SIRKUIT GILLES VILLENEUVE
KANADA GRAND PRIX
Mesin jet darat berdengung, ban - ban melindas aspal menggerogoti bagian kulit hingga rontok karet - karet tidak berguna menyingkir dekat pagar pembatas. Gas dipacu melaju kecepatan 300 km/jam lalu kembali normal saat berhadapan dengan kelokan. Memberatkan kepala dan leher pilot yang mengemudi oleh gaya gravitasi yang tidak masuk akal. Maka bukti dari perjuangan melawan gravitasi, leher pengemudi formula 1 sedikit lebih besar dan lebar dari manusia normal. Ditambah lagi panas yang membakar, mungkin bila diberi pilihan untuk mengemudi tanpa pakaian adalah ide yang bagus. Tubuh itu seperti jeruk yang diperas untuk diambil sarinya, bedanya ini mengeluarkan segala air yang tersisa, tidak boleh terlalu sering minum, supply air yang diberikan terbatas untuk menghindari overhidrasi. Keringat mengucur lebih deras dari hujan.
Kanada Grand Prix memang sejak awal bukan pertandingan kandang milik Max. Tetapi usaha untuk memenangkan perlombaan itu memotivasi lebih besar daripada biasanya, penggemar kecil yang dia sayangi melihat usaha jerih payah alpha itu. Penelope Kvyat. Anak dari Kelly dan mantan pacar lamanya yang dulu juga sempat berbagi kerjasama, Daniil Kvyat. Rumor mengatakan pria alpha itu berselingkuh dengan omega sehingga menyampakkan wanita alpha yang berhasil mengandung anaknya. Dia tidak berfikir dampak apa yang dia ciptakan. Saat itu karir Kelly langsung anjlok, tidak ada yang mau memberikan bantuan atau kesempatan kedua untuknya membuktikan. Untung saja dia bertemu dengan Max yang masih berusia delapan belas tahun. Belum mencapai usia legal dalam membangun sebuah hubungan bersama yang lebih tua. Kelly harus mau menunggu sembari merawat Penelope seorang diri.
Gadis cantik berusia enam tahun itu sudah duduk dibangku sekolah dasar sekarang. Jadwal sekolah cukup menyita waktu luang sulit untuk datang pada setiap event balapan formula 1. Ini adalah hari liburnya tentu memanfaatkan kesempatan untuk menonton dan mendukung pria yang sudah dianggap sebagai ayah angkat berlaga. Berteriak dengan suara khas yang cempreng dari paddock penonton, "Maxie..!" Dan melambaikan tangan seolah pria itu dapat melihatnya. Penelope tersenyum ketika casis berlogo Red Bull melintas secepat kilat didepan mata, bahkan lebih cepat dari kedipan. Dia tertawa merasakan keseruan memompa jantung berdebar sangat cepat.
"Maxie! Maxie! Maxie!" Begitu terus ucapan bibir P seolah merapalkan mantra kemenangan demi ayah angkat kesayangan. Max sangat baik memperlakukan P seperti anak kandungnya sendiri. Orang - orang akan terkejut bila mendengar langsung dari bibir P betapa luar biasanya peran Max dalam pertumbuhan anak itu. Mengingat masa lalu Max yang cukup menyedihkan menerima pendidikan selayaknya pelatih dan atlit ketimbang ayah dan anak tidak membuat hati pria bersurai pirang itu keras. Malah sangat lembut bila berhadapan dengan anak kecil. Max suka anak kecil, makhluk yang bersih berprilaku atas hendak keinginan mereka, tidak pernah berdusta, yang belum tercemar oleh kejam lingkungan bekerja. Dia tidak pernah merasakan hal - hal itu. Semua keputusan sudah direbut dari masa balita. Kebebasan? Entahlah masa kanak - kanak sudah dihabiskan diatas aspal.
Ban berdecit begitu nyaring, suara tersebut bahkan terdengar cukup keras hingga ke telinga sang pengemudi. Max melirik melalui ekor mata pada spion untuk memastikan tidak ada yang salah. Sesuatu terjadi disana, cuma dia tidak dapat memastikan. Bagaimana bisa pendengaran yang harusnya tuli akibat deras ombak angin masih kalah dengan suara itu. Ada yang tidak beres, semoga saja firasat itu tidak benar. Jempol Max segera menekan tombol radio yang menghubungkannya dengan race engineer "GP ada yang tidak beres di ban belakang, aku tidak tahu apa itu. Cuma suaranya terlalu berisik hingga telinga ku sakit"
Sinyal menunjukkan warna merah di pos pengamat. Manik kelabu Gianpiero begitu gesit memeriksa kondisi casis yang digunakan. Jemari mengetik sangat cepat pada layar komputer, memastikan satu persatu komponen pada badan casis memiliki status yang tidak buruk. Mereka saat ini memimpin posisi balapan. Max memimpin peringkat satu dan rekan setimnya Checo di posisi ke lima. Sudah 30 putaran berlalu dominansi tim itu menduduki perlombaan. Tidak lucu menghadapi kerusakan di posisi krusial seperti ini, menghentikan perlombaan bisa berakibat fatal. Tentu saja mereka ingin mendapatkan poin tertinggi memberi jarak cukup jauh bagi tim manapun untuk mengejar kejuaran kontraktor. Giampiero kemudian berkata "Tidak apa - apa Max, lanjutkan saja kau dan mobil mu masih bisa bertahan"
KAMU SEDANG MEMBACA
Omega vs Alpha [Lestappen's Enemies to Lovers Story]
FanfictionKehidupan formula 1 modern berlatar belakang tahun 2xxx tidak membatasi siapapun untuk bertanding di sirkuit. Alpha, Beta dan Omega apalah itu selama mereka menyetir dengan kedua tangan dan memiliki kualifikasi yang baik tentu saja FIA akan mengizin...