zia yang mencoba membohongi ayahnya agar es krim nya tidak diambil.
"Oh, ya udah kasih ke bunda, terus es krim ini biar ayah taruh di tempat ayah". Zia yang mendengarnya langsung menekuk wajahnya tapi sambil berjalan ke arah bundanya, sungguh menggemaskan sekali.
"Ini unda es klimnya"ucap Zia tidak semangat.
Laura menerima nya sambil tersenyum dan mencubit pipi gembulnya Zia. "Terima kasih cantik". Saat menerima es krim tatapan Zia terus menatap kearah es krim yang ia pegang.
"Mas, bolehkah Zia minta satu suapan?"tanya Laura, Zia pun berbinar binar matanya, tidak apa apa kalau satu suapan, yang penting makan es krim.
Melihat ekspresi anaknya seolah-olah ingin sekali makan es krim nya, Arsen mengangguk.
"Terima kasih mas"ucap Laura lalu duduk di lantai kemudian membuka tutup es krim nya. Zia pun duduk di depannya.
"Terima kasih ayah"ucap Zia, Laura menyuapi Zia, kemudian Ia juga memakannya satu suap, dan memberikannya ke Arsen.
"Boleh disimpan lagi"ucap Laura.
"Kenapa gak kamu habiskan?"tanya Arsen.
"Biar adil sama kaya Zia, satu suapan kan sayang"ucap Laura sambil tersenyum dan membersihkan bibir nya Zia menggunakan bajunya padahal cuma satu suapan tapi belepotan. Arsen mengambil es krim itu dan menaruhnya di kulkas paling atas.
Hati Arsen menghangat melihat Laura bersikap itu, ia pun mengajak keduanya ke ruang santai yang sudah ada ketiga anaknya.
"Zia unda di kamar aja ya"bisik Laura karena merasa dua orang anaknya tidak nyaman atas kehadirannya, padahal dia juga ingin menonton orang yang sedang mereka tonton di dalam benda yang Laura tidak tau namanya karena ia hanya bisa menontonnya di warteg sambil makan.
"Unda Ndak mau temenin Zia ya"ucap Zia sedih, Laura gelagapan, bukan itu maksudnya.
"Eh enggak gitu cantik, tapi unda takut ganggu yang lain"bisik Laura tapi masih bisa mereka dengar.
"Unda Ndak gangguin kita kok, disini aja ya temenin Zia, masa Zia princess sendili"ucap Zia, Laura pun ngangguk dan memangku Zia dan memeluk nya, Zio yang melihat nya ada rasa ingin juga dipeluk.
"Zio mau sama bunda Ndak?". Zio dengan gengsi yang tinggi menggelengkan kepalanya.
"Duduk sini ya, bunda juga mau sama Zio"ucap Laura sambil nepuk sampingnya, Zio nurut, dan tangan Laura yang kiri memeluk Zio dan menciumnya, memang wangi bayi tuh enak.
Rayhan dan Reynand lumayan senang akan sikap nya bunda, kalau memang mau berubah ya Alhamdulillah, tapi mereka berdua egonya masih tinggi jadinya belum bisa menerima bundanya.
"Unda cucu"ucap Zia saat sudah waktunya minum susu sebelum tidur.
"Susu apa?"ucap Laura gak tau susu apa yang dimaksud, apakah yang kotakan itu atau yang sachetan.
"Cucu capi unda"ucap Zia.
"Sapi?, Zia punya sapi?, Sapinya dimana?, Bunda disuruh minta sapinya langsung?"ucap Laura, mereka langsung menatap Laura dengan tatapan aneh.
"Biar ayah yang buatkan ya princess, Zio minum susu juga ya"ucap Arsen karena tidak mau menanggapi kekonyolan Laura, entah sejak dari rumah sakit istrinya seperti hidup di jaman dahulu.
"Bunda aneh"ucap Zia langsung melepaskan pelukannya dan menuju ke abangnya, Laura yang tiba tiba dicuekin jadi sedih anaknya sudah tidak mau sama dirinya, emangnya pertanyaan yang ia ucapkan salah.
Biasanya kalau orang beli di warteg tinggal beli susu sachetan yang putih atau coklat, lah ini Zia jawabnya susu sapi, ya yang dipikirkannya, Zia minum susu sapi langsung kaya kemaren waktu dirinya sama Riri mulung ada yang minum susu langsung dari sapinya.
Memikirkan Riri, Laura jadi khawatir keadaan nya gimana, terus sama siapa. Laura jadi tambah sedih, dia gak tau nama desanya terus kesana nya naik apa?. Menurut Laura tempat nya sangat jauh karena disana ia tidak pernah ketemu gedung gedung tinggi seperti disini, dan rumah bagus juga bisa dihitung, tapi gak sebagus yang disini.
Laura pergi keluar untuk bertanya sama pak sopir, mungkin saja bapak itu tau, ia ingin bertanya ke Bi Mina, tapi bi Mina gak kelihatan, ia gak tau sekarang bi Mina dimana, lagi pula yang ada di ruangan ini cuma anak dan suaminya.
Bersambung