Happy reading ~
.
.
.
.
.
.
.
Olivia Xavier Helton adalah anak yang periang dan polos, dirinya sama sekali tidak tau jika keluarganya membenci dirinya.
Oliv hanya tau kalau keluarganya suka mengabaikan dirinya karena mereka sibuk dengan aktivitas masing-masing.
Seperti sang Daddy dan kakak pertamanya yang bekerja hingga malam, sang mommy yang juga bekerja hingga sore hari, kakak keduanya yang jarang pulang, dan kakak terakhir nya yang selalu pulang larut malam karena selalu bermain bersama temannya.
Bukan tanpa sebab keluarga ini membenci Oliv, namun dengan alasan itupun juga sama sekali tidak masuk logika.
Mereka membenci Oliv hanya karena Oliv adalah keturunan satu-satunya perempuan di keluarga tersebut. Mereka berfikir jika anak perempuan adalah anak yang lemah dan tidak berguna.
Awalnya mereka ingin menerima Oliv, namun saat usia Oliv baru menginjak tujuh tahun dan masuk sekolah dasar, mereka semua muak karena Oliv begitu bodoh. Oliv tidak mendapat rangking satu, Oliv mendapat rangking tiga dan itu masuk dalam kategori bodoh jika di keluarga besar mereka. Dan sampai sekarang pun Oliv belum pernah mendapatkan rangking satu dikelasnya, semua di keluarga ini selalu menjadi nomor satu dikelas maupun diluar, namun Oliv begitu berbeda dengan mereka yang membuat mereka tidak menyukainya.
Dan sekarang Oliv sedang duduk diam menatap orang-orang yang katanya adalah keluarganya.
'kenapa pada diam semua ya?'
'oliv lapal tapi tidak belani bicala'
'selem~'
"Makanlah"
Melihat semua orang sudah makan, Oliv pun mulai menyantap sarapannya dengan khidmat.
Belinda Xavier Helton, mommy dari empat anak itu menatap kearah Oliv yang terlihat berbeda dari biasanya.
Pagi ini Oliv sama sekali tidak menyapa mereka dan hanya diam menatap kearah makanan saja. Dan yang paling dirinya tidak sukai adalah saat mendengar kata mama yang keluar dari bibir mungil itu saat memanggil pengasuhnya.
Menatap cara makan Oliv yang begitu berantakan, tapi itu entah mengapa terlihat begitu menggemaskan dimatanya, dan tanpa sadar dirinya tersenyum kecil.
Disisi Oliv, dirinya merasa begitu kesusahan saat memegang sendok. Dulu mama nya lah yang selalu menyuapinya, dirinya belum pernah memegang sendok, pernah sih saat umurnya baru menginjak lima tahun saja dan itu hanya beberapa kali.
Memegang sendoknya atau lebih tepatnya menggenggam sendoknya dengan erat dan memasukkan nasi dengan lauk telur mata sapi dan ayam goreng kedalam mulutnya dengan hati-hati.
Oliv adalah tipikal anak yang tidak suka dengan sayur, dan sekarang dari sekian banyaknya lauk pauk yang tertata rapi didepannya, dirinya hanya mengambil telur dan ayam goreng saja, itu karena yang lain adalah olahan sayur dan ada juga olahan daging lainnya namun itu dicampur dengan sayur sehingga dirinya tidak tertarik.
"Huh susah" menaruh sendoknya dan mengambil paha ayam dengan tangan kosong, memakannya dengan lahap tanpa nasi.
Tak menghiraukan tatapan keluarga nya, dirinya hanya fokus pada ayam goreng yang sedang dirinya genggam erat.
"Berantakan banget" sinis seorang pemuda yang berada di sampingnya.
Menatap pemuda tersebut dengan memegang ayam gorengnya "kenapa? Tidak suka ya?" Tanya polos Oliv.
"Iya, jijik gue" bohong, dirinya bohong yang ada sekarang dirinya merasa begitu gemas dengan Oliv, namun dengan gengsi tingginya itu membuat dirinya berkata lain.
"Ya sudah" turun dari kursi tinggi tersebut dengan susah payah, mengabaikan tatapan melongo dan heran dari keluarganya.
"Mau kemana?" Tanya Brian Xavier Helton, ayah dari empat anak tersebut dengan datar.
"Mau pelgi ke mama saja, tadi dia bilang tidak suka sama Oliv" ujarnya dengan menunjuk kearah Adrian.
"Kembali" dingin Felix saat melihat Oliv yang berjalan cepat.
Oliv berhenti dan berbalik "kemana?" Menatap bingung kearah mereka.
"Kembali duduk" ulang Felix yang sekarang dimengerti Oliv.
Menggeleng "Tidak mau" kembali berjalan kearah dapur untuk menemui Mia, sang mama.
"Pembangkang" murka Felix dengan melempar sendoknya dan berjalan kearah Oliv yang terlihat tidak tau bahwa ada bahaya yang mengintai.
Menarik kasar pergelangan tangan Oliv dan menyeretnya kembali kearah meja makan dengan kasar.
"Sakit lepas hiks" isaknya, tangannya terasa begitu sakit.
"Diamlah" datar Felix dan kembali mendudukkan Oliv, namun sekarang berada disampingnya.
"Habiskan sarapan mu cepat" perintah Felix mutlak, dirinya adalah tipikal orang yang tidak suka dibantah.
Belinda menatap Oliv dengan pandangan sedih. Dirinya ingin melihat keadaan Oliv sekarang namun gengsinya terlalu tinggi.
Sedangkan Oliv langsung saja makan dengan sesenggukan, dirinya merasa begitu takut dengan orang-orang ada di meja makan.
Mereka melanjutkan sarapannya yang tertunda dengan sesekali menatap kearah Oliv yang masih saja sesenggukan.
"Aku berangkat" ujar Adrian dan berdiri, dirinya ingin berjalan namun terhenti dan menatap kearah Oliv yang hanya diam menatapnya.
'dia gak mau peluk gue kayak biasanya?'
"Aku berangkat sekarang" ujarnya sekali lagi dengan berjalan namun matanya mengarah kepada Oliv yang masih terlihat santai.
"Aku juga" Max langsung berjalan keluar.
Satu persatu orang-orang yang ada di meja makan pergi menyisakan Oliv yang duduk sendiri.
"Huf aman, meleka semua pelgi jadi tidak ada yang malah malah sekalang" ujarnya dan turun dari kursi tinggi itu.
Berjalan kearah kamarnya, dia ingin tau apakah dirinya sekolah atau tidak. Dirinya merasa iri saat melihat Adrian memakai seragam sekolah, dia juga mau.
"Mama~" teriaknya saat melihat Mia yang sedang berjalan membawa pakaian yang sudah terlipat rapi.
"Astaga nona kecil, ada apa" kagetnya, untung saja pakaian yang dirinya bawa tidak terjatuh.
"Mama Oliv mau tanya, Oliv sekolah tidak?" Tanya Oliv to the poin.
"Tentu sekolah nona, Minggu depan anda sudah masuk SMP"
"Yey sekolah~" bahagia nya dengan meloncat-loncat kecil lalu berlari menuju kamarnya.
.
.
.
.
.
.
.
Semoga suka ~
Jangan lupa vote ya mwehehe 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Olivia Xavier Helton ||END✓
Short Story"Ugh ini dimana?" Dirinya langsung saja terduduk dan meneliti sekitar. "Ini bukan lumah Oliv" "Ini kamal bukan milik Oliv bukan lumah Oliv sama mama sama papa" "Hiks mama papa~" tangis nya, apakah kedua orang tuanya membuangnya? "Hiks jangan buang...